Upaya menyudutkan
Islam sangat terasa dalam pemberitaan media-media seperti Kompas, Tempo, BBC
atau VOA. Media-media yang dikenal sebagai corong sekulerisme, menerkam apa
saja, yang bisa digunakan untuk menyerang Islam. Seperti perjuangan menerapkan
syariah Islam, larangan miras, kecaman terhadap LGBT, penerapan sebagian
syariah Islam di Aceh, termasuk perda-perda yang dicap oleh mereka sebagai
perda syariah.
Serangan terkadang
dilakukan secara vulgar, sering kali secara halus. Tapi, siapapun yang membaca,
bisa paham bahwa itu adalah serangan terhadap Islam, langsung atau tidak
langsung. Kasus-kasus yang ada hanya sekadar perantara. Sebagai contoh,
siapapun paham, larangan membuka rumah makan secara terbuka, tidak bisa
dipisahkan dari aspirasi umat Islam untuk menghormati bulan Ramadhan. Tidak
membiarkan tempat-tempat maksiat, termasuk membiarkan orang-orang Islam makan
secara bebas di siang hari di bulan Ramadhan tanpa alasan syar'i yang
membolehkannya. Aspirasi ini kemudian tertuang dalam perda-perda yang dicap
kelompok liberal sebagai perda syariah.
Meskipun seolah hanya
menyoal perda yang melarang membuka rumah makan secara terbuka di bulan
Ramadhan, jelas media-media liberal membawa misi penting dalam opini yang
mereka bangun.
Pertama, stigma
negatif terhadap syariah Islam. Ingin dibangun opini, begitulah kalau aspirasi
Islam diikuti, rakyat kecil akan menjadi korban. Untuk menimbulkan simpati
massa, media seperti Kompas, mem-blow up
sisi kemanusiaan dari pemilik warung yang menangis saat dipaksa untuk menutup
warungnya.
Kedua, ide
sekulerisme. Dibangun opini, aturan agama seharusnya tidak menjadi aturan
negara. Termasuk aspirasi yang berdasarkan agama, berbahaya kalau menjadi hukum
positif, bertentangan dengan kemajemukan yang ada di masyarakat.
Ketiga, pemberitaan
media massa juga sarat dengan sosialisasi ide liberalisme yang intinya tidak
mau diatur oleh agama. Masalah ketaatan kepada agama diserahkan kepada pribadi
masing-masing. Mau taat atau tidak adalah pilihan masing-masing. Karenanya negara
tidak boleh campur tangan.
Untuk itu kita perlu
menegaskan, berbagai serangan terhadap ajaran Islam belakang ini, semakin
menunjukkan bahwa ide-ide sekulerisme, liberalisme, HAM, adalah ide yang
berseberangan dengan Islam dan berbahaya. Ide-ide ini menyebabkan umat Islam
akan semakin jauh dari syariah lslam. Terbukti, ide-ide inilah yang menjadi
dasar penolakan terhadap syariah Islam. Karena itu umat Islam harus tegas
menolak ide-ide ini.
Dalam Islam tidak
dikenal sekulerisme. Umat Islam justru harus menerapkan syariah Islam dalam
seluruh aspek kehidupannya. Bukan hanya individu, tapi juga politik, sosial,
pendidikan, hukum, dan kenegaraan. Karena itu, peran negara yang berdasarkan
syariah Islam sangatlah penting, agar syariah Islam bisa diterapkan secara
totalitas. Negara dan Islam adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Islam juga
bertentangan dengan paham liberalisme. Dalam Islam, setiap Muslim, wajib
terikat pada syariah Islam kapanpun, di manapun, dalam aspek apapun. Karenanya,
apapun yang wajib harus dilakukan, apapun yang haram harus ditinggalkan. Setiap
Muslim akan dituntut pertanggungjawaban oleh Allah SWT tentang keterikatan
mereka terhadap syariah Islam.
Kewajiban shalat,
shaum di bulan Ramadhan, menutup aurat, dan kewajiban-kewajiban lain dalam
Islam, pelaksanaannya bukanlah berdasarkan suka atau tidak suka, ikhlas atau
tidak ikhlas. Yang namanya wajib tetap wajib dilakukan, mau suka atau tidak
ikhlas. Meskipun pengguna kerudung dan jilbab tidak ikhlas, tetap saja hukumnya
wajib. Negara dalam hal ini berperan menjamin dan menjaga agar seluruh syariah
Islam bisa diterapkan. Hukum rajam bagi pezina misalnya, tetap harus dilakukan
oleh negara, meskipun pezina itu tidak ikhlas diberikan sanksi. Tugas negara
Islam dalam hal ini adalah menegakkan hukum Islam.
Kita perlu juga
tegaskan, problem mendasar dari perda-perda yang dicap syariah Islam itu adalah
karena diterapkan sebagian-sebagian. Aturan Islam tidak diterapkan dalam
seluruh aspek kehidupan atau tidak diberlakukan sama kepada setiap pihak.
Negara yang berdasarkan syariah Islam, tentu bukan hanya melarang warung-warung
buka di siang hari di bulan Ramadhan, bukan pula berlaku hanya untuk warung
kecil, tapi rumah makan besar.
Syariah Islam juga
mewajibkan negara menyejahterakan rakyatnya secara ekonomi. Karena itu negara
khilafah wajib menjamin kebutuhan sandang, pangan, dan papan dari setiap
individu rakyat. Pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan, wajib gratis
karena merupakan tanggung jawab negara Islam. Karena itu, tidak ada alasan
seseorang melakukan kemaksiatan dengan alasan ekonomi.
Hal ini juga terkait
dengan pengelolaan kekayaan alam sebagai sumber pendapatan negara. Berdasarkan
syariah Islam, barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah adalah milik
rakyat, yang dikelola untuk kepentingan rakyat. Tidak boleh diberikan kepada
swasta. Hal ini jelas akan menjadi sumber pendapatan negara khilafah yang besar
untuk melayani kebutuhan rakyat.
Semua ini ditopang
dengan pendidikan yang berdasarkan Islam. Setiap rakyat diberikan edukasi agar
taat kepada hukum Allah SWT, memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Sehingga
akan muncul ketakwaan dari rakyat secara total. Lagi-lagi peran negara khilafah
sangat penting untuk menerapkan kebijakan pendidikan Islam.
Walhasil, seluruh
syariah Islam itu hanya bisa terwujud kalau di tengah-tengah umat terdapat
negara khilafah. Dengan penerapan syariah Islam secara totalitas inilah, Islam
akan bisa dirasakan sebagai rahmatan lil alamin,
menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Inilah wujud takwa sesungguhnya. Taat
dan takut kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Inilah yang diharapkan
dari Ramadhan kita. Allahu Akbar. []
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 176, Juni-Juli 2016
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar