Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 20 Mei 2017

Ekonomi Di Bawah Jokowi, Ngeri!


muslimin tertindas
Menteri-menteri yang terkait dengan barang kebutuhan pokok rakyat terus mondar-mandir ke Istana Negara. Wajah Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri Perindustrian Saleh Husin, dan Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga terkadang terlihat serius sehingga tak mau melayani wawancara wartawan.

Yah, pemerintah lagi bingung menghadapi lonjakan harga kebutuhan pokok yang melejit cukup tinggi. Kenaikan itu sendiri tidak biasa. Mengapa? Karena biasanya baru ada kenaikan harga kebutuhan pokok bila dekat-dekat Lebaran. Tapi kali ini, Ramadhan belum tiba tapi harga sudah merangkak naik.

Padahal permintaan terhadap sembilan bahan pokok (sembako) dan kebutuhan lainnya tergolong tetap alias stagnan, belum ada lonjakan yang tinggi. Namun kenapa, kenaikan harganya begitu tinggi.

Yang paling terlihat adalah harga daging sapi. Harga daging ini tiba-tiba menembus Rp130.000 per kg. Para pedagang di pasar pun mengeluh, terlebih lagi konsumen. Demikian juga daging serta telur ayam. Kenaikan juga pada bawang merah, cabai, wortel, minyak goreng, dan gula pasir.

Dalam kondisi seperti ini, Jokowi menginstruksikan agar para menterinya segera mengambil kebijakan untuk menurunkan harga-harga itu. Khusus untuk daging, Jokowi bahkan mematok harga daging harus sampai Rp80.000 per kg. Inilah mengapa mereka bolak-balik ke istana.

Pemerintah mengakui ada mafia yang memainkan harga pangan di pasar. Selain itu, menurut pemerintah, rantai distribusi dinilai terlalu panjang. Para menteri dititahkan Jokowi mencari solusi soal ini. "Harapannya adalah bagaimana harga di tingkat petani bisa menguntungkan. Kemudian di tingkat pengusaha juga menguntungkan, tetapi konsumennya tersenyum. Memang butuh waktu tidak bisa selesai hanya sehari dua hari. Ini butuh waktu karena persoalan puluhan tahun yang harus kita selesaikan," kata Mentan.

Maka langkah yang terlihat di lapangan adalah operasi pasar. Pemerintah katanya menggelar operasi pasar di 4.000 titik di seluruh Indonesia pada Ahad (12/6/2016). Harapannya, dengan operasi pasar itu akan membanjiri pasar dengan produk/komoditas sejenis agar harga produk/komoditas bisa turun. Berhasilkah? Belum.

Di samping itu, pemerintah membuka kran impor baik daging sapi, beras, dan bawang merah. Ini jadi masalah sendiri karena justru menghancurkan harga di tingkat produsen. Yang diuntungkan malah para importir yang notabene pengusaha besar. Siapa mereka? Mereka yang dekat kekuasaan.

Pengamat ekonomi dari INDEF Enny Sri Hartati menilai pemerintah tak memiliki konsep yang jelas dalam mengelola negara. Kenaikan harga pangan, menurutnya, bukanlah sesuatu yang tiba-tiba tapi sudah berlangsung tiap tahun. Tidak ada antisipasi.

Tak mengherankan, pemerintah terlihat seperti menggunakan jurus mabuk ketika menghadapi permasalahan baru. Apatah lagi, sebelum kampanye, Jokowi sudah kadung janji macam-macam. Janji tidak akan impor daging. Tidak akan menambah utang luar negeri. Akan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Akan menurunkan harga sembako. Dan sebagainya.

Pengamat ekonomi politik Salamuddin Daeng menilai, satu pilar ekonomi pemerintahan Jokowi sudah roboh, yakni sumber pembiayaan negara dan pemerintahan. Penyebabnya adalah penerimaan negara dari pajak dan non pajak yang jatuh semakin dalam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. APBN gagal mencapai target. Pajak seret, sementara sumber daya alam sudah ada di tangan asing.

Sektor keuangan secara keseluruhan pada era pemerintahan Jokowi menghadapi masalah yang sangat serius. Mengapa? Ini dikarenakan utang pemerintah dan swasta yang semakin besar baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Walhasil, saat ini rakyat dibebani kenaikan harga yang tinggi, termasuk kenaikan tarif listrik 140 persen bagi pelanggan rumah tangga 900 VA pada 1 Juli 2016, dan dibebani beban utang yang berkepanjangan. Ketika utang negara naik, bukankah nanti rakyat yang akan membayarnya?

Dan kenaikan harga-harga ini biasanya akan berdampak panjang. Sangat sulit untuk turun lagi. Inilah yang akan mengakibatkan beban rakyat bertambah. Tidak hanya pada masa sekarang tapi juga berikutnya dengan beban utang yang harus dibayar penduduk negeri.

Berpangkal pada Liberalisme

Situasi ekonomi Indonesia tidak lepas dari penerapan sistem ekonomi liberal. Neoliberalisme yang diambil sebagai prinsip kebijakan negara dalam mengatur urusan masyarakat ini hanya menguntungkan pihak tertentu yakni para pemilik modal alias kapitalis saja. Dan itu jumlahnya sangat sedikit.

Sementara rakyat hanya menjadi pelengkap penderita. Rakyat menjadi obyek eksploitasi mereka. Mereka ibarat tikus yang sengsara di lumbung padi. Tak bisa hidup enak di tengah jumlah makanan yang berlimpah.

Ini terjadi karena sang pengatur rumah justru memberikannya kepada tamu asing dan sekelompok orang tertentu yang sudah membiayai dirinya untuk sampai kepada kekuasaan. Siapa mereka? Mereka adalah Asing dan Aseng, sementara para penguasa itu adalah Asong, yang menjual kekuasaannya kepada asing dan aseng tersebut.

Padahal, sistem neoliberalisme ini sendiri adalah sistem yang batil. Di Barat sistem ini terbukti kerusakannya. Sekarang mulai digugat oleh rakyat mereka sendiri. Beberapa negara Barat sudah menyatakan bangkrut akibat kapitalisme-liberalisme ini. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) telah mengeluarkan pernyataan bahwa liberalisme telah gagal.

Tapi anehnya, Indonesia justru memegang erat sistem bukan-Islam ini dan membelanya mati-matian. Maka, mempertahankan sistem ini sudah pasti dapat dibaca arahnya. Kehancuran ekonomi! Ngeri! Kalau sudah begitu, Barat -sebagai pengarahnya- pasti akan lepas tangan.
Oleh karena itu, sikap yang cerdas adalah meninggalkan sistem ini dan membuangnya jauh-jauh. Bukankah ada sistem yang lebih baik? Ya, itulah sistem Islam. Dengan itu, negeri ini akan mendapat keberkahan dari Allah SWT. Bukankah itu yang kita harapkan? []

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 176, Juni-Juli 2016
---

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam