Sekolah
Islam Terpadu (SIT) Insantama, Bogor, Jawa Barat
Santri Islamic
Boarding School (IBS) Insantama segera bangun begitu mendengar lantunan
ayat-ayat suci Al-Qur’an yang memecah kesunyian sepertiga akhir malam. Bagi
mereka suara merdu yang diputar keras-keras melalui speaker tersebut merupakan
pertanda aktivitas segera dimulai.
Untuk memastikan
semuanya bangun, tim OSIS bertugas keliling memeriksa ghurfah (kamar) santri. “Ayo bangun, sudah jam setengah
empat!" ujar petugas kepada salah seorang santri yang berat untuk membuka
mata. "Sebentar lagi masih ngantuk nih...," jawab santri yang
membandel sambil nguliat (bergeliat
tetapi untuk cari posisi lebih enak untuk tidur).
"Saya mintakan
muaddib untuk bukakan matanya ya...,” jawab petugas. Mendengar kata mau
dibangunkan oleh ustadz pembina dan pengontrol santri, rasa lengket di mata
langsung hilang, santripun bergegas bersuci untuk shalat tahajud.
Meski ada yang qiyamul lail di ghurfah, tapi lebih banyak
yang melakukannya di aula sambil menunggu waktu shubuh tiba. Pada Senin dan
Kamis, usai tahajud mereka makan sahur dulu sebelum shubuh berjamaah. Sambil
menunggu adzan subuh, sebagian santri ada yang membaca Al-Qur’an, namun ada
juga yang duduk telungkup karena tertidur.
Usai dzkir dan do'a
bakda subuh, biasanya tim OSIS membacakan beberapa kosakata berbahasa Arab dan
Inggris di hadapan seluruh santri untuk mereka hafalkan di hari itu. Kemudian
para santri ini bergegas menuju kelasnya masing-masing untuk mengikuti taklim.
Sebagian santri ada yang bertugas merapikan aula. Sementara tim OSIS
berkeliling asrama memastikan seluruh santri mengikuti taklim.
Sekitar 45 menit
kemudian ta'lim pun selesai. Para santri kembali ke kamarnya masing-masing
untuk menjalankan piket yang sudah terjadwal. Sebagian ada yang piket mengantar
baju kotor ke penatu (laundry), ada yang merapikan baju-baju mereka yang
menggantung, merapikan handuk, membuang sampah, mengepel, mengganti air minum
galon dan sebagainya. Sementara yang lain, ada juga di antaranya yang sarapan,
mandi, atau sekadar duduk-duduk sambil menunggu antrian di kamar mandi.
Setelah selesai
melaksanakan tugasnya, mereka bergegas untuk sarapan dan bersiap-siap sekolah.
Maksimal pukul 07.15, para santri ini harus meninggalkan asrama, sebab jika
telat maka mereka akan terkunci di dalam asrama.
Selepas ashar para
santri ini harus sudah kembali ke asrama. Ada waktu luang sekitar satu jam bagi
mereka untuk istirahat sebelum melanjutkan program asrama. Namun, waktu
istirahat inipun seringkali digunakan para santri untuk mengikuti kajian
intensif (mentoring), latihan bela diri, mengerjakan tugas atau bermain sepak
bola.
Tepat pukul 5 sore
para santri diumumkan untuk mandi dan makan malam. Kemudian 15 menit sebelum
masuk maghrib, para santri harus sudah ada di aula untuk bersama-sama
membiasakan membaca dzikir-dzikir petang, al-ma'tsurat.
Selepas shalat maghrib muaddib mengumumkan hasil pemeriksaan kamar pada hari
itu. Jika ternyata kamarnya belum rapi atau kotor, maka seluruh anggota kamar
mendapat hukuman dengan dibanding. Kecuaii Senin dan Kamis, setelah pengumuman
kamar, para santri bergegas menuju kelasnya masing masing, untuk memperbaiki
bacaan Al-Qur’an serta menambah hafalannya.
Para santri dibagi
menjadi tiga kelompok besar; tahsin, qira'ah dan tahfidz. Shalat isya sengaja
agak dimundurkan supaya kegiatan tahsin, qira'ah dan tahfidz ini bisa lebih
leluasa dituntaskan. Setelah shalat isya, secara bergilir setiap santri, ikhwan
akhwat, tampil menyampaikan ceramah di hadapan seluruh santri. Baru setelah itu
mereka boleh kembali ke asrama untuk belajar atau istirahat. Pukul 10 malam
para santri diharuskan untuk segera tidur. Bagi mereka yang menggunakan laptop,
harus menyimpan laptopnya di kantor boarding. Ada sanksi bagi yang sengaja
menyimpan laptop tanpa izin khusus.
Malam
Muhasabah
Beberapa santri
langsung berdiri setelah muaddib bertanya, "Siapa di antara Antum yang
hari ini kembali ke asrama lebih dari pukul 05.00 sore, silakan berdiri!”
Setelah ditanya satu persatu alasannya, merekapun dipersilakan duduk kembali.
Tidak hanya satu
pertanyaan, muaddib kemudian mengajukan beberapa pertanyaan lainnya terkait
dengan beberapa pelanggaran yang dilakukan santri selama sepekan terakhir. Di
antaranya terkait dengan perkataan kasar, ghasab
(memanfaatkan hak milik orang lain tanpa izin), tidur larut malam dan keluar
tanpa izin. Tidak lupa, semua santri yang berdiri itu dicatat bersama jenis
pelanggarannya dalam buku khusus untuk direkap oleh wakil mudir bidang
kesiswaan.
Begitulah suasana
malam Yaumul Muhasabah, acara pekanan boarding yang wajib diikuti oleh seluruh
santri baik ikhwan maupun akhwat di lokasi terpisah. Ikhwan di auditorium
utama, akhwat di aula SD.
Kegiatan ini tergolong
penting karena mendidik santri agar berani mengakui kesalahan dirinya. Berani
mengakui kesalahan merupakan bentuk dari sikap berani bertanggung jawab
terhadap apa yang sudah dilakukan untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Di
samping itu, acara ini juga sebagai wahana untuk menanamkan sikap kejujuran
dalam diri, mengingat laporan pelanggaran yang dilakukan santri bukan atas
dasar persaksian orang lain, akan tetapi berdasarkan pengakuan dari diri
sendiri.
Selain itu, sebulan
sekali, santri mengikuti berbagai training di antaranya adalah merawat jenazah,
retorika dakwah, manasik haji dan umrah, tibbun nabawi, marawis dan
entrepreneurship.
Boarding ini berdiri
sejak tahun 2010, bersamaan dengan berdirinya SMAIT Insantama. Di atas tanah
sekitar 8.000 meter persegi tersebut terdapat fasilitas berupa asrama ikhwan
dan akhwat yang terpisah, auditorium Insantama, laboratorium bahasa dan komputer,
lapangan basket dan bulutangkis, GOR khusus akhwat, lapangan bermain dan
internet hotspot.
Pada 2015, santri
boarding berjumlah 363 orang (189 ikhwan dan 174 akhwat), Mereka berasal dan
seluruh siswa-siswi SMA (wajib) dan siswa-siswi SMP optional. []
Ustadz
Muhibbuddin Abdul Aziz, Mudir IBS Insantama
Mantapkan
Kepribadian liengan Boarding
Menurut Mudir Islamic
Boarding School (IBS) Insantama Ustadz Muhibbuddin Abdul Aziz, IBS merupakan
bagian yang saling terkait dan tidak terpisahkan dalam mewujudkan dan
mengimplementasikan konsep pendidikan khas Sekolah Islam Terpadu (SIT)
Insantama yang berbasis pada keterpaduan tiga komponen utama.
“Ketiga komponen
tersebut yakni pemantapan kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah); tsaqafah
Islam dan ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan),” ujar alumnus Pondok
pesantren At-Tanwir, Sumberrejo, Bojonegoro, Jawa Timur tersebut kepada Media
Umat beberapa waktu Ialu.
Ia juga menyatakan
sekolah berfungsi untuk mengintroduksikan kurikulum pendidikan secara formal
sesuai dengan jenjang yang ada. Sedangkan boarding merupakan sarana di luar
sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan formal. “Sikap
disiplin, kemandirian, kepemimpinan dan tanggung jawab dapat diciptakan dalam
kehidupan boarding,” ungkap sarjana Al-Ahwalul Syakhsiyah STAI Al-Hidayah
Bogor.
Menurut lelaki
kelahiran Bejonegoro 1 Oktober 1975, adanya boarding merupakan salah satu upaya
yang dilakukan Insantama agar siswa-siswi lebih terkondlsi dengan lingkungan
sekolah melalui pembinaan kepribadiannya yang mencakup pola pikir dan pola
sikap yang Islami dari para tenaga pendidik sepanjang waktu.“ []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 164, Desember 2015
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar