BERIKHTIAR
MENJALANI SEBAB
PEMBAHASAN KELIMA:
SUNNATULLAH BERIKHTIAR ATAU MENJALANI SEBAB
Termasuk ketentuan Allah terpenting yang harus dijaga oleh umat Islam
adalah sunnatullah berupa ”al-akhdzu bilasbab(menjalani sebab) atau
ikhtiar.
Asbab adalah bentuk jamak dari sabab yaitu segala sesuatu yang
dijadikan perantara kepada hal lainnya.
“Asal makna sabab (sebab) menurut bahasa adalah habl (tali)
Ada perkataan orang Arab: “Tali tidak diakui sebagai sabab(sarana)
sampai ia turun dan naik. Dengan kata itu terdapat firman Allah: ”Maka
hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya.”
(QS. Al-Hajj:15)
Ada yang mengatakan: “Segala sesuatu yang anda jadikan sarana menuju
tempat atau keperluan yang anda inginkan, maka dinamakan sebab.” Ada yang
mengatakan: “Jalan mempunyai sebab, karena dengan menempuh jalan itu maka anda
akan sampai di tempat yang anda inginkan.”
Allah
berfirman: “Maka ia mengikuti sabab” [QS. al-Kahfi:85], maksudnya
jalan. Sabab langit, maksudnya pintu-pintunya, karena untuk sampai ke
langit, di dapatkan dengan cara memasuki pintu itu. Dalam hal ini Allah Swt.
memberitahukan tentang Fir’aun: ”Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman,
buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu,
(QS.Ghafir:36) (Yaitu) pintu-pintu langit.” (QS. Ghafir:37)
Persaudaraan
di antara dua kaum, dinamakan sabab, karena dengan persaudaraan itu
mereka saling berhubungan dan berkomunikasi.
Sedangkan pengertian sabab (sebab)
menurut istilah Syariat adalah: Sesuatu yang dijadikan perantara untuk mencapai
suatu maksud dan ia tidak terpengaruh dengannya, misalnya waktu sebagai sebab
kewajiban shalat.” [Imam Razi, Mafaatiihul Ghaib, jilid 2 hal.626]
Kata sabab
juga dipinjam untuk arti segala sesuatu yang dijadikan perantara untuk sampai
kepada suatu perkara tertentu. [Ar-Raghib
Al-Ashfahani, mufradaat alqur’aan kitab sin hal.220, dam mu’jam alwasith materi
sababa hal.427]
Sunnatullah ‘menjalani
sebab’ atau ikhtiar ini telah ditetapkan.
”Dan
katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mu'min akan melihat perkerjaanmu itu.” (QS. at-Taubah:105)
”Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebagian dari rizki-Nya.” (QS. Al-Mulk:15)
“Dan
goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam:25)
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak
akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfaal:60)
“Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad:7)
“Maka
haruslah menjalani sebab untuk mendapatkan kemenangan dan kejayaan, meskpun hal
itu merupakan takdir yang telah ditentukan di sisi Allah.” [Muhammad Quthb, mafaahiim yanbaghii an
tushahhah hal.262-263]
Rasulullah
Saw. sebagai orang paling utama yang bertawakkal, tetap sangat menjaga
ketentuan Allah “berikhtiar” ini. Maka ketika beliau mendirikan dan memulai
pembangunan negara Islam, beliau berusaha menjalani segala usaha dan ikhtiar
semaksimal mungkin. Bagi yang mencermati sejarah kenabian, maka akan mengetahui
hal itu dengan baik.
Dalam hijrah
misalnya, Rasulullah Saw. tidak membiarkan urusan berjalan serampangan, akan
tetapi beliau mempersiapkan segala keperluan, memperhitungkan segala
kemungkinan yang akan terjadi, dan merancang strategi sesuai dengan kapasitas
kemampuan tenaga dan sarana yang dimiliki.
Rasulullah
Saw. menyiapkan kendaraan dan petunjuk arah perjalanan. Beliau memilih kawan
dan tempat yang dijadikan bersembunyi dengan kawan beliau sampai kondisi tenang
dan ketegangan situasi mereda. Beliau menguasai semua hal itu sesuai dengan
kemampuan manusia untuk mengambil tindakan waspada, bersembunyi dan berikhtiar
dengan berjaga-jaga.
Bersamaan
dengan itu beliau memohon kebaikan atas segala urusan kepada Allah Swt.
Demikian juga
mengenai perang
Badar, Uhud dan Ahzab serta semua peperangan yang beliau ikuti dan segala
urusan yang beliau tangani.
Dalam urusan
dunia, Rasulullah Saw. selalu menasihati para sahabat agar berikhtiar.
Bahwa seorang
lelaki dari Anshar datang menemui Rasulullah Saw. dan meminta sesuatu kepada
beliau. Lalu Rasul bertanya: “Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Ia
menjawab: “Ya, ada. Yaitu sepotong alas kain, sebagian kami pakai dan sebagaian
kami hamparkan, serta ada sebuah gelas tempat minum.” Rasul bersabda: “Bawalah
kemari kedua benda tersebut.”
Maka lelaki
itu membawa kedua benda itu ke hadapan Rasulullah Saw. Lalu Rasul mengambil
kedua benda itu dengan tangan dan bersabda: “Siapakah yang mau membeli kedua
benda ini?” Ada seorang sahabat yang berkata: “Saya akan membelinya dengan
satu dirham. Rasul menanggapinya: “Siapakah yang membeli dengan lebih dari
satu dirham?”-beliau mengatakannya dua atau tiga kali-. Maka seorang
sahabat menjawab: “Saya akan membelinya dengan dua dirham.”
Lalu Rasul
memberikan kedua benda itu kepada sahabat yang membelinya dan mengambil uang
dua dirham darinya dan memberikan uang itu kepada sahabat dari Anshar. Kemudian
beliau bersabda kepadanya: “Belilah makanan dengan uang satu dirham dan
berikan kepada keluargamu, lalu dengan satu dirham, belilah kapak lalu
datanglah kemari lagi.” Akhirnya sahabat dari
Anshar tadi mendatangi rasul lagi.
Kemudian Rasulullah memegang erat tangannya lalu bersabda: « Pergilah,
dan carilah kayu kemudian jual. Saya memberikan kamu waktu selama lima belas
hari. » Kemudian ia pergi dan datang lagi kepada Nabi dengan membawa
uang sepuluh dirham. Lalu ia membeli pakaian dengan beberapa dirham, dan
sebagian lagi dibelikannya makanan. Lalu Rasul bersabada kepadanya: “Ini
lebih baik bagimu daripada engkau datang membawa masalah dengan noda hitam di
wajahmu pada hari kiamat.” [HR.
Abu Dawud, dan teks darinya, jilid 2 hal.120, dari Anas ra.]
”Dan
barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al-Isra:19)
Ketika Rasulullah Saw. diberikan ayat:
”Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang dekat”, beliau bangkit berdiri
dan bersabda: “Wahai kaum Quraisy, jagalah diri kalian! Aku tidak menjamin
kalian dari Allah.”
”Wahai bani Abdul Muththalib! Aku tidak
menjamin kalian dari Allah. Wahai Abbas bin Abdul Muththalib, aku tidak
menjaminmu dari Allah. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah. Aku tidak
menjamin kamu dari Allah. Wahai Fathimah puteri Rasulullah, mintalah engkau
hartaku yang engkau mau, (tetapi) Aku tidak menjaminmu dari Allah.” [HR. Imam Bukhari
dalam kitab sahihnya tercantum dalam kitab fathul bari jilid 8 hal.408, dari Abu
Hurairah ra.]
Umat Islam generasi pertama menunjukkan bahwa keimanan mereka atas
takdir Allah yang mutlak dan ketentuan serta ketetapan-Nya, tidak bertentangan
dengan berusaha menjalani ikhtiar.
BERIKHTIAR MENJALANI SEBAB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar