Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 02 Mei 2017

Islam Tak Toleransi Pemimpin Ingkar Janji


Dalam sistem yang berlaku sekarang ini, ingkar janji menjadi tradisi para pemimpin terpilih. Lantaran ”adil” tidak menjadi syarat calon pemimpin dan bila sudah terpilih lalu ingkar janji pun tidak dikenai sanksi. Lantas bagaimana dalam sistem pemerintahan Islam alias khilafah? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan Media Umat Jaka Prasetya dengan Shiddiq Al Jawi, anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia. Berikut petikannya.

Pendapat Anda dengan adanya ijtima' Ulama yang menyoroti penguasa ingkar janji?

Saya respek dan memberi apresiasi terhadap tema tersebut. Karena memang sudah seharusnya ulama yang betul betul waratsaul anbiya' itu ya harus kritis kepada para pemimpin, bukan malah menjadi stempel untuk melegitimasi mereka.

Hanya saja memang pembahasan di Ijtima' Ulama MUI kemarin menurut saya tidak terlalu tajam. Hanya disimpulkan ingkar janji bagi pemimpin adalah haram hukumnya. Sanksinya apa tidak jelas. Memang disebut pemimpin seperti itu tidak usah dipilih lagi. Tapi tetap tak ada sanksi yang tegas, misalnya pemakzulan (impeachment). Itu tidak ada.

Dalam pandangan Islam apa hukumnya penguasa ingkar janji?

Pemimpin yang ingkar janji dalam Islam berarti telah melakukan suatu kebohongan yang merupakan dosa besar. Dalam hadits disebut penguasa yang melakukan ghisy (penipuan/kecurangan).

Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim (no.1829), Nabi SAW bersabda, ”Seorang hamba yang dijadikan Allah memimpin rakyat, lalu dia mati dalam keadaan berbohong kepada rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan Surga baginya.”

Jika penguasa dituduh ingkar janji, maka dia dapat diadili dalam Mahkamah Mazhalim dalam negara khilafah. Mahkamah ini akan melakukan sidang itsbat, dengan mengkaji sejumlah bukti dan saksi, apakah perbuatan penguasa yang ingkar janji itu sudah merusak sifat keadilan ('adaalah) atau tidak. Jika merusak sifat keadilan, maka penguasa itu dapat dimakzulkan. Karena salah satu syarat penguasa dalam Islam adalah harus mempunyai sifat adil ('adaalah).

Apakah Jokowi-JK dan para penguasa sebelumnya ketika berkuasa termasuk penguasa yang kerap ingkar janji?

Oh, jelas. Para penguasa itu kerap ingkar janji dan juga tukang bohong. Rakyat tahu itu. Contohnya, Jokowi ketika kampanye untuk menjadi Gubernur DKI berpidato bahwa Jokowi dan Ahok berkomitmen memperbaiki DKI Jakarta dalam 5 tahun. Ada itu videonya di youtube, bisa dilihat siapa saja. Faktanya, baru sekitar 2,5 tahun jadi gubernur, Jokowi terus meninggalkan kursinya sebagai Gubernur DKI dan mencalonkan diri menjadi presiden RI. Padahal janjinya akan komit sebagai pemimpin DKI 5 tahun. Bukankah itu ingkar janji?

Mengapa ingkar janji menjadi tradisi para pemimpin terpilih? Apakah mereka tidak paham hukum Islamnya atau lantaran tidak ada sanksi dari hukum yang berlaku saat ini?

Saya pikir mereka tahu ya kalau ingkar janji itu tidak boleh dalam Islam. Mereka tahulah yang kayak gitu. Tapi masalahnya sistem demokrasi itu memang memberi kesempatan kepada pemimpin yang suka ingkar janji. Jadi, menurut saya pemimpin yang suka ingkar janji memang buah dari sistem demokrasi itu sendiri.

Kok bisa dikatakan sebagai buah dari penerapan demokrasi?

Begini. Sistem demokrasi yang ada, tidak memberi sanksi tegas kepada pemimpin yang ingkar janji. Ndak ada dalam UUD atau UU apapun yang melarang atau memberi sanksi kepada pemimpin yang ingkar janji. Kemungkinan celah untuk pemakzulan (impeachment) juga hampir tidak ada, kecuali melalui klausul melakukan ”perbuatan tercela". Tentu ini sangat multitafsir dan kabur. Paling banter hanya dikatakan bahwa pemimpin yang ingkar janji tak usah dipilih lagi kalau mencalonkan lagi pada periode berikutnya. Karena itu saya katakan, pemimpin yang suka ingkar janji memang dilahirkan oleh sistem demokrasi.

Sebaliknya, kalau sistem politiknya Islam, pemimpin yang ingkar janji ibarat anak haram dari sistem Islam. Pemimpin seperti itu, kalaupun ada dalam sistem politik Islam, jelas akan terpental dari sistem. Ini jelas beda dengan sistem demokrasi, dalam demokrasi pemimpin yang suka ingkar janji adalah ibarat anak kandung demokrasi. Jadi di sini kita harus melihat juga sistemnya, bukan semata-mata pemimpinnya, ingkar janji atau tidak.

Kalau sistem Islam kenapa, kalau bukan sistem Islam kenapa?

Begini. Sistem Islam adalah sistem yang baik, diatur oleh hukum yang baik, yaitu hukum Islam yang bersumber wahyu yakni Al-Qur'an dan As Sunnah. Ibarat habitat, sistem Islam itu habitat yang cocok untuk manusia, seperti air yang sehat dan bersih yang cocok untuk kehidupan ikan. Beda dengan sistem demokrasi, yang hukumnya dibuat sendiri oleh manusia, bukan hukum dari wahyu. Jadi sistem demokrasi itu sistem rusak, ibarat air yang sudah tercemar dengan limbah-limbah berbahaya, sehingga ikan yang hidup di dalamnya pasti rusak dan akhirnya mati, itulah sistem demokrasi.

Demokrasi bukan sistem Islam?

Demokrasi bukan sistem Islam, tapi sistem kufur. Bukan berarti saya mengkafirkan pelaku sistem demokrasi. Saya mengkafirkan sistemnya. Jadi, saya hanya meletakkan demokrasi dalam sebuah klasifikasi bahwa demokrasi adalah sistem di luar Islam. Buktinya, demokrasi mengajarkan hak membuat hukum (kedaulatan/sovereignty) di tangan manusia. Padahal, dalam Islam diajarkan inil hukmu illa lillah (menetapkan hukum hanyalah hak Allah) (TQS Al An'aam : 57). Inilah letak kekufuran demokrasi.

Adapun prinsip demokrasi bahwa pemimpin itu pilihan rakyat, memang tidak bertentangan dengan Islam. Tapi ujungnya, tetap tidak sesuai Islam. Yakni, ketika pemimpin sudah terpilih, dia akan menjalankan hukum buatan rakyat. Kalau dalam Islam, setelah terpilih, pemimpin menjalankan hukum syariat, bukan hukum buatan rakyat.

Lantas sistem Islam dalam kehidupan bernegara dan bemasyarakat itu apa?

Sistem itu namanya Khilafah. Buktinya bisa kita lihat secara normatif dan historis-empiris. Secara normatif banyak hadits yang menjelaskan tentang Khilafah. Coba baca Shahih Bukhari dalam bab Kitabul Ahkam, atau Shahih Muslim bab Kitabul Imarah. Secara historis-empiris, khilafah telah menjadi sistem pemerintahan di tengah umat Islam yang berumur 13 abad lebih, sejak diangkatnya Abu Bakar Shiddiq sebagai Khalifah (634 M), hingga Khalifah terakhir di Khilafah Utsmaniyah Turki, yaitu Sultan Abdul Majid II (1924 M).

Tapi bukankah Wapres JK dalam pembukaan Ijtima' Ulama mewanti-wanti para ulama agar tidak mendukung penegakan khilafah?

JK menurut saya, (maaf) kurang memahami persoalan khilafah. Karena khilafah ini kan sebenarnya sistem yang diperintahkan agama. itu sudah ijma' (kesepakatan) ulama sejak dahulu. Baca itu Ensiklopedi ijma' (Maratibul Ijma’) karya Imam lbnu Hazm. Jadi ucapan JK menurut saya tidak usah digubris lah.

Lho mengapa tidak usah digubris, bukankah JK adalah ulil amri?

JK itu Wapres RI, bukan Ulil Amri. Ulil Amri itu salah satu syaratnya menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) untuk segala bidang kehidupan, sesuai QS. Al Baqarah: 208. Di indonesia, penerapan syariah Islam belum kaffah, baru parsial saja. Itu harus kita akui dengan jujur dan objektif []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 153, Juni-Juli 2015
---

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam