Q.S.
Al-Mukminun: 9-11
وَالَّذِينَ
هُمْ عَلَى
صَلَوَاتِهِمْ
يُحَافِظُونَ
أُولَئِكَ
هُمُ
الْوَارِثُونَ
الَّذِينَ
يَرِثُونَ
الْفِرْدَوْسَ
هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ
“dan
orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”
Q.S.
Al-Ma`aarij [70]: 34-35
وَالَّذِينَ
هُمْ عَلَى
صَلاتِهِمْ
يُحَافِظُونَ
أُولَئِكَ
فِي جَنَّاتٍ
مُكْرَمُونَ
“Dan
orang-orang yang memelihara shalatnya.
Mereka itu (kekal) di Syurga lagi dimuliakan.”
Keutamaan sholat wajib 5 waktu
•
Barangsiapa menjaga shalatnya, niscaya
dimuliakan oleh Allah dengan 5 kemuliaan:
–
Allah menghilangkan kesempitan hidupnya
–
Allah menghilangkan siksa kubur darinya
–
Allah akan memberikan buku catatan
amalnya dengan tangan kanannya
–
Dia akan melewati sirath secepat kilat
–
Akan masuk Surga tanpa hisab
•
Dan barangsiapa yang menyepelekan
sholat, niscaya Allah akan mengazabnya dengan 15 kali siksaan:
–
6 siksa di dunia
–
3 siksaan ketika mati
–
3 siksaan ketika masuk liang kubur
–
3 siksa ketika bertemu dengan Tuhannya
(Akhirat)
6 siksa di dunia karena
melalaikan sholat
•
Dicabut keberkahan umurnya
•
Dihapus tanda orang soleh dari wajahnya
•
Setiap amalan yang dikerjakan, tidak diberi pahala oleh Allah
•
Tidak diterima do`anya
•
Tidak termasuk bagian dari do`anya orang-orang soleh
•
Keluar ruhnya (mati) tanpa membawa iman
3 siksaan ketika mati
disebabkan mengabaikan shalat
•
Mati dalam keadaan hina
•
Mati dalam keadaan lapar
•
Mati dalam keadaan haus, yang seandainya diberikan semua air laut, tidak akan
menghilangkan rasa hausnya.
3 siksaan ketika masuk
liang kubur dikarenakan menyepelekan sholat
•
Allah menyempitkan liang kuburnya,
sehingga bersilang tulang rusuknya
•
Tubuhnya dipanggang di atas bara api
siang dan malam
•
Di dalam kuburnya terdapat ular yang
bernama suja`ul aqro` yang akan menerkamnya karena menyia-nyiakan
sholatnya. Ular itu akan menyiksanya yang lamanya sesuai dengan waktu shalat
3 siksa ketika bertemu
dengan Tuhannya (Akhirat) karena tidak menjaga shalat
•
Ketika langit terbuka, malaikat datang kepadanya dengan membawa rantai. Rantai
itu digantungkan di lehernya, kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya dan keluar dari
duburnya. Lalu malaikat mengumumkan: “ini adalah balasan bagi orang yang
menyepelekan perintah Allah”
•
Allah tidak memandang kepadanya dengan pandangan kasih sayangNya
•
Allah tidak mensucikannya dan baginya siksa yang pedih
Siksa yang pedih sebab tidak memelihara
sholat
•
Menjadi hitam pada hari kiamat wajah orang yang meninggalkan shalat, dan
sesungguhnya dalam Neraka jahannam, terdapat jurang yang disebut ‘lam-lam’.
•
Di dalamnya terdapat banyak ular, setiap ular itu sebesar leher unta, panjangnya
sepanjang perjalanan sebulan
•
Ular itu menyengat sampai mendidih bisanya dalam tubuh orang itu selama 70
tahun kemudian membusuk dagingnya
MENGAJAK
ANAK MENJAGA SHALAT, SULIT TAPI BISA
•
Menteri Agama Suryadharma Ali prihatin
hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI). kaum muda Islam Indonesia yang
salat lima waktu hanya sedikit (Pos Kota, 15/6/2011). Yang selalu menunaikan shalat
lima waktu hanya 28,7 persen, sedang yang sering shalat lima waktu hanya
sebesar 30,2 persen.
•
Keprihatinan yang sangat beralasan. Negeri
Indonesia: jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, muslim ‘abangan’. Jika
shalat saja tak dilakukan, apalagi kewajiban-kewajiban agama lainnya. Tawuran,
kenakalan, kekerasan, pergaulan bebas, miras dan obat terlarang. hubungan antara
potret buram generasi negeri ini dengan jauhnya mereka dari tuntunan agama.
Seandainya mereka shalat secara rutin dan benar:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya daripada ibadah-ibadah lainnya). Dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan” (TQS al Ankabut [29]: 45)
•
Bertanggung jawab: Imam/Khalifah
beserta jajarannya sebagai penguasa yang sah yang dibai’at untuk menerapkan
sistem Syariah Islam (kewajiban adanya Khilafah belum tertunaikan hingga saat
ini), masyarakat/umat, Orangtua. Adapun sebagai orang tua, apa yang bisa dilakukan?
Peran
Orang Tua dalam Menanamkan Kewajiban Shalat
•
Orangtua harus tanamkan pemahaman
tentang kewajiban shalat sejak dini. Ini bekal sampai dewasa. Jauh dari nista
dunia dan azab Akhirat. Mungkinkah semua orang tua bisa melakukannya? Jika sulit
maka harus sungguh-sungguh.
–
merencanakan semua upaya dengan matang
–
berusaha merealisasikannya dengan
sekuat tenaga
–
tak kenal putus asa
–
bertawakal sepenuhnya kepada Allah
terhadap seluruh hasilnya
•
Adalah masalah klasik yang hampir semua
orangtua terutama para ibu mengeluhkannya. Tak jarang ada yang malah menyerah
dan membiarkan putra putrinya tidak menjalankan kewajiban shalatnya. Tidak
boleh dan tidak pantas menyerah. Sebagai orang yang sangat menyayangi mereka,
tentu kita tak ingin mereka mendapatkan murka Allah dan adzabNya yang sangat
pedih sebagai akibat dari keengganan mereka melaksanakan kewajiban shalat. Kita
juga tidak ingin dapat dosa karena berhenti menasihati dan berdakwah pada
mereka. Karenanya, kita wajib menyelamatkan mereka. Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka” (TQS At
Tahrim [66]: 6)
•
Karena dorongan cinta dan dilakukan
dengan penuh cinta. Perasaan cinta serta sesuai dengan syariah mendorong kita
menjauhkan putra putri kita dari siksa api Neraka. Kecintaan yang mendorong kita
mengajak putra putri kita dengan lemah lembut, sabar dan dengan kasih sayang,
bukan dengan tindakan kasar, celaan dan makian penuh kebencian yang melanggar
syariah.
Berikut
ini adalah langkah-langkah yang seharusnya dilakukan orangtua agar anak menjaga
shalatnya :
•
Menanamkan Akidah Yang Kokoh dan Keterikatan Terhadap Hukum Syara’
•
Membiasakan Anak Menunaikan Shalat
•
Menganalisa Penyebab Anak Tak Mau Shalat dan Mencari Solusinya
•
Komunikasi yang santun, efektif dan tepat sasaran
•
Melakukan kerjasama dengan seluruh pihak yang memiliki kaitan dengan
anak
Menanamkan
Akidah Yang Kokoh dan Keterikatan Terhadap Hukum Syara
•
Menanamkan akidah yang kokoh adalah
tugas utama orangtua. “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan
bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau majusi” (H.R. al
Bukhari)
•
Tujuan penanaman akidah adalah agar
anak mengenal betul siapa Penciptanya, juga Pencipta alam semesta dan seluruh
isinya agar kelak ia senantiasa menjadi orang yang bertakwa dan hanya mengabdi
kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Kita harus mengarahkan mereka agar
memiliki visi dan misi hidup untuk beribadah (lihat Q.S. adz Dzaariat
[51]: 56).
•
Anak diajak untuk memahami bahwa hidup
di dunia tidak akan selamanya, suatu saat kita akan kembali kepada Allah Sang
Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan semua yang sudah kita lakukan di
dunia. Karenanya, kita harus beriman kepada Allah dan mentaati seluruh
aturannya supaya kelak di Akhirat mendapatkan kebahagiaan yang abadi (lihat Q.S.
Al-Baqarah[2]:21,22,25,28,29). Alhasil, anak selalu didorong untuk selalu
mengutamakan dan mengejar kehidupan Akhirat (lihat QS Al Qashash [28] : 77).
•
Penanaman akidah yang kokoh sejak anak
usia dini, adalah kunci keberhasilan mengajak anak menjaga shalatnya. Upaya ini
harus dibangun dengan melalui proses pemahaman sehingga anak tidak merasa
dipaksa melakukan shalat, dan menjadikan shalat sebagai prioritas dalam
kehidupannya .
Membiasakan
Anak Menunaikan Shalat
•
Sangat penting bagi setiap orangtua
membiasakan dan melatih anak agar menunaikan ibadah terutama shalat fardhu,
seiring dengan pembinaan akidah dalam diri anak sejak usia dini. Sebab,
pembinaan dan pembiasaan ibadah itu dapat menyempurnakan bangunan akidah dalam
diri anak. Masa anak-anak (sebelum baligh) adalah tahap persiapan, pembelajaran
dan pembiasaan untuk sampai pada tahapan taklif pada saat ia baligh. Dengan
itu, ia akan mudah menunaikan berbagai kewajiban syariah, termasuk shalat.
Allah Swt. berfirman:
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ
بِالصَّلاةِ
وَاصْطَبِرْ
عَلَيْهَا
“Perintahkanlah
kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengajarkannya”
(TQS Thaha [20]:132)
•
Untuk
keberhasilan proses pembiasaan shalat ini, kita bisa melakukan tiga tahapan
berikut:
–
Tahapan
Mengajak dan Melatih
–
Tahapan
Menyuruh dan Mengajari
–
Tahap
Menyuruh dan Memberi Sanksi
Tahapan Mengajak dan Melatih
•
Tahap ini dimulai ketika anak bisa
membedakan kanan dan kiri (kira-kira usia 3 tahun) sampai anak berusia 7 tahun.
Abdullah bin Habib menuturkan, Nabi Saw. pernah bersabda : “Jika seorang
anak telah mengetahui (membedakan) tangan kanannya dari tangan kirinya, maka
latihlah ia menunaikan shalat” (H.R. Thabrani)
•
Tahapan ini adalah untuk mengajak
dan melatih anak melakukan shalat. Proses pembelajarannya bisa dimulai
dengan memotivasi anak untuk senang melakukan shalat karena ingin dicintai
Allah. Dalam hal ini, kita harus memberikan keteladanan yang baik, karena anak
akan meniru apapun yang dilakukan ayah dan ibunya. Ajak anak untuk berwudhu dan
shalat bersama kita. Biarkan ia melihat bagaimana kita mempersiapkan diri dan
bagaimana kita shalat. Dengan begitu ia akan mengenal tata cara wudhu,
persiapan shalat, dan gerakan-gerakan shalat. Ia, dengan keingintahuannya akan
mulai meniru kita sekalipun belum sempurna. Dorong ia agar mau meniru gerakan
shalat kita, misal dengan menjanjikan sesuatu jika ia bisa menirukannya.
•
Dalam melakukan ini, kesabaran harus
terus menyertai kita. Biarkan saja ia naik ke punggung kita ketika kita sujud,
bergelayutan saat kita berdiri atau malah duduk di depan kita, sembari kita
tetap pindahkan dia sesuai keperluan sholat kita. Sikapilah dengan sabar, dan
jangan menghardiknya. Begitulah yang dilakukan Rasulullah Saw. terhadap cucunya
Hasan. Setelah selesai shalat, kita jelaskan pada anak bahwa hal itu adalah
tidak boleh. Jangan sampai kita tak mau shalat bersama anak dengan alasan
mengganggu kekhusyukan shalat. Shalat bersama mereka tak akan mengurangi nilai
kekhusyukan kita, bahkan akan sangat bermanfaat bagi anak yakni membiasakan dan
melatihnya menunaikan shalat.
Tahapan Menyuruh dan Mengajari
•
Tahapan ini dilakukan saat anak usia 7-10 tahun. Rasulullah Saw. bersabda “Ajarilah
anak-anak shalat (sejak) usia 7 tahun dan pukullah ia (untuk mendidiknya bukan menyakiti) pada
usia 10 tahun” (HR. Abu Dawud, at Tirmidzi, al Baihaqi dan al
Hakim). Pada tahapan ini, selain terus diajak anak juga mulai
disuruh/diperintah untuk menunaikan shalat. Anak sudah harus diajari
hukum thaharah, baik wudhu, membersihkan najis, mandi, tayamum dll. Anak juga
harus diajari tentang rukun shalat, syarat sah shalat, hal-hal yang membatalkan
shalat, shalat fardhu dan sunah dll
•
Untuk memudahkan anak memahami, kita bisa menyiapkan beberapa alat peraga untuk
mempermudah mengajarkan shalat. Misalnya gambar tuntunan berwudhu dan shalat
atau memutarkan VCD tuntunan berwudhu dan shalat. Kita bisa membantu dengan menjelaskannya
sedikit demi sedikit.
•
Kita juga bisa mendorong mereka untuk mempraktekkan semua yang dipelajari dan
memberi penghargaan ketika mereka bisa melakukannya dengan benar. Kita juga
bisa menunjukkan ketidakridhoan saat anak lalai shalat sekalipun tidak dengan
celaan yang menyakitkan. Kita harus menjagi guru yang baik, menjelaskan dengan
sejelas-jelasnya, mendengarkan semua pertanyaan dan menjawabnya dengan bahasa
yang sederhana.
•
Banyak momen kita bersama anak yang bisa menjadi peluang mengajarkan shalat
kepada mereka. Misalnya ketika pergi ke rumah nenek yang memungkinkan shalat di
perjalanan, maka anak akan belajar bagaimana shalat bagi orang yang shafar.
Ketika pergi ke mal atau pasar, maka kita bisa ajak anak untuk menunaikan
shalat ketika adzan tiba. Tunjukkan bahwa kita mengutamakan shalat dan menomorduakan
yang lainnya. Ajak anak agar ketika bangun shubuh, langsung ke kamar mandi, membersihkan
badan, berwudhu dan shalat. Ketika mau pergi ke suatu acara, kita ajak anak
untuk shalat terlebih dahulu ketika sudah masuk waktu shalat baru kemudian
berpakaian, dll. Ketika sedang sakit, kita juga bisa ajarkan anak untuk tidak
melalaikan shalat. Berusaha tetap shalat sekalipun hanya bisa dengan duduk atau
berbaring.
•
Harus diingat bahwa mengajak, menyuruh dan mengajari anak untuk shalat pada
tahap ini harus dilakukan secara persuasif, perlahan dan dengan pengulangan
disertai kesabaran.
Tahap
Menyuruh dan Memberi Sanksi
•
Tahapan ini dimulai sejak anak berusia
10 tahun. Pada tahapan ini, upaya memahamkan anak secara persuasif harus
dilakukan lebih intensif. Harus dijelaskan kepada anak konsep pahala-dosa dan Surga-Neraka,
serta bagaimana cara mendapatkan pahala dan menghindari dosa tersebut. Perlu
ditanamkan juga kepada anak bahwa kedua orangtuanya sangat mencintainya dan
menginginkan anaknya selamat baik di dunia maupun Akhirat, dan itu hanya
didapatkan dengan cara beribadah kepada Allah dan taat dengan seluruh
syariahNya.
•
Ketika seluruh tahapan sudah usai, dan
segala upaya sudah dilakukan ternyata anak masih lalai atau meremehkan kewajiban
shalat, maka orang tua bisa memberikan sanksi. Di antaranya dengan memukul,
sesuai hadist Rasulullah Saw. di atas, yaitu dengan pukulan yang mendidik bukan
pukulan menyakitkan. Pukulan ini sebaiknya disertai dengan memahamkan kepada
anak sebab ia dipukul, juga disertai penjelasan bahwa orang tua melakukannya
karena sayang kepadanya. Hanya saja perlu diingat bahwa pemberian sanksi
haruslah disertai dengan penelaahan. Kita seharusnya memantau perkembangan
psikologis anak dan melihat dengan dugaan kuat apakah sanksi ini berpengaruh
positif terhadap perilaku anak ataukah justru membuat anak membenci orangtuanya
yang akhirnya malah menjauh dan semakin lalai terhadap shalat. Sangat mungkin
ancaman sanksi sesuai hadits tersebut sudah cukup membuat anak khawatir jika
meninggalkan sholat jika telah diingatkan.
Menganalisis
Penyebab Anak Tak Mau Shalat dan Mencari Solusinya
•
Sebagai orang tua yang mendidik dengan
cinta, seharusnya kita mengedepankan nasihat daripada teguran, omelan, teriakan
ataupun sanksi. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menganalisis penyebab
anak tak mau shalat: Belum menjadi prioritas, belajar demi kejar nilai VS waktu
shalat. Jelaskan: shalat adalah penolong bukan beban sebagaimana firman Allah
SWT : “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (TQS Al
baqarah [2] : 153 ). Ajak anak berpikir, bahwa Allah dengan kekuasaanNya justru
akan mempermudah semua urusan (termasuk ujian, dll.) ketika kita mendekat
kepadaNya, salah satunya dengan cara shalat. Allah akan mengabulkan do’a
hamba-hambaNya jika mereka mau memenuhi seruanNya dan beriman padaNya (lihat QS
Al Baqarah[2]: 186).
•
Bisa jadi anak tak shalat karena sedang
mengalami krisis identitas. Pergaulan yang liberal, rajin sholat malah dijauhi
teman, dianggap sok alim, sok dewasa, sok tahu dan sok-sok yang lainnya. Tak
mau shalat karena takut ditinggal teman2. Jangan menghakimi anak, tetapi
mengajak anak berpikir seperti apa profil ideal seorang anak muslim. Kita bisa
menjelaskan juga apa harapan kita terhadap mereka. Misalnya kita jelaskan,
betapa banyak orangtua yang bingung ketika anak tak diterima di sekolah
favorit, tetapi cuek saja melihat anaknya tak shalat, padahal jika meninggalkan
shalat maka Tuhan Sang Pencipta akan memberi hukuman keras. Sedangkan kita
justru memberi perhatian lebih. Kita bisa ungkapkan ke anak, bahwa kita sangat
senang melihatnya menjaga shalat. Lebih, daripada melihatnya berprestasi
akademik hingga diterima di sebuah sekolah favorit.
•
Masih banyak masalah yang menyebabkan anak
tak mau shalat. Kita harus senantiasa menganalisa penyebab anak tak mau shalat
dan kemudian mencari solusinya. Kita harus senantiasa mencari uslub/ cara-cara
baru untuk mengajak anak shalat. Misalnya kita mengungkapkan beberapa ayat al
Qur’an atau hadist-hadist yang bisa memotivasinya. Kita juga bisa menceritakan
bagaimana Rasulullah Saw. yang merupakan kekasih Allah dan sudah dijamin masuk
Surga, rela menunaikan shalat hingga sampai bengkak-bengkak kakinya. Ajak anak berpikir,
bagaimana para shahabat Rasulullah Saw. bisa melakukan shalat dengan khusyu dan
bahkan ada seorang shahabat yang tetap tidak mau mengakhiri shalatnya padahal
dalam keadaan tertusuk panah oleh musuh dan cerita-cerita keteladanan lainnya.
Untuk itu kita alangkah baiknya membaca berbagai buku, membaca hadist, bertukar
pikiran dengan para orang tua yang lain dalam rangka mencari cara-cara baru
mengajak anak menjaga shalat. Untuk lebih memudahkan upaya ini, kita harus
sering mendo’akan putra-putri kita supaya Allah melunakkan hati dan membukakan
pintu hidayah pada mereka. Insya Allah, dengan bergantung hanya padaNya, Dia
yang akan memudahkan semuanya.
Komunikasi
yang santun, efektif dan tepat sasaran
•
Komunikasi dengan anak pada dasarnya
adalah upaya bagaimana kita bisa meraih perhatian, mendapatkan cinta kasih,
minat, kepedulian, simpati, tanggapan juga respon positif dari anak. Komunikasi
yang baik adalah komunikasi yang dilandasi rasa cinta kasih dan merupakan wujud
tanggung jawab orangtua terhadap amanah yang telah diberikan Allah. Bukan
komunikasi yang didasari perasaan berat, kesal, apalagi dipenuhi kebencian.
Komunikasi yang santun, efektif dan tepat sasaran akan menjadikan anak menerima
semua proses pendidikan tadi dengan senang dan tanpa paksaan. Kata-kata yang
kita ucapkan akan laksana pisau pahat, pelan tapi pasti mempengaruhi
pembentukan karakter anak. Anak akan menjadikan semua nasihat, bimbingan dan
rambu-rambu yang diberikan orang tua sebagai bekal dalam perjalanannya di masa
yang akan datang. Anak akan senantiasa menjaga shalatnya di manapun, kapanpun
dan dalam keadaan apapun.
Melakukan
kerja sama dengan seluruh pihak yang memiliki kaitan dengan anak
•
Keberhasilan mendidik anak agar konsisten
menunaikan shalat, selain ditentukan oleh peran orang tua dalam membangun
ketaqwaan anak, juga ditentukan oleh peran lingkungan masyarakat dan sekolah.
Karena itu, kita harus mengajak orang-orang di lingkungan di sekitar kita dan
juga pihak sekolah untuk bersama-sama menciptakan suasana yang mendukung
ketaqwaan anak dan mengarahkan anak agar senantiasa menunaikan shalat. Upaya
ini akan efektif ketika Negara Khilafah Islamiyah juga menjalankan perannya,
dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dan menetapkan
berbagai aturan yang akan menjaga ketaqwaan anak. Itu sebabnya mengapa kita
harus berusaha mengubah sistem masyarakat yang ada saat ini sehingga terwujud
sebuah masyarakat Islami, yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan.
Sistem yang akan semakin mengokohkan keimanan semua anak Muslim dan
mendorongnya untuk taat dengan seluruh aturan Islam/syariah, termasuk kewajiban
shalat. Sistem yang akan melahirkan generasi bertaqwa yang taat kepada syariah
dan unggul di berbagai bidang kehidupan. Itulah sistem Islam yaitu Daulah
Khilafah Islamiyah yang mengikuti manhaj kenabian.