Wanita dalam ancaman
kesehata, fisik maupun jiwa. Hasil penelitian dari US Advisory Board Company
menunjukkan bahwa 62 persen dari wanita dinilai kurang memperhatikan
kesehatannya karena rutinitas kesibukannya. Dilaporkan pula 77 persen tidak
tahu apa yang harus dilakukan agar tetap sehat. Hal itu tentu mengurangi
kualitas hidupnya.
Nah, salah satu yang
menjadi sorotan pada peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) awal April lalu
adalah kesehatan jiwa. Tema global tahun ini "Depression: Let's
Talk," dengan tema nasional: ”Depresi: Yuk Curhat!” Kesehatan jiwa menjadi
perhatian karena termasuk silent killer.
Kerap diabaikan sebagai pengganggu kualitas hidup, padahal bisa menyebabkan
kematian. Bunuh diri misalnya.
Stres
Fisik
Gaya hidup sekuler
kapitalis menebar penyakit mematikan yang mengancam kesehatan wanita. Pergaulan
bebas, menjadi pemicu penyakit kanker serviks yang menjadi pembunuh nomor satu
bagi wanita. Selanjutnya, penyakit HIV/Aids yang juga kerap ditularkan pada wanita
oleh pasangannya.
Sementara itu, dunia
kecantikan dengan segala kehebohannya juga mengancam kesehatan wanita. Seperti
penggunaan kosmetik berbahaya yang menjanjikan kecantikan instan: produk
pemutih, pembesar (maaf) payudara, pemutih gigi, pelentik bulu mata, dsb. Juga
aneka jenis perawatan tubuh yang tidak aman seperti program pelangsingan
ekstrim, sedot lemak, operasi plastik, pemancung hidung, dsb.
Makanan-makanan yang
konon mempercantik wanita dari dalam, juga mengancam kesehatan wanita. Seperti
vitamin peluntur lemak, bubuk saset pemulus kulit, pencerah wajah, dll.
Ditambah lagi kuliner ekstrim, makanan instan dan junk
food yang juga menjadi bagian gaya hidup masa kini, kian mengancam
kesehatan.
Stres
Jiwa
Sementara itu, tak
kalah bahaya adalah ancaman gangguan kesehatan jiwa pada wanita. Seperti kita
ketahui, wanita memiliki perasaan lebih peka sehingga mudah stres. Masalah
apapun menjadi beban pikiran. Walau sekadar candaan tidak nyambungnya warna
baju dan kerudung, bisa bikin tekanan jiwa.
Nah, gaya hidup
sekuler-kapitalis, lagi-lagi memicu depresi jiwa. Kegagalan wanita dalam
menampilkan stereotype cantik ala Barat,
seperti tubuh tinggi, langsing, hidung mancung, kulit mulus, dll, memicu stres.
Betapa banyak wanita rendah diri karena merasa tidak cantik. Stres memikirkan
pendapat orang lain tentang penampilan dirinya. Lalu stres memikirkan biaya perawatan
demi cantik.
Budaya media sosial
yang selalu menampakkan gaya hidup glamour
dan serba indah, juga memperparah kondisi psikis wanita. Ada rasa iri, merasa
tidak seberuntung teman-temannya yang begitu eksis di media sosial. Ada rasa
frustasi, mengapa tidak bisa sekaya mereka.
Wanita yang sudah
menikah menjadi istri atau ibu bagi anak-anaknya, tak juga lepas dari stres.
Bahkan bertambah-tambah merasakan beratnya beban kehidupan. Lagi-lagi,
disebabkan sistem hidup sekuler-kapitalis yang menghimpit beban. Sistem ekonomi
yang tidak menyejahterakan, sistem pendidikan yang tidak mencerdaskan, sistem
sosial yang merusak moral, sistem kesehatan yang menyakitkan, menambah beban
rumah tangga.
Stres
Sosial
Sejatinya, memang tak
hanya wanita yang mengalami stres berat. Depresi bukan hanya menyerang secara
individualistik, melainkan sudah menjadi fenomena massal. Artinya, gangguan
kejiwaan telah mengancam masyarakat komunal. Mulai anak-anak hingga dewasa dilanda
stres. Anak-anak hingga dewasa, pria maupun wanita mengalaminya. Maraknya bunuh
diri, tawuran, kekerasan dalam rumah tangga, kesurupan, itulah stres sosial.
Makin banyak orang
yang mudah tersinggung, mengamuk, dan agresif. Juga mudah menyerah dan putus
asa. Termasuk meluasnya penggunaan narkoba untuk pelarian dari tekanan jiwa,
menunjukkan depresi individual maupun massal serta yang terselubung makin
serius di masyarakat.
WHO memperkirakan, 4
persen dari populasi mengalami depresi. Depresi yang berlarut-larut,
mengantarkan pada bunuh diri. Menurut WHO, tiap tahun terjadi bunuh diri hampir
800.000 kematian. Artinya, setiap 40 detik, seseorang bunuh diri
(kemenkes.go.id).
Solusi
Personal
Depresi dapat terjadi
pada siapapun, usia berapapun. Dan tidak banyak yang menyadarinya. Sebab,
depresi seringkali dianggap sekadar perubahan suasana hati (mood). Padahal, depresi merupakan real disease atau masalah kesehatan yang
nyata. Gejalanya antara lain, gangguan tidur, perubahan nafsu makan, perasaan
bersalah atau tidak berguna, lelah berkepanjangan, bahkan pemikiran menyakiti
diri sendiri.
Termasuk Muslimah,
mustahil menghindari masalah. Sebagai manusia biasa, depresi mungkin saja
terjadi. Secara personal, kenali pemicunya. Jika penyebabnya karena beban
pekerjaan yang terlalu berat, berhentilah. Kurangilah atau berbagilah. Jika
penyebabnya hubungan dengan sesama, komunikasilah. Curhatlah dengan orang yang
tepat.
Termasuk, jika media
sosial malah membuat stres karena memunculkan perasaan tidak menyenangkan,
seperti iri, kesalahpahaman, lebih baik tidak usah punya akun. Sudahlah rugi
waktu, rugi kuota, eh, bikin sengsara.
Masalah harus dihadapi
dengan benteng iman dan takwa. Sabar, ikhlas dan tawakal. Allah SWT berfirman
yang artinya: ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang , dihadapinya), dan
memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sdngkanya” (TQS.
Ath-Thalaaq:2-3).
Tancapkan keyakinan
bahwa setiap permasalahan tidak lain sebagai ujian keimanan. Apabila kita sabar
dan menjalaninya dengan baik, insya Allah
lolos dalam ujian tersebut sehingga keimanannya meningkat. Karena setiap orang
beriman akan diuji Allah. Allah SWT berfirman: "Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar” (TQS. Surat Al-Baqarah: 155).
Jangan
Stres Berjuang
Selain personal, stres
hanya bisa diatasi secara sistem jika sekulerisme-kapitalis yang menjadi
pemicunya dilengserkan. Ganti dengan sistem Islam yang mengatur kehidupan
dengan tatanan terbaiknya. Tegakkan sistem politik, ekonomi, hukum,
sosial-budaya, pendidikan dan kesehatan yang adil dan menyejahterakan.
Bangkitkan peradaban Islam yang gemilang.
Maka,
jangan stres memperjuangkan khilafah. Karena hanya Khilafah Islamlah yang mampu
mewujudkan kehidupan sosial yang sehat, sehingga menyehatkan pula jiwa dan raga
manusia-manusia di dalamnya. Dengan begitu, ancaman kesehatan wanita juga bisa
diminimalkan, bahkan dihilangkan. []kholda
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 195
---