LENTERA KEBANGKITAN
Ulama Sejati
Oleh: Zakariya
al-Bantany
Kedudukan Ulama itu
lebih tinggi dan lebih mulia daripada sekedar jabatan Presiden dan Wakil
Presiden. Jika seorang Ulama begitu berambisi meminta jabatan Presiden ataupun
jabatan Wakil Presiden, maka ia telah menjatuhkan marwah, 'iffah dan kehormatan
Keulamaannya di mata Allah dan Rasul-Nya serta di mata umat.
Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden dalam sistem demokrasi hanya untuk menjalankan hukum-hukum kufur
jahiliyah demokrasi kapitalisme sekulerisme -yang notabene warisan kafir
penjajah Barat- bukan untuk menjalankan hukum-hukum Allah (Al-Qur’an dan
As-Sunnah).
Sebab, demokrasi
kapitalis sekuler sangat bertentangan dengan Islam (hukum-hukum Allah yakni
Al-Qur’an dan As-Sunnah) baik dari akar, asas hingga cabang-cabangnya. Dan pada
hakikatnya demokrasi kapitalis sekuler sangat memusuhi hukum-hukum Allah
(Islam).
Sedangkan wahyu Allah
berupa Islam dengan sumber hukumnya yakni Al-Quran dan As-Sunnah lebih tinggi
dan lebih mulia daripada ayat-ayat konstitusi buatan manusia manapun ataupun
ideologi kufur manapun.
Karena itulah, Ulama
sejati itu loyalitasnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya serta untuk Islam serta
hanya untuk menjalankan hukum-hukum Allah (Al-Qur’an dan As-Sunnah) semata
bukan justru loyalitasnya untuk Presiden dan Wakil Presiden serta bukan pula loyalitasnya
untuk menjalankan hukum-hukum kufur jahilyah sekuler demokrasi kapitalis
tersebut.
Karena Ulama adalah
Pewaris Para Nabi. Rasulullah Saw. bersabda:
“Ulama adalah pewaris
para Nabi.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu
‘anhu)
Dan Ulama sejati itu
adalah Ulama yang tidak cinta dunia dan tidak cinta jabatan. Inilah Ulama
sejati Pewaris Para Nabi. Hakikatnya Ulama sejati Pewaris Para Nabi adalah
mereka yang sangat cinta dan sangat takut kepada Allah semata bukan justru
takut kepada penguasa dan bukan pula takut tidak mendapatkan jabatan dan dunia.
Ulama sejati Pewaris
Para Nabi adalah Ulama yang lurus dan berpegang teguh kepada akidah Islam atau
ideologi Islam serta meneladani manhaj dakwah Rasulullah Saw. dan terdepan
dalam perjuangan dakwah amar ma'ruf wa nahi
munkar terhadap segala bentuk kemungkaran khususnya kemungkaran yang
dilakukan oleh penguasa dzhalim dan para penjajah, bukan justru menjilat
penguasa dzhalim dan penjajah serta membenarkan dan membela kedzhaliman dan
kemungkaran penguasa dzhalim dan penjajah.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya di
antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama,
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28)
Maka sebagai pelaku
dalam ayat ini adalah: Para ulama adalah orang yang paling khawatir dan paling
takut kepada Allah. Lafdzul jalalah
(Allah) sebagai obyek yang didahulukan. Adapun faedah dan fungsi didahulukannya
peletakan obyek ini adalah: untuk pembatasan kerja subyek. Maksudnya yang takut
kepada Allah Ta’ala tak lain hanyalah para Ulama. Karena kalau subyeknya yang
didahulukan pastilah pengertiannya akan berbeda, dan menjadi "Sesungguhnya
para ulama kepada Allah," Permaknaan seperti ini tidak dibenarkan, karena
artinya ada di antara para Ulama yang tidak takut kepada Allah.
Atas dasar inilah
Syaikhul Islam berkomentar tentang ayat: “Hal ini menunjukkan bahwa setiap yang
takut kepada Allah maka dialah orang yang Alim, dan ini adalah haq. Dan bukan
berarti setiap yang alim akan takut kepada Allah.” [Dari kitab “Majmu Al-Fatawa”, 7/539. Lihat “Tafsir Al-Baidhawi”, 4/418, Fathul Qadir, 4/494].
Dari penjelasan di
atas maka ayat yang mulia ini memberikan faedah: Sesungguhnya para Ulama itu
pemilik rasa takut kepada Allah, dan sesungguhnya siapa saja yang tidak takut
kepada Allah berarti dia bukanlah seorang alim.
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang takut
kepada Allah dan benar-benar takut adalah para Ulama yang mereka paham betul
tentang hakekat Allah Ta’ala, karena ketika pengetahuan kepada Yang Maha Agung
dan Maha Kuasa sudah sempurna dan bekal ilmu tentang-NYA sudah memadai maka
perasaan takut kepada-NYA akan semakin besar..”
Ali bin Abi Thalhah
meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radliyallahu
Anhu tentang firman Allah Ta’ala:
Dia berkata,
"Mereka yang takut kepada Allah adalah mereka yang mengetahui sesungguhnya
Allah Kuasa atas segala sesuatu." Said bin Jubair berkata, "Yang
dinamakan takut adalah yang menghalangi anda dengan perbuatan maksiat kepada
Allah Azza wa Jalla." Al Hasan Al
Bashri berkata, "Orang Alim adalah yang takut kepada yang Maha Pemurah
terkait perkara yang Ghaib, menyukai apa yang disukai oleh Allah, dan menjahui
apa-apa yang mendatangkan kemurkaan Allah. Lalu beliau membaca Ayat:
“Sesungguhnya di
antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama,
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Dari Abdullah bin
Mas’ud Radhiyallahu Anhu dia berkata, "Bukanlah yang dikatakan orang
berilmu itu orang yang banyak hafal hadits, akan tetapi yang dinamakan orang
berilmu itu orang yang rasa takutnya amat besar."
Sufyan Ats-Tsauri
meriwayatkan dari Abu Hayyan At-Taimi dari seorang lelaki dia berkata,
"Seorang yang alim tentang Allah adalah orang yang Alim tentang perintah
Allah. Orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang
Allah. Adapun orang yang Alim tentang Allah dan tentang perintah Allah, dialah
orang yang takut kepada Allah Ta’ala dan mengetahui koridor agama serta hal-hal
yang difardhukan oleh agama. Adapun orang yang Alim tentang Allah bukanlah
orang yang Alim tentang perintah Allah, apabila dia takut kepada Allah Ta’ala
dan tidak mengetahui ajaran agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama.
Begitupun orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim
tentang Allah, jika dia adalah orang yang mengetahui batasan-batasan dan
hal-hal yang difardhukan oleh agama akan tetapi sama sekali tidak takut kepada
Allah ‘Azza wa Jalla." [Dikutip
dengan ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir,
4/729].
Dan Ulama sejati
Pewaris Para Nabi pun posisi mereka berada terdepan dalam memimpin umat,
membina umat dan mengurusi segala urusan umat serta terdepan pula membangkitkan
dan menggerakkan umat untuk melakukan perubahan revolusioner secara sistematis
di tengah masyarakat.
Ulama sejati Pewaris
Para Nabi pun terdepan penuh ikhlas berada dalam barisan perjuangan dakwah
menegakkan Syariah dan Khilafah Ajaran Islam Wa'dullah
(janji Allah) wa Fardhun minallah
(kewajiban dari Allah) wa Busyrah Rasulillah
(Kabar Gembira Rasulullah) hingga tetes keringat dan tetes darah yang terakhir.
Ulama sejati Pewaris
Para Nabi pun bukan justru memusuhi Khilafah dan menuduh Khilafah sebagai
ancaman; pemecah-belah; bertentangan dengan falsafah, konstitusi dan ideologi
buatan manusia; serta menuduh Khilafah bukan sistem baku; ataupun berfatwa
Khilafah tidak cocok untuk Indonesia dan tidak mungkin Khilafah bisa tegak di
Indonesia.
Jadi, Ulama sejati
Pewaris Para Nabi adalah mereka yang sangat takut kepada Allah dan totalitas
ikhlas beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta tidak bermaksiat sedikitpun
kepada Allah SWT dan benar-benar memiliki kepribadian agung seorang Mukmin sejati
yang sangat taat dan tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya serta taat pada
hukum-hukum Allah. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya ini:
"Sesungguhnya
jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya
agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami
mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. An-Nuur: 51)
Wallahu a'lam bish shawab. []
#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah
[]
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar