Pernahkah Anda
berpikir, kenapa paham komunis bisa berkembang di negeri ini? Jawabannya,
karena negara ini melaksanakan paham sekularisme, memisahkan agama dari
kehidupan.
Banyak orang tidak
sadar bahwa sekularisasi sebenarnya telah terjadi di Indonesia. Hanya saja,
proses sekularisasi belum sepenuhnya berlangsung. Ini karena masyarakat masih
belum bisa meninggalkan spirit agamanya dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Dalam kondisi seperti ini saja, kerusakan telah terjadi di mana-mana.
Secara politik, apatah
jadinya jika agama dipisahkan dari aktivitas kehidupan masyarakat sama sekali
dan agama hanya dikerangkeng di tempat ibadah. Seperti yang disampaikan oleh
mantan Ketua MPR Amien Rais, "Kalau politik dipisahkan dari agama, politik
menjadi kering dari nilai-nilai kebaikan, akan jadi beringas, akan jadi
eksploitatif.”
Wakil Ketua Dewan
Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof KH Didin Hafiduddin menyatakan,
memisahkan agama dalam bidang politik adalah sama dengan membiarkan politik
machiavelis yang menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan. Segala
cara boleh dilakukan, terlepas dari nilai-nilai agama. "Sekularisme sangat
membahayakan kehidupan bangsa dan negara,” jelas Didin.
Fakta menunjukkan,
politik yang lepas dari nilai agama menghasilkan penguasa yang duduk di
kekuasaan hanya sekadar mencari kekuasaan demi kepentingan yang sempit.
”Makanya, tidak ada itu menegakkan nilai-nilai Islam. Bahkan, perjuangan Islam
justru dihambat dan tokohnya dikriminalisasi,” kata jubir Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) M. Ismail Yusanto.
Secara lebih jauh,
politik tanpa landasan agama ini menghasilkan berbagai perundang-undangan yang
jauh atau sengaja menjauh dari agama. Pertimbangan benar dan salah oleh para
politikus hanya didasari oleh hawa nafsu mereka. Kasus pengesahan Perppu Ormas menjadi
UU pada Selasa (24/10/2017) lalu menjadi bukti. Dan ketika terjadi perbedaan
pendapat, pemutusnya adalah pemungutan suara (voting). Siapa yang suaranya
terbanyak, merekalah yang menang. Maka, aturan yang diterapkan adalah aturan
milik peraih suara terbanyak. Apakah aturan itu benar? Nanti dulu. Tidak ada
pertimbangan itu.
Jangan heran jika
berbagai produk perundang-undangan yang sedang berlaku sekarang terbukti bukan
untuk kepentingan kemaslahatan Umat. Yang lebih parah lagi, konsep
perundang-undangan itu dibuat oleh asing. Dan itu diakui sendiri oleh anggota
parlemen. Jumlahnya bukan satu atau dua, tapi puluhan bahkan lebih. Sudah bisa
diduga ke mana arah perundang-undangan itu dibuat. Bahkan Wakil Ketua DPR Fahri
Hamzah menyebut keluarnya Perppu Ormas adalah pesanan asing.
Ekonomi dan Budaya
Secara ekonomi, ide
sekulerisme ini menghasilkan tatanan ekonomi yang kapitalistik-liberal.
Kegiatan ekonomi digerakkan sekadar demi meraih perolehan materi tanpa
memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan Islam atau tidak.
"Makanya riba dihalalkan. Kalau sekarang ada bank syariah, itu terjadi
setelah 19 tahun diperjuangkan. Itu pun tetap menjadi subordinat dari sistem
perbankan konvensional,“ kata Ismail.
Para pemilik modal
besar menguasai kekayaan alam milik rakyat dan ikut mengarahkan kebijakan
ekonomi negara dan mendapat legalitas negara. Bahkan Sekarang terjun langsung
ke dunia politik untuk bisa mengambil kebijakan sendiri demi kepentingan
bisnisnya.
Lihat bagaimana
reklamasi Teluk Jakarta yang begitu mulusnya berlangsung meskipun menabrak
berbagai aturan perundang-undangan. Demikian pula, bagaimana PT Freeport bisa
mendikte pemerintah agar tetap bisa mempertahankan hak konsesinya hingga 2041.
Juga bagaimana proyek ambisius Meikarta melenggang meski banyak aturan tak
diindahkan. Danyang lainnya.
Sementara rakyat yang
jumlahnya mayoritas berada dalam kondisi ekonomi tertindas. Tak heran, jurang
pemisah antara si kaya dan si papa, menganga.
Para pebisnis pun
dibebaskan berusaha. Halal-haram tak boleh jadi pertimbangan. Lahirlah
bisnis-bisnis yang justru menghancurkan rakyat dan menebarkan penyakit di
tengah masyarakat yang agamis. Fakta menuniukkan, Indonesia menjadi salah satu
pasar narkoba besar. Bahkan negara sendiri mengakui saat ini darurat narkoba.
Negeri ini pun menjadi pasar pornografi yang sangat besar di dunia. Film-film
Barat yang bertentangan dengan nilai budaya masyarakat -apatah lagi agama-
dibolehkan beredar dengan leluasa.
Anehnya, budaya yang
rusak ini justru lahir di tengah masyarakat yang katanya tingkat pendidikannya
lebih baik dari sebelumnya. Artinya, pendidikan itu sendiri telah gagal
melahirkan generasi yang baik. Dan fakta menunjukkan, pendidikan telah
dijauhkan dari agama.
Beragama
Sekulerisme -merupakan
warisan Kristen- melahirkan sinikretisme agama dan ide pluralisme. Sikap
beragama sinkretistik menyebabkan sebagian umat Islam telah memandang rendah,
bahkan tidak suka, menjauhi dan memusuhi aturan agamanya sendiri.
"Lihatlah, siapa yang paling giat menolak pemberlakukan syariah? Siapa
juga yang mendukung pemimpin kafir? Ya umat Islam yang tersekulerkan tadi,”
kata Ismail.
Dalam pandangan
sinkretis, semua agama sama. Penanaman ide sinkretisme dan pluralisme ini
mengesampingkan agama dijadikan sebagai tolok ukur. Jargon 'memilih pemimpin
jangan dilihat dari agamanya' atau 'tidak usah bawa-bawa agama' dan sejenisnya,
lahir dari pandangan tersebut. Dampaknya, di tengah mayoritas kaum Muslim bisa
lahir pemimpin yang kafir.
Di sisi lain, proses
sekularisme melahirkan para pejabat negara yang tidak lagi bertakwa ketika
duduk di kursi jabatannya. Tidak aneh bila muncul para koruptor dan penindas
rakyat karena ketakwaannya tersimpan di tempat-tempat ibadah. Mereka hanya
menggunakan landasan materi saat mengambil kebijakan atau berbuat.
Walhasil, sekularisasi
ini menghasilkan kemudharatan bagi negeri ini. Karena ide ini adalah produk
Barat, pastilah Barat yang menikmati hasilnya. Inilah bentuk penjajahan gaya
baru, neo-imperialisme.
Muslim Kok Musuhi Islam?
Penerapan syariah
Islam secara kaffah adalah perintah agama. Tak ada satu pun Muslim yang
mengingkari itu -kecuali mereka yang bodoh. Sebab, Allah dan Rasul-Nya telah
mengancam mereka yang ingkar terhadap satu ayat saja -dengan disertai
keyakinan-, masuk dalam kategori murtad. Terlebih lagi, setiap Muslim
diperintahkan oleh Allah untuk masuk ke dalam Islam ini secara paripurna.
Makanya, tak ada tempat sekularisme dalam Islam.
"Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud
membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap
sebagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil
jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang
yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir itu siksaan yang menghinakan." (TQS. an-Nisa: 150-151)
Islam mengajarkan
aturan hidup dari A sampai Z. Mulai urusan pribadi, masyarakat, hingga urusan
negara. Maka sangat aneh jika ada Muslim yang memusuhi agamanya sendiri
gara-gara mengambil aturan orang lain [baca: Barat]. Anda Muslim beneran?
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 207
Tidak ada komentar:
Posting Komentar