Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 01 September 2018

Ulama Sejati


LENTERA KEBANGKITAN

Ulama Sejati

Oleh: Zakariya al-Bantany

Kedudukan Ulama itu lebih tinggi dan lebih mulia daripada sekedar jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Jika seorang Ulama begitu berambisi meminta jabatan Presiden ataupun jabatan Wakil Presiden, maka ia telah menjatuhkan marwah, 'iffah dan kehormatan Keulamaannya di mata Allah dan Rasul-Nya serta di mata umat.

Jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam sistem demokrasi hanya untuk menjalankan hukum-hukum kufur jahiliyah demokrasi kapitalisme sekulerisme -yang notabene warisan kafir penjajah Barat- bukan untuk menjalankan hukum-hukum Allah (Al-Qur’an dan As-Sunnah).

Sebab, demokrasi kapitalis sekuler sangat bertentangan dengan Islam (hukum-hukum Allah yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah) baik dari akar, asas hingga cabang-cabangnya. Dan pada hakikatnya demokrasi kapitalis sekuler sangat memusuhi hukum-hukum Allah (Islam).

Sedangkan wahyu Allah berupa Islam dengan sumber hukumnya yakni Al-Quran dan As-Sunnah lebih tinggi dan lebih mulia daripada ayat-ayat konstitusi buatan manusia manapun ataupun ideologi kufur manapun.

Karena itulah, Ulama sejati itu loyalitasnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya serta untuk Islam serta hanya untuk menjalankan hukum-hukum Allah (Al-Qur’an dan As-Sunnah) semata bukan justru loyalitasnya untuk Presiden dan Wakil Presiden serta bukan pula loyalitasnya untuk menjalankan hukum-hukum kufur jahilyah sekuler demokrasi kapitalis tersebut.

Karena Ulama adalah Pewaris Para Nabi. Rasulullah Saw. bersabda:

“Ulama adalah pewaris para Nabi.” (HR. At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahuanhu)

Dan Ulama sejati itu adalah Ulama yang tidak cinta dunia dan tidak cinta jabatan. Inilah Ulama sejati Pewaris Para Nabi. Hakikatnya Ulama sejati Pewaris Para Nabi adalah mereka yang sangat cinta dan sangat takut kepada Allah semata bukan justru takut kepada penguasa dan bukan pula takut tidak mendapatkan jabatan dan dunia.

Ulama sejati Pewaris Para Nabi adalah Ulama yang lurus dan berpegang teguh kepada akidah Islam atau ideologi Islam serta meneladani manhaj dakwah Rasulullah Saw. dan terdepan dalam perjuangan dakwah amar ma'ruf wa nahi munkar terhadap segala bentuk kemungkaran khususnya kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa dzhalim dan para penjajah, bukan justru menjilat penguasa dzhalim dan penjajah serta membenarkan dan membela kedzhaliman dan kemungkaran penguasa dzhalim dan penjajah.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28)

Maka sebagai pelaku dalam ayat ini adalah: Para ulama adalah orang yang paling khawatir dan paling takut kepada Allah. Lafdzul jalalah (Allah) sebagai obyek yang didahulukan. Adapun faedah dan fungsi didahulukannya peletakan obyek ini adalah: untuk pembatasan kerja subyek. Maksudnya yang takut kepada Allah Ta’ala tak lain hanyalah para Ulama. Karena kalau subyeknya yang didahulukan pastilah pengertiannya akan berbeda, dan menjadi "Sesungguhnya para ulama kepada Allah," Permaknaan seperti ini tidak dibenarkan, karena artinya ada di antara para Ulama yang tidak takut kepada Allah.

Atas dasar inilah Syaikhul Islam berkomentar tentang ayat: “Hal ini menunjukkan bahwa setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang Alim, dan ini adalah haq. Dan bukan berarti setiap yang alim akan takut kepada Allah.” [Dari kitab “Majmu Al-Fatawa”, 7/539. Lihat “Tafsir Al-Baidhawi”, 4/418, Fathul Qadir, 4/494].

Dari penjelasan di atas maka ayat yang mulia ini memberikan faedah: Sesungguhnya para Ulama itu pemilik rasa takut kepada Allah, dan sesungguhnya siapa saja yang tidak takut kepada Allah berarti dia bukanlah seorang alim.

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dan benar-benar takut adalah para Ulama yang mereka paham betul tentang hakekat Allah Ta’ala, karena ketika pengetahuan kepada Yang Maha Agung dan Maha Kuasa sudah sempurna dan bekal ilmu tentang-NYA sudah memadai maka perasaan takut kepada-NYA akan semakin besar..”

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radliyallahu Anhu tentang firman Allah Ta’ala:

Dia berkata, "Mereka yang takut kepada Allah adalah mereka yang mengetahui sesungguhnya Allah Kuasa atas segala sesuatu." Said bin Jubair berkata, "Yang dinamakan takut adalah yang menghalangi anda dengan perbuatan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla." Al Hasan Al Bashri berkata, "Orang Alim adalah yang takut kepada yang Maha Pemurah terkait perkara yang Ghaib, menyukai apa yang disukai oleh Allah, dan menjahui apa-apa yang mendatangkan kemurkaan Allah. Lalu beliau membaca Ayat:

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu dia berkata, "Bukanlah yang dikatakan orang berilmu itu orang yang banyak hafal hadits, akan tetapi yang dinamakan orang berilmu itu orang yang rasa takutnya amat besar."

Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Abu Hayyan At-Taimi dari seorang lelaki dia berkata, "Seorang yang alim tentang Allah adalah orang yang Alim tentang perintah Allah. Orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah. Adapun orang yang Alim tentang Allah dan tentang perintah Allah, dialah orang yang takut kepada Allah Ta’ala dan mengetahui koridor agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Adapun orang yang Alim tentang Allah bukanlah orang yang Alim tentang perintah Allah, apabila dia takut kepada Allah Ta’ala dan tidak mengetahui ajaran agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Begitupun orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah, jika dia adalah orang yang mengetahui batasan-batasan dan hal-hal yang difardhukan oleh agama akan tetapi sama sekali tidak takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla." [Dikutip dengan ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir, 4/729].

Dan Ulama sejati Pewaris Para Nabi pun posisi mereka berada terdepan dalam memimpin umat, membina umat dan mengurusi segala urusan umat serta terdepan pula membangkitkan dan menggerakkan umat untuk melakukan perubahan revolusioner secara sistematis di tengah masyarakat.

Ulama sejati Pewaris Para Nabi pun terdepan penuh ikhlas berada dalam barisan perjuangan dakwah menegakkan Syariah dan Khilafah Ajaran Islam Wa'dullah (janji Allah) wa Fardhun minallah (kewajiban dari Allah) wa Busyrah Rasulillah (Kabar Gembira Rasulullah) hingga tetes keringat dan tetes darah yang terakhir.

Ulama sejati Pewaris Para Nabi pun bukan justru memusuhi Khilafah dan menuduh Khilafah sebagai ancaman; pemecah-belah; bertentangan dengan falsafah, konstitusi dan ideologi buatan manusia; serta menuduh Khilafah bukan sistem baku; ataupun berfatwa Khilafah tidak cocok untuk Indonesia dan tidak mungkin Khilafah bisa tegak di Indonesia.

Jadi, Ulama sejati Pewaris Para Nabi adalah mereka yang sangat takut kepada Allah dan totalitas ikhlas beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta tidak bermaksiat sedikitpun kepada Allah SWT dan benar-benar memiliki kepribadian agung seorang Mukmin sejati yang sangat taat dan tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya serta taat pada hukum-hukum Allah. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya ini:

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nuur: 51)

Wallahu a'lam bish shawab. []

#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah []


(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam