Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Sesungguhnya
orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah kemudian
mereka mati dalam keadaan kafir, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi
ampun kepada mereka.” (TQS. Muhammad [47]: 34).
Kekufuran
adalah dosa paling besar yang dilakukan oleh manusia. Apalagi ditambah dengan
tindakan yang mengajak manusia kepada kekufuran. Jika pelakunya tidak bertaubat
sebelum mati, maka mereka mendapatkan ancaman keras. Di antaranya, dosanya
tidak akan diampuni. Itu artinya, pelakunya harus mendapatkan balasan siksa
atas kekufuran dan kemaksiatannya.
Inilah di
antara yang diterangkan dalam ayat ini.
Kafir Dan
Halangi Manusia
Allah SWT
berfirman: Inna al-ladziina kafaruu
(sesungguhnya orang-orang kafir). Dalam ayat sebelumnya Allah SWT menyeru
kepada orang-orang yang beriman agar taat kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya.
Mereka juga diperingatkan agar tidak merusak dan menghapus pahala amal kebaikan
mereka. Sebagaimana diterangkan para ulama, di antara yang dapat menyebabkan
terhapusnya pahala amal kebaikan adalah syirik dan kekufuran.
Kemudian
dilanjutkan dengan ayat ini yang menyampaikan ancaman kepada orang-orang yang
kafir: al-ladziina kafaruu. Diterangkan
Abdurrahman al-Sa‘di, mereka adalah orang-orang yang kufur kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari Akhir.
Merujuk
kepada QS al-Bayyinah [98]: 6, orang-orang kafir mencakup dua golongan, yakni
orang-orang ahli kitab dan orang-orang musyrik. Ahli kitab adalah para pemeluk
agama Yahudi dan Nasrani; sedangkan musyrik adalah semua orang kafir selain
pemeluk dua agama tersebut, baik pemeluk agama dan kepercayaan lainnya, maupun
penganut atheisme.
Di samping
ayat tersebut, kekufuran mereka juga ditegaskan dalam firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan
rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian
dan kami kafir terhadap sebahagian (yang Iain),” serta bermaksud (dengan
perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau
kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan”
(TQS. al-Nisa‘ [4]: 150-151). Dalam ayat ditegaskan bahwa orang-orang yang
beriman sebagian dan ingkar pada sebagian lainnya adalah orang-orang kafir yang
sebenar-benarnya.
Di samping
itu: Wa shadduu’an sabililLaah (dan
[yang] menghalangi manusia dari jalan Allah). Ibnu Jarir al-Thabari
menafsirkannya dengan ungkapan, “Dan mereka menghalangi orang yang ingin
beriman kepada Allah dan rasul-Nya, menyakiti mereka karena itu, dan
menghalangi antara diri mereka dengan keimanan yang mereka inginkan.”
Tak Diampuni
Dosanya
Lalu
disebutkan: Tsumma maatuu wahum kuffaar
(kemudian mereka mati dalam keadaan kafir). Huruf al-wawu
pada kata wahum adalah wawu al-haal. Yakni hurufal wawu yang menunjukkan keadaan. Dalam konteks
ayat ini, kata tersebut memberikan makna taqyid (pembatasan). Sehingga, hukum
yang akan disebutkan berikutnya itu berlaku bagi orang yang mati dalam keadaan
kafir.
Dikatakan
Ibnu Katsir, ayat ini berlaku umum mencakup semua orang yang meninggal dalam
keadaan kafir. Penjelasan yang sama juga dikemukakan oleh al-Zamakhsyari,
al-Baidhawi, dan lain-lain.
Terhadap
mereka, Allah SWT mengancam dengan firman-Nya: Falan
yaghfirulLaah lahum (maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun
kepada mereka). Ancaman tersebut adalah mereka tidak akan diampuni oleh Allah
SWT. Ini dapat dipahami dari penggunaan huruf lan,
yang berarti tidak akan pernah alias selamanya.
Menjelaskan
penggalan ayat ini, Ibnu Jarir al-Thabari mengatakan bahwa Allah SWT tidak akan
memaafkan apa yang mereka kerjakan, namun akan menghukumnya dan membeberkannya
pada Hari Kiamat.
Diterangkan
Ibnu Katsir, ketentuan ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar” (TQS. al-Nisa [4]: 48). Hal yang sama juga
ditegaskan dalam QS al-Nisa [4]: 16.
Patut
ditegaskan bahwa tiadanya ampunan itu berlaku bagi mereka ketika meninggal
dalam keadaan kafir sebagaimana diterangkan ayat ini: Wahum kuffaar (mereka mati dalam keadaan kafir).
Menjelaskan
ayat ini, Abdurrahman al-Sa'di berkata, ”Mafhum ayat yang mulia ini bahwa
apabila mereka bertaubat dari semua itu sebelum meninggal, maka Allah SWT akan
mengampuni mereka dan merahmatinya dan memasukkan ke dalam Surga sekalipun
mereka menghabiskan umur mereka dalam kekufuran, menghalangi manusia dari
jalan-Nya, dan mengerjakan maksiat kepada-Nya. Maha Suci Dzat yang membuka
pintu rahmat bagi hamba-Nya dan menutupnya bagi siapapun. Selama masih hidup,
masih mungkin baginya bertaubat.”
Jika mereka
mau bertaubat sebelum meninggal, maka pintu ampunan terbuka buat mereka. Allah
SWT berhrman: “Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya” (TQS. al-Zumar [39]: 53).
Menjelaskan
ayat ini, Ibnu Katsir berkata, ”Ayat yang mulia ini merupakan ajakan kepada
semua pelaku maksiat, baik dari kalangan orang-orang kafir maupun selainnya,
untuk bertaubat dan kembali kepada Allah SWT. Ini memberitakan bahwa Allah SWT
akan mengampuni semua dosa orang yang bertaubat dan berhenti dari kemaksiatan,
bagaimanapun dan berapapun besarnya dosa itu, seperti buih di lautan. Ayat ini
tidak boleh diterapkan untuk orang yang tidak bertaubat. Sebab syirik tidak
diampuni bagi orang yang tidak bertaubat.”
Demikianlah.
Kekufuran merupakan dosa besar. Menjadi lebih besar ketika pelakunya juga
mengajak kepada kekufuran dan menghalangi manusia dari jalan Islam. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]
IKHTISAR:
1. Orang
yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Islam kemudian dia mati dalam
keadaan kafir, tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Balasannya adalah
Neraka yang kekal selama-lamanya.
2. Selama
masih hidup, pintu taubat dan ampunan masih terbuka bagi semua pelaku dosa,
termasuk bagi orang-orang kafir.[]
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 186