KEWAJIBAN MENETAPKAN HUKUM DENGAN
SYARIAT ALLAH
MENETAPKAN HUKUM DENGAN SYARIAT ALLAH
”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS.
An-Nisa’:65)
Menetapkan
hukum sesuai sistem Allah dan Syariat-Nya merupakan keharusan dan tidak bisa
hanya dijadikan pilihan saja. Sebab yang ada hanyalah iman dan tidak
beriman. [Sayyid Quthb: fii
Dhilalil Qur’an jilid 1 hal.132]
Kaitan antara
ayat ini dengan ayat sebelumnya sangat jelas. Ayat ini datang setelah perintah
mematuhi Allah dan Rasul-nya Saw. dan mengembalian urusan kepada Allah dan
rasul ketika terjadi perselisihan. Kemudian penafi’an iman bagi orang
yang mengaku beriman namun tidak rela untuk menetapkan hukum dari Allah dan
Rasul-Nya. Ayat ini datang untuk menegaskan makna ayat yang sebelumnya tersebut
dengan penetapan yang mantap dan gambaran yang kuat.
Seolah
dikatakan: ”Mereka tunduk kepada keputusanmu dengan ketundukan pasti yang tidak
ada keraguan lagi di dalamnya.” [Tafsir
an-Nasafi jilid 1 hal.234]
Hadits dari
Urwah bin Zubair yang berkata: Zubair bertengkar dengan seorang lelaki kaum
anshar tentang sebuah aliran air. Maka Rasulullah bersabda: “Berilah air
wahai zubair kemudian berikan air
itu ke tetanggamu.” Lalu sahabat Anshar itu berkata: ”wahai
Rasulullah, apakah karena Zubair sepupu anda?.” lantas wajah Rasulullah Saw.
berubah warna kemudian beliau bersabda: “Kamu wahai Zubair yang mengairi,
kemudian tahanlah air
sampai menuju ke tembok kemudian berikan air
itu kepada tetanggamu.” Zubair berkata: ”Saya melihat bahwa ayat ini
turun tentang masalah tersebut.” [Sahih
Bukhari ”fathul bari” jilid 8 hal.254 kitab attafsiir bab falaa warabbika]
”Ayat ini
dengan jelas memberikan batasan syarat iman dan batasan Islam, yaitu berhukum kepada
Syariat Allah yang terdapat dalam kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. Ini
adalah perkara yang diakui oleh Allah sendiri dan Dia bersumpah terhadapnya
dengan Dzat-Nya yang Maha Tinggi.
Tidak ada
keraguan bahwa maksud dari Rasulullah menerapkan adalah menerapkan Syariat
Allah dan sistem-Nya dalam kehidupan beliau dan setelah beliau wafat.
…Maka
hendaknya umat Islam melihat di manakah posisi mereka dalam hal Islam dan di
manakah posisi mereka dalam hal iman?.” [Sayyid
Quthb: Fii Dhilalil Qur’an jilid 2 hal.696]
”Dan
tidakkah patut bagi laki-laki mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan mu'minah,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
(QS. Al-Ahzaab:36)
“Tidak ada
pilihan bagi mukmin lelaki dan wanita ketika Allah dan Rasulullah telah
menetapkan keputusan. Keputusan Allah itulah yang harus diikuti. Apa yang
dimaksudkan Rasulullah Saw. itulah yang benar. Barangsiapa menentang Allah dan
Rasul dalam sesuatu hal maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. Sebab
Allah-lah yang mengatur, dan Rasulullah yang menunjukkan dan menjadi perantara.
Maka barangsiapa yang meninggalkan orang yang mengatur dan tidak mendengar
perkataan orang yang menunjukkan, maka ia benar-benar telah sesat.”
[Fakhrurrazi, Mafatihul Ghaib
jilid 12 hal.596]
Ibnu Katsir,
setelah menyebutkan sebab turunnya ayat itu dan menyebutkan kisah Zaid bin
Haritsah dan Ummul Mukminin Sayyidah Zainab binti Jahsy ra., beliau berkata:
”Ayat ini umum dalam segala perkara. Yaitu jika Allah dan Rasulullah telah
menetapkan keputusan maka seseorang tidak boleh melanggarnya. Tidak ada
seorangpun setelah firman Allah dan sabda Rasulullah yang berhak memilih,
berpendapat atau berkata. Karena itulah Allah memperkeras jika ada seseorang
yang melanggar ketentuan-Nya dan keputusan Rasul-Nya. Maka setelah itu Allah
berfirman: “Dan barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia
telah sesat dengan kesesatan yang nyata”, seperti firman Allah: ”Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih -QS.An-Nuur:63.
Allah telah
menyempurnakan akidah
dan Syariat Islam ini. Maka tidak boleh lagi seorang mukmin mengatakan bahwa
dalam agama ini terdapat kekurangan yang memerlukan penyempurnaan, kekurangan
yang memerlukan penambahan. Atau mempunyai konsep Islam yang berubah sesuai
tempat atau zaman tertentu yang harus berubah mengikuti perkembangan zaman.
Allah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agamamu”-QS.al-Maidah:3.
Tentang ayat
itu, Imam Ibnu Katsir berkata: Ini merupakan nikmat Allah terhadap umat
Islam yang terbesar, sebab Allah telah menyempurnakan agama Islam bagi mereka
sehingga mereka tidak memerlukan kepada agama selain Islam dan kepada Nabi
selain Nabi mereka. Karena itulah, Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai Nabi
terakhir dan mengutus beliau kepada manusia dan jin. Maka
tidak ada halal kecuali apa yang dihalalkan Allah, dan tidak ada keharaman
kecuali yang diharamkan Allah, serta tidak ada agama kecuali apa yang
diSyariatkan Allah.
Imam Ibnu
Katsir berkata tentang firman Allah “Dan telah Aku ridhai Islam sebagai
agamamu”: Maksudnya bersikaplah rela akan Islam bagi diri kalian, sebab
Islam adalah agama yang dicintai Allah dan diridhai-Nya. Dengan Islam itu beliau
mengutus Rasul yang mulia yang paling utama, dan dalam Islam itulah Allah
menurunkan kitab-Nya yang paling mulia.” [Tafsir
Ibnu Katsir jilid 2 hal.13]
Imam Bukhari
meriwayatkan hadits mengenai penafsiran ayat ini. Beliau berkata: “Kaum Yahudi
berkata kepada Umar: Kalian membaca sebuah ayat yang jika ayat itu turun kepada
kita, maka kita akan menjadikannya sebagai hari raya. Maka Umar
berkata: Saya sungguh mengetahui ketika ayat itu diturunkan, di mana
turunnya dan di manakah Rasulullah saat ayat itu turun, yaitu di padang Arafah.
Dan saya, demi Allah juga berada di padang Arafah.” [Sahih Bukhari, jilid 8 hal.270, kitab
tafsir bab alyauma akmaltu lakum diinakum, dari Thariq bin syihab ra.]
Dalam kitab Alhukuumah
alIslamiiyah, Abul A’la Al-maududi [Abul
a’la almaududi, dilahirkan pada tahun 1903 M di kota Urank Abad di India. Beliau adalah pendiri
sebuah jama’ah Islam di sana. Kehidupannya
penuh dengan perjuangan. Beliau wafat pada tanggal 12 september 1979 M] berkata:
“Tuntutan untuk kembali kepada sistem Allah dan Syariat-Nya timbul dari
perasaan yang kuat bahwa jika seorang Muslim tidak mengikuti peraturan Allah,
maka pengakuan keIslamannya batal dan tiada berarti.
Inilah argumentasai Al-Qur’an karim tentang pernyataan tersebut:
1. Al-Qur’an ul-karim menyebutkan bahwa Allah adalah pemilik kerajaan.
Oleh karenanya Dialah yang berhak memutuskan perkara dan membuat perundangan.
Al-Qur’an juga menetapkan bahwa menjalankan perintah orang selain Allah
(menyalahi Syariah) atau hukum selain hukum Allah di muka bumi Allah, maka hal
itu merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah dan merupakan kebatilan dan
pengingkaran yang nyata.
Yang benar, seorang hakim (termasuk pemimpin yaitu Khalifah, ed.)
menghukumi dengan peraturan Allah dan memerincikan perkara dengan Syariat Allah
dalam kaitan hakim sebagai khalifah Allah dan wakil Allah di muka bumi. Allah
berfirman:
”Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau
berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki.”(QS.Ali-Imran:26)
Allah
berfirman:
”Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai
anak dan tidak mempuyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong
(untuk menjaga-Nya) dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang
sebenar-benarnya.”(QS.Al-Israa’:111)
Allah
berfirman:
”Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang
disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka keputusan
(sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(QS.Al-Mu’min:12)
Allah
berfirman:
”Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam
menetapkan keputusan.” (QS. Kahfi:26)
2. Berdasarkan hal ini, maka Allah telah mencabut hak penghalalan dan
pengharaman, sebab manusia
merupakan makhluk dan hamba yang diatur. Tugasnya terfokus kepada mengikuti
peraturan yang ditetapkan pemilik kerajaan. Allah berfirman:
”Dan
janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta ‘ini halal dan ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah tiadalah beruntung.”(QS.An-Nahl:116)
3. Allah menegaskan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an sebagai sistem agar manusia
berhukum dengannya di muka bumi. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu.”(QS.An-Nisa’:105)
Allah juga berfirman:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”(QS.al-Maaidah:49)
4. Segala sesuatu yang muncul dari perbuatan dari arah mana saja yang
berlandaskan syariat lainnya yang bukan Syariat Allah, maka batal dan tidak
bernilai. Allah berfirman:
“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah
sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa
mereka berbuat sebaik-baiknya.”(QS.Al-Kahfi 103-104)
Ini adalah teks Kitabullah yang muhkam (pasti arahnya). Dan
inilah akidah
yang merupakan pusat pemikiran, sistem, moral serta aturan Islam dalam
kehidupan sosial. Umat Islam tidak mungkin sampai kepada iman yang sempurna
tanpa menjalankan aturan dan Syariat Allah dan menerapkannya dalam segala
perbuatan yang kecil dan besar yang berkaitan dengan urusan kehidupan mereka.”
[Abul A’laa al-Maududi, alhukuumah
alIslamiyyah hal.20 dan selanjutnya]
KEWAJIBAN MENETAPKAN HUKUM DENGAN SYARIAT ALLAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar