KH
Hasyim Yahya, Ketua Yayasan Masjid Mujahidin Surabaya
Nashrullah
Datang saat Kegelisahan Umat Memuncak
KH Hasyim Yahya
merupakan sosok yang suka berlama-lama dengan para pemuda aktivis Islam
manapun. Ambok Hasyim adalah panggilan akrabnya, sebuah panggilan suku Bugis
(Sulawesi) yang bermakna buya, ayahanda atau semacamnya. Salah seorang perintis
Radio Suara Mujahidin dan generasi kedua Pengurus Masjid Mujahidin, pernah
berkenan hadir dan menyampaikan orasinya saat Tabligh Akbar di Taman Bungkul
yang diselenggarakan HTI DPD Surabaya pada awal tahun 2000-an.
“Dalam memenangkan
perjuangan Islam, faktor utamanya bukan faktor kemampuan kita para pejuang
Islam, tapi lebih pada pertolongan Allah SWT. Kita tidak bisa menyelesaikan
sendiri segala problematika umat yang membelit umat saat ini. Ketika umat
berada di puncak kegelisahannya terhadap serangan musuh-musuh Islam, justru
saat itu pertolongan Allah SWT akan datang. Seperti saat menjelang pecahnya G
30 S /PKI, umat Islam saat itu sangat gelisah dan bahkan tidak tahu makar yang
dilakukan PKI begitu sistematis dan nyaris sempurna. Tapi dengan nashrullah umat Islam di Indonesia selamat
dari komunisme.“ penjelasan Ambok Hasyim penuh semangat terkait dengan harapan
kepada generasi muda dan semua aktivis dakwah di manapun berada.
Ambok Hasyim menerima
Media Umat beberapa waktu lalu di ruang utama masjid Mujahidin seusai shalat
dzuhur. ditemani kursi rodanya yang setia menemani. Selain tinggal di sebrang
masjid Mujahidin di jalan Perak Timur, sebagian waktunya digunakan bermukim di
rumahnya di Mekkah Al Mukarramah, Saudi Arabia. []
Menerangi
Kawasan Hitam Surabaya Utara
Masjid
Mujahidin Surabaya
Pelabuhan Tanjung
Perak menjadi kawasan hitam karena subur dengan berbagai kemaksiatan seperti
perjudian prostitusi dan premanisme. Untuk menerangi atau paling tidak
mengurangi kepekatannya, para aktivis Islam pun mencoba mendakwahi mereka
dengan membangun masjid, Masjid Muhajahidin sebagai pusatnya.
”Meski di awal
pendirian masjid mendapatkan penolakan yang cukup kuat namun semakin lama
semakin mendapatkan tempat,” ujar Ketua Takmir Masjid Mujahidin Ustadz
Soegiharjo kepada Media Umat saat beranjangsana beberapa waktu lalu.
Dan untuk semakin
lebih mengembangkan dakwahnya, secara legal formal dibentuk Yayasan Masjid
Mujahidin Surabaya (05/03/1961) bertepatan dengan 17 Ramadhan 1380 H di depan
notaris Gusti Djohan dengan nomor 92/1961.
Lokasi Masjid
Mujahidin di kawasan pelabuhan Tanjung Perak Surabaya utara, tepatnya di Jl.
Raya Perak Timur 275. Sisi lain masjid juga menghadap ke Jl. Teluk Nibung dan
Jl. Teluk Aru. Suasana pelabuhan yang sibuk dengan bongkar muat penumpang kapal
laut, bongkar muat kargo peti kemas di pergudangan dan pelabuhan yang panas,
membuat Masjid Mujahidin seperti sebuah oase di padang gurun. Masjid ini
menaungi dan menyatukan berbagai suku yang hidup di daerah pelabuhan seperti
Banjar, Padang, Bugis selain Madura dan Jawa.
Nama 'mujahidin'
merupakan pemberian dari KH Abdul Ghaffar Ismail (ulama asal Pekalongan, Jawa
Tengah, ayahanda penyair Taufik Ismail) ketika pengajian pendirian masjid
(13/08/1954) di Gedung Al Irsyad jl. Danakarya kawasan Ampel Surabaya. Dari
pengajian tersebut terkumpullah infak jamaah dalam bentangan surban ulama Jatim
KH Bey Arifin sebesar Rp72.000 sebagai dana awal pembangunan masjid.
Peletakan batu pertama
(17/08/1954) pendirian masjid dilakukan oleh Kolonel M Nazir dan Kolonel
Soedirman, dengan disaksikan Gubernur Jatim saat itu, Samadikun, dan Walikota
Surabaya saat itu, R Mustadjab. Arah kiblat masjid dilakukan secara hati-hati
dan diklaim paling presisi saat itu. Dua tahun kemudian tahun 1956, masjid
mulai dapat digunakan untuk shalat berjamaah.
Hingga kini Masjid
Mujahidin menjadi salah satu masjid besar di Surabaya, selain Masjid Ampel di
Surabaya utara, Masjid Kemayoran di Surabaya pusat, Masjid Al Falah dan Masjid
Nasional Al Akbar di Surabaya selatan.
Kegiatan
Mujahidin
Program Yayasan Masjid
Mujahidin dibagi dalam beberapa bidang kegiatan, antara lain bidang pendidikan;
bidang dakwah dan pembinaan umat; bidang sarana dan usaha serta bidang sosial
dan layanan umat.
Bidang pendidikan
menaungi playgroup, Taman Kanak-Kanak, SD, SMP dan SMA Mujahidin. Semua sekolah
tersebut di kompleks Masjid Mujahidin. Bidang dakwah dan pembinaan umat
menyelenggarakan pengajian rutin bakda maghrib maupun kuliah shubuh, pengajian
ibu-ibu, remaja dan lain-lain. Da’i kondang mantan rocker Kang Hari Moekti dan
inspirator Islam Felix Siauw pernah menyampaikan pengajiannya di Masjid
Mujahidin.
Bidang sarana dan
usaha berkaitan dengan pemeliharaan dan pengadaan sarana fisik masjid, sekolah,
poliklinik, koperasi dan lain-lain. Selain di Perak Barat, Masjid Mujahidin dan
TK-SD Mujahidin juga dibangun di Klakah Rejo V/1, Griya Citra Asri, Benowo, Surabaya
Barat. Bidang Sosial dan layanan umat menangani pelayanan jenazah dan mobil
jenazah, poliklinik, LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang bernama Lembaga Amal
Mujahidin, Selain itu, Masjid Mujahidin pun menjadikan radio sebagai sarana
dakwahnya. Maka Radio Suara Perak Jaya pun menjadi satu bagian yang integral
dengan keberadaan Masjid Mujahidin. Radio dakwah terkemuka pada dekade
1970-1990-an berada pada frekuensi AM 1188 Khz dengan slogan 'Bersiar untuk
Bersyi'ar'. Radio yang bernama awal Radio Suara Mujahidin dan pernah menjadi
kebanggaan keluarga Muslim Surabaya mengudara pertama kali (23/03/1968) pukul
14.00, hanya bermodalkan pemancar radio mini, sebuah travo, menara radio dan
beberapa kabel semrawut. Sinyal pertama mengudara di frekuensi short wave (SW).
Dengan kreativitas
teknisi radio Ustadz Baabdullah, jangkauan siaran Radio Suara Mujahidin sampai
Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, bahkan pernah sampai Malaysia dan Irian
Jaya. Untuk menunjang keabsahannya, dibuatlah badan hukum dengan nama Perkumpulan
Radio Suara Mujahidin pada Mei 1971. Tahun 1973 terbit peraturan pemerintah
yang melarang yayasan atau masjid memiliki radio. Untuk menyesuaikannya,
diubahlah badan hukumnya menjadi Radio Perkumpulan Mahasiswa PTDI (Pendidikan
Tinggi Dakwah Islam) yang menginduk ke PTDI Jakarta. Perubahan nama menjadi
radio SPJ (Suara Perak Jaya) dilakukan (25/04/1998) karena adanya regulasi
pelarangan penggunaan istilah asing 'mujahidin'.
Beberapa penyiar
pionir militan pada awal radio Suara Mujahidin di antaranya Hasyim Yahya dan
Saleh Yahya bersaudara, Muhammadong, Yoenoes Mustafa, Slamet Agus Sahisnu dan
Zainal Abidin Tamin. Semua penyiar tersebut saat ini sudah sepuh dan menjadi
tokoh-tokoh yang disegani di kancah dakwah di Surabaya. Beberapa narasumber
yang pernah menyampaikan materi-materi dakwah melalui radio Suara
Mujahidin/PTDI/SPJ antara lain KH Abdul Ghaffar Ismail, KH Bey Arifin, KH
Khalid Abri, KH Khasun, KH Hanif Adzhar dan lain-lain.
Meskipun saat ini
media massa sudah diramaikan dengan radio FM, televisi, internet dengan
penggunaan berbagai aplikasi media sosial, Radio Mujahidin tetap mengendap
dalam kenangan pendengarnya pada era kelayaannya. []
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 169, Maret 2016
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar