B. Menyoroti Pribadi Muhammad
SAW
Pribadi Muhammad bin
Abdillah sejak kecil dipotensikan untuk menjadi orang laki-laki yang layak akan
dibebankan kepadanya misi kepemimpinan umat ini.
1. Nasabnya yang Terhormat
Beliau adalah Muhammad
bin Abdillah (Syaibatul Hamdi) bin Abdil Muththalib bin Hasyim (‘Amrul 'Ula)
bin Abdi Manaf (al-Mughirah) bin Qushai (Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab
bin Luai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah
bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Mu'ad bin ‘Adnan.
Demikian itulah
komposisi silsilah yang benar tentang nasab beliau yang agung, sedang selain
dari itu masih diperselisihkan. Dan tidak ada perbedaan bahwa ‘Adnan adalah
putra Ismail bin Ibrahim al-Khalil a.s.
Sayyidah Aisyah ra.
berkata:
“Kami tidak mendapati
seorangpun yang mengetahui nasab Muhammad setelah ‘Adnan, dan tidak pula
Qahthan, kecuali kalau dia mereka-reka.”
Ini adalah nasab
Rasulullah Saw. dari jalur ayah.
Sedangkan nasab beliau
dari jalur ibu yaitu Muhammad bin Aminah binti Wahhab bin Abdi Manaf bin Zuhrah
bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr.
Kedua orangtua
Rasulullah Saw. merupakan keturunan Adam yang paling mulia kebangsawanannya dan
paling terhormat nasabnya. Nasab yang terhormat ini sangat berpengaruh terhadap
diri Rasulullah Saw., juga berpengaruh kepada siapa saja yang Rasulullah Saw. sampaikan
syariat Allah kepadanya. Pengaruhnya terhadap Rasulullah Saw. adalah beliau
tumbuh secara normal, meski beliau seorang yatim. Beliau tidak merasa rendah
dan hina, berani mengungkapkan pendapatnya, dan penuh percaya diri.
Sedangkan, pengaruhnya
terhadap orang-orang yang diseru oleh Rasulullah Saw. agar beriman dan
bergabung di bawah bendera Islam adalah bahwa mayoritas masyarakat Arab tidak
menemukan cacat pada nasab Rasulullah Saw. dan sesungguhnya pantas diterima
sebagai pemimpin, sebab beliau bagian dari (keluarga) tokoh Quraisy yang
terbesar dan tertinggi nasab-nya.
Sehingga hal itu
membantu menciptakan kepercayaan masyarakat kepadanya dan merasa puas menjadi
pendukungnya.
Sungguh, kita sering
melihat dengan mata kita sendiri, bagaimana harta-harta rakyat dirampas, mereka
dicerai-beraikan, dan diciptakannya kesulitan, ketika orang-orang yang fakir
dan jiwanya miskin menjadi penguasa.
3. Pernikahan Abdullah dengan
Aminah
Abdullah selamat dari
penyembelihan, akhirnya dia tumbuh besar menjadi remaja. Abdullah pemuda
tertampan di antara pemuda-pemuda Quraisy, sehingga banyak gadis Quraisy yang
berangan-angan menjadi istrinya, bahkan ada beberapa gadis yang tidak sabar
untuk menawarkan dirinya, namun Abdullah menolaknya.
Abdul Muththalib
melamar Aminah binti Wahhab bin Abdi Manaf bin Zuhrah untuk istri Abdullah.
Aminah saat itu merupakan gadis tertua dan termulya di Bani Zuhrah, kemudian
Abdul Muththalib menikahkan Abdullah dengan Aminah. Sedangkan umur Abdullah
saat berlangsungnya prosesi pernikahan itu adalah 18 tahun.
4. Aminah Mengandung Muhammad
Saw.
Ketika Aminah
mengandung Muhammad Saw., dia tidak merasakan adanya beban dengan adanya
kandungan itu, dan dia tidak mengalami kejadian-kejadian seperti ngidam yang biasa dialami oleh para wanita di
saat hamil. Orang-orang berkata -tentang sesuatu yang masyhur dibincangkan oleh
mereka, namun hanya Allah yang tahu sebenarnya- bahwa Aminah binti Wahhab, ibu
Muhammad Saw. berbicara tentang dirinya sendiri bahwa ada yang berkata
kepadanya, “Sungguh kamu sedang mengandung pemimpin umat ini, maka ketika kelak
dia telah lahir, katakanlah, “Aku berlindung untuknya kepada Dzat Yang Maha Esa
dari kejahatan setiap yang dengki.” Kemudian berilah dia nama Muhammad.”
Dan juga, ketika
Aminah mengandung Muhammad Saw., dia melihat cahaya keluar dari dirinya,
sehingga dengan cahaya itu dia dapat melihat Istana Bushra di wilayah Syam.
5. Ayah Muhammad Saw. Wafat
Abdullah pergi bersama
rombongan pedagang Quraisy ke negeri Syam. Ketika dia hendak pulang ke Makkah,
dia wafat di Madinah al-Munawwarah dan dimakamkan di sana di samping makam
paman-pamannya dari Bani ‘Adi bin Najjar. Abdullah wafat ketika Muhammad dalam
kandungan Aminah baru berumur dua bulan.
6. Persalinan Rasulullah Tidak
Terasa Sakit
Rasulullah Saw. lahir
pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah. Setelah Aminah melahirkannya, dia
menemui Abdul Muththalib, kakek dari bayi itu, dan dia berkata, “Telah lahir
anak lelaki untukmu, untuk itu datang dan lihatlah dia.” Ketika Abdul Muththalib
datang dan melihatnya, maka Aminah bercerita kepada Abdul Muththalib tentang
apa yang dialaminya di saat mengandung Muhammad Saw., serta apa yang dikatakan
dan diperintahkan kepada dirinya, yakni agar dia memberi nama bayinya Muhammad.
Allah Swt. menjaga
nama Muhammad ini dari menjadi nama yang populer ketika itu. Sehingga tidak
satupun orang yang bernama Muhammad, kecuali beberapa orang di saat menjelang
lahirnya Nabi Saw. Pada saat itu ada enam orang anak yang bernama Muhammad,
yaitu: Muhammad bin Ashbahah, Muhammad bin Maslamah, Muhammad bin Barra’,
Muhammad bin Sufyan, Muhammad bin Hamran, dan Muhammad bin Khuza’ah. Sebab, di
dalam kitab-kitab samawi dikabarkan bahwa nabi yang ditunggu-tunggu itu bernama
Muhammad. Sehingga mereka oleh orangtuanya dinamai Muhammad agar anaknya kelak
menjadi nabi yang selama ini mereka tunggu. Allah menjaga setiap anak yang
bernama Muhammad untuk tidak mengaku sebagai nabi. Dengan demikian, nama yang
jarang dipakai ini sangat berperan dalam upaya menarik perhatian manusia sejak
dini terhadap anak manusia yang Allah pilih sebagai pemimpin umat ini.
Selanjutnya, dia akan membangun istana moralitas umat ini, dan dalam
membangunnya dia selalu berdasarkan wahyu dari Allah Swt.
Abdul Muththalib
mengambil bayi yang baru lahir itu, lalu dia masuk ke dalam Ka’bah. Di dalam
Ka’bah dia berdiri sambil berdo’a dan bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan
kepadanya. Tidak lama kemudian, dia keluar dan menyerahkan kembali bayi itu
kepada ibunya. Kemudian, Muhammad disusukan kepada dari Bani Sa’ad bin Bakar.
Sedang nama wanita yang menyusui Rasulullah Saw. adalah Halimah binti Abi
Duaib.
9. Aminah Wafat, Muhammad Diasuh
Kakeknya, Lalu Pamannya
Muhammad Saw. ketika
bersama ibunya Aminah binti Wahhab dan kakeknya Abdul Muththalib berada dalam
pemeliharaan dan penjagaan Allah, sehingga beliau tumbuh dengan baik penuh
kehormatan. Ketika beliau berumur enam tahun, ibunya wafat di Abwa’, yaitu
tempat antara Makkah dan Madinah. Aminah wafat di saat dia hendak pulang ke
Makkah sehabis mengunjungi para paman Rasulullah Saw. dari Bani ‘Adi bin
an-Najjar.
Wafatnya kedua orang
tua Rasulullah Saw. -di saat beliau masih anak-anak- merupakan sorotan
tersendiri atas pribadi Muhammad Saw. sebelum beliau menerima kendali
kepemimpinan.
Setelah ibunya wafat,
Muhammad Saw. menjadi anggota keluarga kakeknya Abdul Muththalib. Selama beliau
tinggal di rumah kakeknya, beliau diperlakukan dengan penuh hormat.
Abdul Muththalib
memiliki tilam yang ditaruh di bawah Ka’bah, anak-anaknya selalu duduk di
sekeliling tilam tersebut hingga Abdul Muththalib meninggalkannya, dan tidak
satupun anaknya yang berani duduk di tilam tersebut, karena rasa hormatnya
kepada Abdul Muththalib.
Ketika Rasulullah Saw.
datang, lalu beliau duduk di atas tilam tersebut, maka para pamannya menarik
beliau ke belakang. Melihat itu, Abdul Muththalib berkata, “Biarkanlah anakku,
demi Allah, dia akan menduduki kedudukan yang tinggi.” Lalu Abdul Muththalib
mendudukkannya di tilam bersamanya sambil mengelus-elus punggungnya.
Ketika Rasulullah Saw.
berumur delapan tahun, Abdul Muththalib wafat, selanjutnya Rasulullah Saw.
pindah ke rumah pamannya Abu Thalib. Di rumah pamannya, Rasulullah Saw. juga
diperlakukan dengan penuh hormat.
Di sini ada dua
perkara yang menarik perhatian:
Pertama, status yatimnya
Rasulullah Saw. menjadi lengkap dengan wafatnya kedua orangtua beliau, dan lalu
kakeknya, sehingga Rasulullah Saw. menjadi perhatian dan curahan kasih sayang.
Orang-orang di Makkah selalu mengingatnya, bukan saja karena beliau yatim, namun
karena beliau juga cerdas, berakhlak mulia, dan memiliki kepribadian yang kuat.
Semua inilah yang menjadikan orang-orang kagum dan selalu mengingatnya.
Kedua, besarnya penghormatan
Abdul Muththalib kepadanya, sehingga beliau diperkenankan bermain di atas tilam
yang terhampar di bawah Ka’bah, ketika para pembesar dan tokoh Arab sedang
berkumpul di situ. Padahal mereka semua tahu bahwa Abdul Muththalib tidak akan
mengijinkan siapapun duduk di atasnya, sekalipun itu anaknya sendiri. Sungguh
ini perkara yang menarik perhatian mereka, ketika keliau duduk di atas tilam
menemani kakeknya di bawah Ka’bah, padahal beliau masih anak-anak.
10. Indikasi Kebesaran Pribadi
Muhammad
Pertumbuhan fisik dan
mental Rasulullah Saw. mengarah pada kebesarannya. Oleh karena itu, tidak
satupun orang yang melihatnya, kecuali akan berpendapat bahwa Muhammad kelak
akan memiliki kedudukan yang tinggi, seperti yang dikatakan oleh kakeknya Abdul
Muththalib, pamannya Abu Thalib, dan para peramal kepribadian seseorang.
Ibnu Ishaq bercerita
bahwa seseorang dari Bani Lahb ahli dalam hal meramal kepribadian. Ketika dia
berada di Makkah dia mendatangi semua orang Quraisy yang memiliki anak untuk
diramalnya, termasuk Muhammad yang sedang menjadi anggota keluarga pamannya, Abu
Thalib, juga diramalnya, sesaat setelah meramal Muhammad, peramal itu berkata:
“Berikan lagi anak itu (Muhammad) kepadaku.” Melihat antusiasnya yang
berlebihan, maka Muhammad dijauhkan oleh Abu Thalib darinya. Sehingga
terlontarlah perkataan emosional dari peramal Bani Lahb itu: “Celaka kalian,
aku bilang berikan anak itu kepadaku, anak yang telah aku ramal tadi, sebab,
demi Allah, dia kelak akan memiliki kedudukan yang tinggi.”
12. Muhammad Memperdagangkan
Harta Khadijah, dan Prediksi Rahib Nasthura
Khadijah binti
Khuwailid adalah pedagang yang berwibawa dan berharta. Dia mengupah banyak
orang untuk memperdagangkan hartanya ke berbagai negeri yang jauh dengan cara
bagi hasil. Ketika sampai berita kepadanya tentang kejujuran Rasulullah saw,
besarnya rasa tanggung jawab beliau terhadap amanah, dan akhlaknya yang baik,
maka Khadijah menawarkan hartanya kepada Rasulullah Saw. untuk diperdagangkan
ke Syam dengan ditemani oleh pembantunya, Maisarah. Khadijah memberikan
fasilitas yang lebih kepada Rasulullah Saw. dibandingkan para pedagang yang
lain.
Rasulullah Saw.
menerima tawaran itu, maka beliau pun pergi ke Syam dengan ditemani Maisarah
(Maisarah seorang laki-laki). Di Syam Rasulullah Saw. singgah dan beristirahat
di bawah pohon yang tidak jauh dari tempat pertapaan Rahib Nasthura.
Rahib mendekati
Maisarah dan berkata, “Siapa lelaki yang beristirahat di bawah pohon itu?” “Dia
itu orang Quraisy dari Ahlul Haram
(keluarga terhormat),” jawab Maisarah. Lalu Rahib Nasthura berkata kepada
Maisarah, “Tidak seorangpun yang beristirahat di bawah pohon itu, kecuali dia
itu seorang Nabi.”
Di Syam, Rasulullah
Saw. menjual barang dagangannya dan membeli apa saja yang ingin dibelinya.
Kemudian beliau pulang kembali ke Makkah. Di siang hari, ketika suhu sangat
panas, Maisarah selalu melihat dua malaikat yang menaungi Rasulullah Saw. dari
panasnya sinar matahari.
Sesampainya di Makkah,
Rasulullah Saw. langsung menemui Khadijah dan memberitahukan bahwa barang
dagangannya laku banyak serta mendapatkan keuntungan yang besar. Maisarah juga
memberitahukan kepada Khadijah tentang akhlaknya, kedua malaikat yang selalu mengikuti
dan menaungi Rasulullah Saw. dari panasnya sinar matahari, serta tentang apa
yang dia dengar dari Rahib Nasthura. Sehingga hal itu membuat Khadijah jatuh
cinta kepada Rasulullah Saw.
13. Prediksi Waraqah Tentang
Kenabian Muhammad
Khadijah menyampaikan
apa yang dia dengar dari Maisarah kepada Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah
sepupu Khadijah. Waraqah adalah penganut agama Nasrani yang rajin mendalami
berbagai kitab, sehingga dia menjadi orang yang terpandai.
Waraqah berkata,
“Wahai Khadijah, jika semua itu benar, sesungguhnya Muhammad adalah Nabi bagi
umat ini. Sekarang saya tahu bahwa dialah Nabi yang sedang ditunggu oleh umat
ini.” Pernyataan Waraqah ini merupakan perhatian baru atas diri Muhammad Saw.
yang sebentar lagi dia akan mengendalikan kepemimpinan umat ini.
14. Muhammad Menikah Dengan
Khadijah
Berita yang
disampaikan Maisarah, ditambah pernyataan Waraqah bin Naufal membuat Khadijah
jatuh cinta kepada Muhammad. Khadijah seorang wanita yang cerdas, bijaksana,
dan mulya itu sangat berhasrat menjadi istri yang ikhlas bagi lelaki yang
agung.
Khadijah meminta
Muhammad untuk menemuinya, ketika Muhammad menemuinya, Khadijah berkata, “Hai
anak paman, sungguh aku sangat mencintaimu karena keluargamu, kemuliaanmu, rasa
tanggungjawabmu, akhlakmu yang baik, dan kejujuranmu.” Selanjutnya, Khadijah menawarkan
diri untuk menjadi istrinya. Waktu itu, Khadijah adalah wanita Quraisy yang
termulya nasabnya, dan yang terkaya di antara sesama wanita, sehingga banyak
lelaki dari bangsanya yang berhasrat untuk menikahinya, namun mereka tidak
mampu melakukannya.
Seorang wanita
menawarkan diri untuk menjadi istri bagi lelaki yang sepadan dan terhormat
tidak dianggap buruk oleh orang-orang Arab, baik sebelum datangnya Islam
ataupun sesudahnya. Khadijah di antara wanita-wanita yang menawarkan dirinya
untuk Rasulullah Saw. Umar ra. pernah menawarkan putrinya Hafshah kepada Abu
Bakar ra., kemudian kepada Utsman ra.
Setelah Khadijah ra.
menawarkan dirinya untuk menjadi istri Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw.
segera memberitahukan hal itu pada paman-pamannya. Selanjutnya Rasulullah Saw.
pergi bersama pamannya Hamzah menemui Khuwailid bin Asad untuk meminang Khadijah.
Kemudian Rasulullah Saw. dinikahkan dengan Khadijah dengan mas kawin dua puluh
ekor unta.
Khadijah adalah wanita
pertama yang menjadi istri Rasulullah Saw. Umur Khadijah waktu itu sudah empat
puluh tahun, sedang umur Rasulullah Saw. dua puluh lima tahun. Semua keturunan
Rasulullah Saw., baik yang laki-laki maupun yang wanita merupakan buah dari
pernikahannya dengan Khadijah, kecuali Ibrahim buah dari pernikahannya dengan
Mariyah al-Qibthiyah.
Kalau kita mau
mencermati hikmah di balik pernikahan ini, niscaya kita akan menemukan bahwa
seorang yang hendak memasuki ganasnya perang ketika melawan musuh-musuhnya,
maka ia perlu kekuatan fisik dan mental, untuk itu, ia perlu ditemani istri
yang mampu memperkuat tekadnya, dan mendukung setiap usahanya dalam mencapai
cita-cita masa depannya yang tinggal selangkah lagi, bukan istri yang justru
membuatnya lemah dan tidak bersemangat.
Rasulullah Saw. tidak
pernah menikah dengan wanita lain selama Khadijah masih hidup. Rasulullah Saw.
melakukan itu karena dua hal: Pertama,
sebagai penghargaan Rasulullah Saw. atas semangat jihad Khadijah dalam
menciptakan ghirah (semangat) dan
keteguhan pada diri Rasulullah Saw. Kedua,
dakwah Islam ketika itu kondisinya tidak menuntut Rasulullah Saw. untuk
berpoligami. Sebab, al-marhalah at-tasyri’iyah? (periode perundang-undangan)
yang menuntut Rasulullah Saw. mensosialisasikannya sendiri kepada masyarakat,
dan sebagian besar dari undang-undang tersebut diterapkan Rasulullah Saw. di
dalam rumahnya, maka penyampai dan penerjemah terbaik atas undang-undang
tersebut adalah para istri Rasulullah Saw., karena merekalah yang secara
langsung hidup bersamanya, dan yang paling tahu tentang hal-ihwalnya. Ketika
Rasulullah Saw. menikah dengan Khadijah periode ini belum dimulai, dan musuh
Rasulullah Saw. ketika itu masih terbatas pada orang-orang Quraisy, tidak
meliputi semua suku di Arab.
17. Kabar dari Para Pendeta,
Rahib dan Paranormal Tentang Dekatnya Masa Datangnya Nabi Saw.
Para pendeta Yahudi
dan rahib Nasrani, sebagaimana kabar yang diterima dari Buhaira dan Nasthura,
serta para paranormal bangsa Arab, mereka telah membicarakan tentang Rasulullah
Saw. sebelum tiba waktu kerasulannya, dengan melihat dekatnya masa kerasulan
Nabi Saw. Adapun para pendeta Yahudi dan rahib Nasrani mereka menyandarkan
penjelasan tentang nama Nabi yang ditunggu, sifat-sifatnya, masa kerasulannya,
dan tempat diutusnya pada kitab-kitab suci mereka dan syarahnya. Penjelasan tentang hal itu sangatlah sempurna, sebab
Allah Swt. telah mengambil perjanjian atas para Nabi dan para pengikutnya,
yaitu apabila telah datang Nabi yang ditunggu (Muhammad Saw.), mereka wajib
beriman kepadanya dan membantu dakwahnya. Allah Swt. berfirman:
“Dan (ingatlah),
ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: “Sungguh, apa saja yang aku
berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang
rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh
beriman kepadanya dan menolongnya.” (TQS. Ali Imran [3]: 81)
Oleh karena itu,
penjelasan ini harus disampaikan kepada mereka. Sehingga mereka para pengikut
nabi tidak mengabaikan kewajiban mereka terhadap nabi yang mereka tunggu ini.
Sedang berita yang
disampaikan oleh para paranormal Arab, maka sandarannya adalah apa yang datang
dari pendeta Yahudi dan rahib Nasrani, ditambah dengan apa yang mereka
ceritakan tentang terhentinya bantuan informasi dari setan, sebab para setan
selalu dilempar dengan bintang, setiap kali para setan itu berusaha menyadap
informasi dari malaikat.
Kesimpulan
Sesungguhnya Allah
Swt. menjadikan Muhammad Saw. sorotan masyarakat sejak kecil, sebab Muhammad
Saw. adalah orang yang memang disiapkan untuk menjadi pemimpin.
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press