Doa
Istiftah
Ini adalah dzikir dan
doa yang diucapkan oleh mushalli sebagai
pembuka shalatnya setelah dia bertakbiratul
ihram dan sebelum membaca al-Fatihah. Hukumnya sunat yang sangat
dianjurkan. Beberapa bentuk do’a ini telah disebutkan oleh sejumlah riwayat, di
mana yang paling shahih sanadnya dan mudah menghafalnya adalah sebagai berikut:
“Ya Allah, jauhkan antara aku dengan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan
Timur dengan Barat. Ya Allah, bersihkan aku dari kesalahanku sebagaimana baju
putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah aku dari
kesalahanku dengan salju, air dan embun."
Dari Abu Hurairah ra.
ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. setelah bertakbir (takbiratul ihram)
dalam shalat maka Beliau Saw. diam sejenak sebelum Beliau membaca. Lalu aku
bertanya: ‘Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, apa yang engkau ucapkan
ketika engkau diam antara takbir dengan membaca itu?’ Beliau Saw. berkata: “Aku
mengucapkan: ‘Ya Allah, jauhkan antara aku dengan kesalahanku sebagaimana
Engkau menjauhkan Timur dengan Barat. Ya Allah, bersihkan aku dari kesalahanku
sebagaimana baju putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah
aku dari kesalahanku dengan salju, air dan embun." (HR. Muslim)
Jika memulai shalatnya
dengan dzikir berikut, maka baik juga: “Maha suci Engkau ya Allah, pujian hanya
untuk-Mu, maha sucilah nama-Mu, dan maha luhurlah keagungan-Mu, tidak ada tuhan
selain Engkau." Dari Abu Said al-Khudri ra. ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. jika memulai shalat Beliau mengucapkan: “Maha suci Engkau ya Allah, pujian
hanya untuk-Mu, maha sucilah nama-Mu dan maha luhurlah keagungan-Mu, tidak ada
tuhan selain Engkau.” (HR. Thabrani dalam kitab ad-Du’a)
‘Abdah ra. telah
meriwayatkan:
“Bahwasanya Umar bin
Khaththab menjahrkan kalimat-kalimat
berikut. Dia mengucapkan: “Maha suci Engkau ya Allah, pujian hanya untuk-Mu,
maha sucilah nama-Mu dan maha luhurlah keagungan-Mu, tidak ada tuhan selain
Engkau…” (Riwayat Muslim)
Dan jika beristiftah dengan kalimat berikut: “Allah
Mahabesar, dan sungguh Mahabesar, dan pujian bagi Allah dengan pujian yang
banyak, dan Mahasuci Allah di waktu pagi dan petang,” maka itu baik juga. Dari
Ibnu Umar ra. ia berkata:
“Ketika kami shalat
bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba seseorang dari kaum itu mengucapkan: ‘Allah
Maha Besar, dan sungguh Maha Besar, dan pujian bagi Allah dengan pujian yang
banyak, dan Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang.' Maka Rasulullah Saw. bertanya:
”Siapakah yang mengucapkan kalimat begini dan begini?” Seorang laki-laki dari
kaum itu berkata: ‘Aku wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda: “Aku sangat kagum
dengan kalimat itu, di mana pintu-pintu langit dibukakan untuknya.” Ibnu Umar
berkata: ‘Maka aku tidak meninggalkan kalimat tersebut sejak aku mendengar
Rasulullah Saw. mengucapkan hal itu.” (HR. Muslim)
Jika beristiftah dengan kalimat berikut ini, maka
bagus juga: “Ya Allah, penguasa Jibril, Mikail, dan Israfil, yang menciptakan
langit dan bumi, yang mengetahui yang tersembunyi dan yang nyata, Engkau
berkuasa atas hamba-Mu dalam apa yang mereka perselisihkan, maka tunjukilah aku
kebenaran yang mereka perselisihkan itu dengan idzin-Mu. Sesungguhnya Engkau
memberikan petunjuk pada siapa saja ke jalan yang lurus.” Dari Aisyah ra. ia
berkata:
“Adalah Nabi Saw. jika
bangun malam Beliau memulai shalatnya dengan: “Ya Allah, penguasa Jibril,
Mikail, dan Israfil, yang menciptakan langit dan bumi, yang mengetahui yang
tersembunyi dan yang nyata, Engkau berkuasa atas hamba-Mu dalam apa yang mereka
perselisihkan, maka tunjukilah aku kebenaran yang mereka perselisihkan itu
dengan idzin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk pada siapa saja ke
jalan yang lurus.” (HR. Muslim)
Dan jika seseorang
yang shalat secara munfarid memiliki
banyak waktu atau imam jamaah yang tidak khawatir terlalu lama dalam shalatnya,
maka dia memiliki kesempatan beristiftah
dengan doa yang lebih panjang, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan Ali bin Abi Thalib ra. dari Rasulullah Saw., bahwa jika Beliau
Saw. berdiri shalat, Beliau mengucapkan:
“Aku hadapkan wajahku
pada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan sebenarnya, dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku adalah milik Allah penguasa semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
untuk itulah aku diperintah dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Ya
Allah, Engkau-lah sang penguasa, tidak ada tuhan selain Engkau. Engkau tuhanku
dan aku adalah hamba-Mu, sungguh aku telah mendzalimi diriku dan aku akui
segala dosaku, maka ampunilah aku dari seluruh dosaku, karena sesungguhnya
tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Dan tunjukilah aku pada
akhlaq terbaik, di mana tidak ada yang bisa menunjukkan pada akhlaq terbaik
selain Engkau, dan palingkan aku dari akhlaq yang buruk di mana tidak ada yang
bisa memalingkan aku dari akhlaq yang buruk selain Engkau. Aku penuhi
panggilan-Mu ya Allah, dan aku patuhi perintah-Mu. Kebaikan seluruhnya berada
dalam genggaman-Mu, dan keburukan tidak bisa dialamatkan kepada-Mu. Aku hanya
dapat hidup dengan-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Maha Suci Engkau, maha luhur
Engkau, aku memohon ampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu." (HR. Muslim)
Doa istiftah itu
disunahkan bagi imam, makmum, dan orang yang shalat secara munfarid, baik dalam shalat fardhu ataupun
dalam shalat nafilah. Adapun imam dan
yang munfarid, maka mereka berdoa
istiftah setelah takbiratui ihram dan
sebelum membaca al-Fatihah. Bagi makmum, maka dia berdoa pula pada waktu
tersebut, tetapi dia harus memilih waktu diamnya imam dalam shalat jahriyah sebelum imam memulai membaca
al-Fatihah. Makmum tidak boleh beristiftah
ketika imam sedang membaca al-Fatihah. Seandainya imam tidak diam sejenak di
mana dia membaca al-Fatihah secara langsung setelah takbir, atau makmum sampai
di tempat shalat ketika imam sedang membaca al-Fatihah atau surat setelahnya,
maka waktu itu makmum tidak boleh melafalkan doa istiftah, karena ketika imam
membaca adalah wajib bagi makmum untuk diam dan mendengarkannya. Dari Abu
Hurairah ra. ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya imam itu
dijadikan untuk diikuti, jika dia bertakbir maka kalian bertakbirlah, dan jika
dia membaca maka kalian diamlah…" (HR. Ahmad)
Dari Abu Hurairah ra.:
“Bahwasanya Rasulullah
Saw. melaksanakan shalat dan Beliau menjahrkan
bacaan di dalamnya, kemudian Beliau menghadap orang-orang setelah selesai
bersalam, Beliau bertanya: “Apakah tadi salah seorang dari kalian ikut membaca
bersamaku?” Mereka berkata: ‘Ya wahai Rasulullah.’ Maka Beliau berkata:
“Sungguh aku katakan mengapa aku sampai harus tarik-menarik (direcoki) dalam
membaca aI-Qur’an?” Lalu orang-orang berhenti dari membaca al-Qur'an bersamaan
dengan Rasulullah Saw. dalam bacaan yang dijahrkan,
ketika mereka mendengar hal itu dari Rasulullah Saw.” (HR. Ahmad)
Allah Swt. berfirman:
“Dan apabila dibacakan
al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar
kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al-A’raf [7]: 204)
Sebagian besar sahabat
Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang
shalat (yang harus mendengar) bacaan imam mereka. Di antara mereka adalah
Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Mughaffal; semoga
Allah meridhai mereka semua.
Bacaan: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(artikel blog ini
tanpa sebagian tulisan arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar