Stop
Freeport Now!
PT Freeport lndonesia
mendapat "angin surga". Dari mana lagi kalau bukan dari pemerintah
Indonesia. Perusahaaan yang mengeruk kekayaan alam Papua lebih dari 40 tahun
itu bisa bernafas lega karena mereka akan diberi konsesi 20 tahun lagi setelah
masanya berakhir 2021 nanti.
Inilah yang selama ini
dinantikan oleh bos Freeport, James R Moffett atau yang biasa dipanggil Jim
Bob. Begitu ia mendapat kiriman surat dari Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Sudirman Said tertanggal 7 Oktober 2015, perusahaan itu langsung
mengumumkan kepada publik ihwal perpanjangan kontrak karya pasca 2021.
Yah, selama ini memang
posisi kontrak karya Freeport belum aman. Selain karena peraturan
perundang-undangan khususnya UU tentang Mineral dan Batubara yang menetapkan
pembahasan tentang perpanjangan kontrak karya dilakukan pada dua tahun sebelum
kontrak karya berakhir yaitu tahun 2019, perusahaan itu banyak melakukan
pelanggaran. Mulai dari ngemplong royalti selama tiga tahun, pembagian saham
kepada pemerintah yang tak terwujud, hingga gagal membangun smelter/pabrik
pemurnian.
Anehnya, justru rezim
Jokowi bisa menerima itu semua. Bukan sebagai sebuah kesalahan, tapi sebuah
pemakluman. Bahkan dalam surat terakhir kepada Freeport yang luar biasa -karena
dibuat dalam hari yang sama oleh Menteri ESDM- pemerintah menjanjikan perubahan
peraturan yang ada untuk menyesuaikan dengan keinginan Freeport memperpanjang
kontrak karyanya.
Siapa di balik semua
itu? Sudirman Said? Tidak. Meski Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli
menyebut koleganya itu keblinger karena memperpanjang kontrak karya secara
tidak langsung, Sudirman menegaskan surat tersebut sesuai dengan arahan bosnya.
Tidak lain adalah Presiden Joko Widodo.
Lho, bukankah selama
ini Jokowi mengaku bahwa tidak akan memperpanjang kontrak karya Freeport
sebelum waktunya yakni 2019? Di berbagai kesempatan Jokowi selama ini bilang
bahwa perpanjangan akan dibicarakan nanti 2019.
Tapi fakta bicara.
Memang, belum ada naskah resmi perpanjangan. Tapi dengan adanya surat Sudirman
Said itu, nyata adanya sebuah jaminan dari pemerintah akan adanya perpanjangan
kontrak karya itu. Moffett menyebutnya ini sebagai: assurance.
Ada apa di balik semua
ini? Mengapa Presiden Jokowi menjamin akan memberikan perpanjangan kontrak? Apa
yang membuat pemerintah takluk kepada Freeport? Seberapa kuatkah Freeport dalam
konstelasi politik sehingga mampu menekan negara? Itu semua akan terjawab
dengan melihat berbagai manuver yang dilakukan kedua belah pihak.
Buah
Kapitalisme
Drama jaminan adanya
perpanjangan kontrak karya bagi Freeport menjadi catatan penting tentang sebuah
negara yang mendasari prinsip hidupnya berdasarkan sistem kapitalisme. Semua
hal tertunduk pada kepentingan kapitalis. Bahkan hukum dan peraturan pun dibuat
sesuai dengan kepentingan para perampok kekayaan rakyat ini.
Sekali lagi, sistem
kapitalisme yang didukung dengan sistem politik demokrasi ini, sama sekali
menjauhkan kepentingan rakyat. Kedaulatan ekonomi yang digembar-gemborkan oleh
rezim penguasa ternyata hanya basa-basi.
Para penguasa
berkolaborasi dengan pengusaha, mengeruk kekayaan alam milik rakyat atas nama
peraturan. Semuanya dibuat legal. Aturan tinggal diutak-atik. Opini tinggal
diarahkan. Perlawanan tinggal dipadamkan, dengan menggunakan alat negara.
Kasus Freeport ini
menunjukkan kesekian kalinya betapa negeri ini masih di bawah bayang-bayang
negara lain, atau istilah yang agak kasarnya masih terjajah. Para penguasa dan
pejabatnya ibarat demang-demang di masa penjajahan yang tunduk kepada para
tuan/majikannya. Sementara posisi rakyat tetap, sebagai pelengkap penderita.
Mewujudkan
Kemandirian
Walhasil, selama
sistem negeri ini tetap seperti ini, sampai kapanpun Indonesia akan berada
dalam kungkungan asing. Negara ini telah dikunci oleh asing dengan
aturan-aturan yang mereka buat sehingga tak bisa berkutik.
Maka jalan
satu-satunya adalah melepaskan diri dari jerat/jebakan asing tersebut. Caranya
dengan memunculkan keberanian bagi seluruh rakyat, tentu harus diawali oleh
para elite kekuasaan. Tapi tak cukup berani, harus berani mengubah ideologi
asing yang bercokol saat ini. Tidak ada pilihan lain kecuali mengubahnya dengan
ideologi dan sistem Islam. Inilah pilihan logis itu.
Hanya dengan perubahan
sistem inilah, kemandirian akan terwujud. Cita-cita rakyat akan tercapai.
Bagaimana tidak? Semua yang berlaku sekarang akan berubah total seiring
perubahan sistem dengan Islam.
Islam mengharamkan
kekayaan alam diserahkan kepada swasta, apalagi asing. Dari sini saja sudah
terbayang apa yang akan terjadi. Maka, sudah bisa dihitung pendapatan yang akan
didapatkan oleh negeri ini jika negara yang menguasai dan mengelola kekayaan alam
di tanah Papua.
Lebih dari itu,
keberkahan akan muncul dari langit dan bumi manakala semua itu dilaksanakan
atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT. Allah akan bukakan lagi pintu-pintu
keberkahan lainnya, yang bisa jadi lebih banyak lagi. Rakyat akan kian
sejahtera.
Maka, secara akidah
dan empiris, sebenarnya tidak ada jalan bagi Freeport untuk terus bercokol di
negeri ini. Cukup sudah mereka mengeruk kekayaan alam negeri ini! Cukup sudah
rakyat negeri ini menjadi tikus yang mati di lumbung padi! Cukup sudah negara melayani
tuan-tuan penjajah!
Sudah saatnya negara
bangkit dan mengambil alihnya demi kemaslahatan rakyat! Saatnya rakyat bangkit
menuntut penerapan Islam secara kaffah guna mengatur negeri ini! Stop Freeport!
[]
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 161, Nopember 2015
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar