QIYAM RAMADHAN DAN
LAILATUL QADAR
Keutamaan Qiyam Ramadhan dan
Lailatul Qadar
Terkait qiyam Ramadhan
secara umum dan lailatul qadar secara khusus, terdapat sejumlah hadits Nabi
Saw. yang menyebutkan keutamaannya. Saya sebutkan diantaranya:
1. Dari
Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
melaksanakan qiyam Ramadhan dilandasi keimanan dan dalam rangka mencari ridha
Allah Swt., maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dilakukannya.” (HR. Bukhari
[37], Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, dan Tirmidzi)
Redaksi hadits yang
diriwayatkan Muslim [1780] dan an-Nasai berbunyi:
“Adalah Rasulullah
Saw. sangat menganjurkan qiyam Ramadhan tanpa memerintahkan para sahabat
melakukannya sebagai satu ketetapan. Beliau Saw. bersabda: “Barangsiapa yang
melaksanakan qiyam Ramadhan dengan penuh keimanan dan dalam rangka mencari
ridha Allah Swt. maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dilakukannya. Kemudian
beliau Saw. wafat dan perkara tersebut tetap dalam keadaan seperti itu.”
Di dalam riwayat
Bukhari [2009], disebutkan dengan redaksi: “Dan orang-orang dalam keadaan
seperti itu.”
2. Dari
Abu Salamah bin Abdurrahman dari ayahnya -Abdurrahman bin Auf ra.- ia berkata:
“Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah
Swt. telah mewajibkan puasa Ramadhan atas kalian, dan aku telah mensunahkan
untuk kalian shalat malamnya. Barangsiapa yang melaksanakan puasa dan qiyam
Ramadhan dengan dilandasi keimanan dan mencari ridha Allah Swt. maka dia akan
keluar dari dosanya seperti pada hari dilahirkan oleh ibunya.” (HR. an-Nasai
[2210], Ibnu Majah dan Ahmad)
3. Dari
Abu Hurairah ra. dari Nabi Saw., ia berkata:
“Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan dengan dilandasi keimanan dan mencari ridha Allah Swt. maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni, dan barangsiapa yang berdiri shalat
pada malam lailatul qadar dengan dilandasi keimanan dan mencari ridha Allah Swt.
maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari [2014], Muslim,
Abu Dawud, an-Nasai, ad-Darimi dan Ibnu Hibban)
4. Dari
Anas bin Malik ra., ia berkata:
“Bulan Ramadhan telah
tiba. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya bulan ini telah datang pada
kalian, dan di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka dia tidak mendapat kebaikan seluruhnya,
dan tidak ada yang diharamkan dari kebaikannya kecuali orang yang bernasib
buruk.” (HR. Ibnu Majah [1644])
Ahmad dan an-Nasai
meriwayatkan hadits ini dari jalur Abu Hurairah ra.
Sabda beliau Saw.
dalam hadits yang pertama dan kedua: “Barangsiapa yang melaksanakan qiyam
Ramadhan dilandasi keimanan dan dalam rangka mencari ridha Allah Swt., maka
akan diampuni dosa-dosa yang telah dilakukannya,” tersebut menjelaskan tentang
keutamaan qiyam Ramadhan. Apakah ada sesuatu yang lebih utama bagi seorang
Muslim selain dari diampuni dosa-dosanya?
Sesungguhnya anak-anak
Adam itu suka berbuat dosa dan kesalahan, dan dosa-dosanya itu akan
menjerumuskan dan mengekalkannya di dalam neraka, sehingga mereka sangat
membutuhkan penghapusan dan pengampunan dosa agar bisa selamat dari siksa
neraka dan memasuki Surga. Dan Allah Swt. telah menjanjikan dengan qiyam
Ramadhan itu akan mengampuni dosa-dosa yang dilakukannya, dan mencucinya dari
segenap kotoran, serta menjadikannya sebagai penghuni Surga.
Dalam dua hadits ini:
“Barangsiapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan dengan dilandasi keimanan dan
mencari ridha Allah Swt. maka diampunilah...,” penyebutan qiyam Ramadhan telah
ditaqyid dengan kata al-iman (keimanan) dan al-ihtisab (dalam rangka mencari ridha
Allah Swt.). Sabda beliau Saw. tersebut tidak sekedar memerintahkan
melaksanakan qiyam (shalat malam) dalam bentuk yang mutlak, agar mereka yang
melaksanakan qiyam Ramadhan memahami bahwa dengan sekedar melaksanakan qiyam
pada bulan yang penuh berkah dengan sikap riya dan sum'ah itu tidak cukup, atau
melaksanakan qiyam Ramadhan secara formalitas dengan cara melaksanakan shalat
secepat patokan ayam agar shalatnya cepat selesai. Memang benar bahwa mereka
dan orang semisal mereka tidak menanti ampunan dosa-dosa, mereka dan orang
semisal mereka tidak menduga bahwa perkataan Nabi Saw. selaras dengan kondisi
mereka, di mana qiyam Ramadhan itu harus semisal dengan puasanya, yakni harus
dilandasi keimanan dan dalam rangka mencari ridha Allah Swt., yaitu faktor yang
bisa mendorong mereka untuk melaksanakan qiyam adalah keimanan mereka, dengan
penuh harapan, kejujuran dan keikhlasan, dan mereka akan menyimpan pahalanya
untuk menjadi bekal di hari akhirat, serta mereka berkeinginan dan berharap
qiyam Ramadhannya itu diterima oleh Allah Swt.
Allah Swt. telah
mengkhususkan Ramadhan dan malam-malamnya dengan lailatul qadar. Lailatul qadar
merupakan malam yang paling mulia dalam satu tahun, sehingga dikhususkannya
Ramadhan dan malam-malamnya tersebut menjadi satu karunia yang agung yang tiada
bandingnya. Banyak hadits yang menyebutkan keutamaan lailatul qadar, di mana
telah kami pilih dua hadits saja yang kami sebutkan pada poin tiga dan empat
sebagai contoh keutamaan melaksanakan qiyam pada saat datangnya lailatul qadar
dan contoh kebajikannya. Ini tidak lain agar kaum Muslim menambah intensitas
shalat, berdoa, bersedekah, dan pintu-pintu kebajikan mereka.
Lailatul qadar itu
lebih baik dari seribu bulan. Sejumlah ayat al-Qur'an telah menyebutkan hal
tersebut:
Firman Allah Swt.
“Haa miim. Demi Kitab
(al-Qur’an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam
yang diberkahi, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam
itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari
sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus Rasul-Rasul, sebagai rahmat
dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(TQS. ad-Dukhan [44]: 1-6)
“Sesungguhnya Kami
telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah
malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (TQS. al-Qadar [97]: 1-5)
Dalam ayat keempat
surat ad-Dukhan ini Allah Swt. berfirman:
“Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”
Yaitu bahwa seluruh
perkara penuh hikmah dan agung, diputuskan dan ditetapkan pada malam al-qadar
(lailatul qadar), dari satu tahun ke tahun berikutnya. Inilah malam penetapan
seluruh urusan oleh Allah Swt., dan tidak ragu lagi hal ini menjadi karunia tertinggi
dan memiliki kedudukan begitu mulia untuk lailatul qadar.
Adapun dalam surat
al-Qadar, maka keutamaan lailatul qadar nampak sangat jelas dalam setiap
ayatnya. Dalam ayat pertama terdapat penjelasan bahwa al-Qur’an telah
diturunkan Allah Swt. pada malam itu.
Dalam ayat kedua
terdapat penegasan terhadap keutamaannya, dan dalam ayat ketiga disebutkan
bahwa lailatul qadar itu lebih baik daripada seribu bulan, di mana satu bulan
itu terdiri dari tiga puluh hari sehingga lailatul qadar itu lebih baik dari
tiga puluh ribu hari yang tidak ada lailatul qadar di dalamnya.
Dalam ayat keempat
terdapat penjelasan tentang turunnya malaikat dan Jibril pada saat itu, membawa
perintah yang diputuskan dan ditetapkan Allah Swt.
Sedangkan dalam ayat
terakhir terdapat penjelasan bahwa dalam lailatul qadar terdapat keselamatan,
yakni keselamatan dari keburukan hingga pagi hari.
Pada hadits keempat:
“Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka dia tidak mendapat kebaikan
seluruhnya, dan tidak ada yang diharamkan dari kebaikannya kecuali orang yang
bernasib buruk.” Ya Allah janganlah engkau haramkan lailatul qadar pada kami
selama kami masih hidup, dan dengan karunia-Mu anugerahilah kami kebaikan
lailatul qadar wahai Tuhan semesta Alam, amin.
Ahmad [25898],
an-Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Aisyah ra., ia
berkata:
“Wahai Rasulullah,
bagaimana pendapatmu jika aku menjumpai lailatul qadar, apa yang harus aku
ucapkan?” Beliau Saw. berkata: “Katakanlah, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun, yang senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku.”
Tirmidzi berkata:
hadits ini hasan shahih.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Tuntunan Puasa
Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul
Izzah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar