Rubrik
Mereka Bicara
Tragedi
Kejahatan Seksual
Zulia
Ilmawatl, Psikolog:
Harus
Ada Langkah Preventif dan Kuratif
Kasus pemerkosaan baik
pelaku dan korbannya terbilang remaja sangat memprihatinkan, seperti gunung es,
yang tidak terungkap jauh lebih banyak.
Salah satu penyebab
tindak kejahatan seksual adalah maraknya pornografi, selain miras, dan narkoba.
Dan hampir sebagian pelaku tindak kejahatan seksual melakukan aksinya setelah
melihat pornografi, minum minuman keras atau narkoba. Akses pornografi sekarang
ini sangat mudah didapat dan dinikmati semua kalangan. Apalagi pada usia muncul
kematangan seksual seiring dengan tumbuh kembang anak. Jadi tidak mengherankan
jika kemudian para pelaku dan korban semakin muda usia.
Harus ada langkah
preventif dan kuratif. Langkah preventif setidaknya ada dua. Pertama,
menanamkan ketakwaan, kesadaran, dan pemahaman pada anak terkait dengan
dorongan seksual sebagai bagian dari manisfestasi naluri manusia yang secara
fitrah akan muncul jika ada rangsangan, dan bagaimana seharusnya menyalurkannya
yang sesuai dengan syariat Islam. Kedua, menghilangkan konten pornografi dan
segala hal yang bisa memudahkan untuk memunculkan rangsangan. Sedangkan langkah
kuratifnya, memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku tindak kejahatan
seksual. Sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Kedua langkah ini hanya
bisa dilakukan jika ada sistem dan negara yang menegakkannya. []
Yunahar
Ilyas, Ketua PP Muhammadiyah:
Hukum
Islam Sebuah Solusi
Ya kita sangat
prihatin, sedih, dan kecewa dengan kasus kejahatan seksual yang sangat keji
seperti kasus di Bengkulu dan berbagai tempat. Tetapi pertama, kita harus
pelajari apa penyebabnya. Yang pertama adalah miras. Jadi mereka mabuk, terus
otaknya sudah tidak bekerja dengan baik. Karena pengaruh minuman keras
tersebut, mereka bisa berzina bahkan membunuh. Oleh sebab itu, sudah saatnya
pemerintah menghentikan peredaran minuman keras, bukan membatasi-membatasi
lagi, tapi dihentikan.
Yang kedua, adalah
narkoba, jadi perang melawan narkoba ini harus digiatkan betul. Kemudian yang
ketiga adalah pornografi, seperti pelaku-pelaku yang mengaku tahu (video porno)
itu dari warnet, dan ini memang bahaya besar. Jadi semuanya harus bergerak dari
keluarga, lingkungan, ketua RT dan RW, terutama pengusaha-pengusaha warnet itu,
harus diawasi, kan bisa ada caranya.
Kemudian kebebasan
bergaul, jadi sekarang ini pergaulan laki-laki dan perempuan sudah tidak ada
batasnya. Ditambah lagi dengan kurangnya pengawasan dari orangtua, dari
lingkungan. Nah itu semua lah penyebab kasus-kasus ini terjadi.
Jadi kasus Bengkulu
ini hanyalah puncak gunung es saja, nanti semakin lama semakin banyak itu yang
terungkap.
Tentang hukuman,
memang ini ada dua hal, satu pelakunya ini anak-anak, nah hukum KUHP kita dan
Islam itu berbeda, kalau dalam Islam itu ukuran baligh itu bukan hanya umur,
akan tetapi dari sisi biologis dan mental berpikirnya, kalau KUHP kita kan umur
dewasa itu setelah 17 tahun.
Sedangkan hukuman
kebiri itu mungkin tujuannya baik, tapi tidak akan efektif. Apakah dengan
kebiri itu akan menghentikan kejahatan seksual dia? Kan kejahatan seksual itu bukan hanya dengan alat kelamin,
bahkan mungkin akan menimbulkan dendam dan keganasan yang lain. Dan menurut
ahli, kebiri itu bisa merubah watak laki-laki menjadi perempuan. Jadi saya
tidak setuju hal tersebut.
Hukum Islam jelas
menjadi sebuah solusi, tapi Islam itu adalah sebuah sistem, kalau yang satu
dijalankan dan yang lain nggak, ya, tidak efektif juga. []
Mahladi,
Ketua Biro Humas PP Hidayatullah:
Faktor
Individu dan Sistem
Seseorang melakukan
kejahatan seksual itu dari dua faktor, faktor internal dan eksternal. Faktor
internal, contohnya keimanan yang terdapat di individu. Nah, faktor eksternal yaitu sistem, jadi sebuah sistem yang
memungkinkan mereka melakukan kejahatan, misalnya longgarnya aturan, dan tidak
diterapkannya sanksi. Itu semua menunjukkan bagaimana lemahnya sistem yang ada
di sekitar pelaku. Solusinya adalah mengganti sistem dengan sistem yang lebih
sempurna. Di dalam Islam, sistem yang sempuna itu kita sebut syariah Islam.
Syariat Islam inilah
yang kita yakini bisa menata semua itu, sehingga tidak bisanya niat jahat
dilakukan karena penegakan sistem tersebut seperti hukuman-hukuman.
Hukuman-hukuman inilah yang dianggap kejam oleh orang-orang liberal, padahal
maksud dari hukuman itu adalah timbulnya efek jera.
Adapun sistem yang
dianut oleh orang liberal acuannya itu bukan Ilahiyah, tapi acuan yang dibuat
oleh manusia, yang dipadukan di HAM dan aturan hak untuk mengatur. Itulah nanti
yang akan menjadikan kacau-balaunya. Jadi anggapan hukuman-hukuman dalam Islam,
seperti hukuman mati, potong tangan, dll itu melanggar HAM tapi mereka tidak
memikirkan hak si korban. Di situlah kerancuan terjadi, kerancuan itu
disebabkan oleh hukum yang dibuat oleh manusia dan penuh kelemahan. []
Mahendradatta,
Pakar dan Praktisi Hukum:
Cerminan
Masyarakat Liberal
Kekerasan seksual ini
adalah cerminan dari masyarakat liberal yang semakin permisif, urusan
pornografi atau masalah yang berkaitan dengan seksualitas selalu dibilang itu
urusan masing-masing, atau urusan pribadi, bahkan ada agamawan yang bukan dari
Islam, bahwa urusan seksual ini, masalah kamar saja tidak perlu dicampuri,
bahkan dia membela LGBT, bahkan ada seorang profesor keblinger yang mengatakan
bahwa suka sesama jenis itu boleh saja, asal suka sama suka. Nah, hal yang
semacam inilah yang membentuk pola pikir masyarakat mengenai masalah seksual
itu menjadi biasa saja, jadi pada saat perempuan yang sebagai pihak yang lemah
mengatakan “tidak”, itu dianggap pura-pura.
Padahal dalam masalah
perkosaan ada jenis-jenisnya salah satunya perkosaan yang terjadi karena ada
yang “mengundang", seperti pakaiannya minim dll, tapi orang liberal tidak
mau dipermasalahkan hal itu, itu dia yang disebut permisif.
Padahal seperti kita
disuruh menutup aurat oleh Allah itu, kan
pasti ada maksudnya, oleh orang liberal ini dilecehkan pula, itu yang membuat
saya marah sekali. Sayangnya, yang menjadi korban akibat pemikiran liberal,
bukan dari kalangan liberal yang terlibat dalam liberalisme, seandainya mereka
yang kena, pasti beda mereka itu…
KH M
Shoffar Mawardi, Pengasuh Ma'had Daarul Muwahid, Srengseng Jakarta Barat:
Perlu
Khilafah 'ala Minhajinnubuwwah
Semakin maraknya
kejahatan seksual saat ini, bahkan pelaku dan korbannya banyak yang dari
kalangan anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa ketakwaan masyarakat kepada
Allah SWT sangat lemah dan belum adanya penerapan syariat Islam oleh pemerintah
atau negara.
Di dalam diri manusia
ada gharizatun nau' atau naluri seksual.
Sifat dari naluri itu bangkit bila dirangsang. Rangsangan muncul karena dua
faktor: Pertama, pemikiran, fantasi atau khayalan. Kedua, fakta lawan jenis
yang cara berpakaian atau bersikapnya sengaja atau tidak sengaja membangkitkan
rangsang tersebut.
Bagi orang telah
sampai kepada derajat iman dan Islam yang tinggi, maka takwa kepada Allah SWT
yang ada pada dirinya sudah bisa melindunginya dari terjerumus kepada kejahatan
seksual. Namun bagi orang awam, mereka membutuhkan pertolongan agar bisa selamat
dari kejahatan seksual ini.
Solusi adalah,
pertama, masyarakat harus memperoleh bimbingan yang baik untuk membangun
ketakwaannya kepada Allah. Sehingga muncul dorongan di dalam dirinya untuk
menaati semua perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya. Kedua, pemerintah
harus menerapkan sistem dan peraturan yang bisa menghalangi munculnya segala
rangsangan untuk melakukan kejahatan seksual seperti pornografi di internet dan
media yang lainnya serta pornoaksi di panggung-panggung hiburan baik yang
langsung di tengah masyarakat atau melalaui tayangan video dan televisi.
Ketiga, pemerintah harus menjatuhkan hukuman yang adil menurut ketentuan hukum
Allah dan Rasul-Nya yang akan membuat pelakunya jera serta dosanya diampuni,
seperti hukuman cambuk atau rajam bagi pelaku perzinaan atau kejahatan seksual.
Solusi total ini tentu
akan bisa terwujud jika umat Islam di dunia ini telah kembali hidup di dalam
penerapan syariah yang kaffah. Dan hal ini hanya akan terjadi jika Daulah
Khilafah Islamiyah 'ala Minhajiinubuwwah
telah Allah tegakkan kembali di muka bumi ini. []
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 174, Mei-Juni 2016
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar