SUNNATULLAH KEJAYAAN UMAT ISLAM
PASAL KETIGA: SUNNATULLAH MENUJU
KEJAYAAN UMAT
Di dalamnya terdapat lima pembahasan:
Pembahasan
pertama: Sunnatullah perubahan (Taghyir)
Pembahasan
kedua: Sunnatullah saling menolak (tadafu’)
Pembahasan
ketiga: Sunnatullah tidak menggunakan sistem dan hukum kufur sedikitpun
Pembahasan
keempat: Sunnatullah cobaan (Ibtila’)
Pembahasan
kelima: Sunnatullah berikhtiar (Al-Akhdz bil-asbab)
PENGANTAR
Sunan adalah bentuk jamak dari
sunnah. Sunnah dapat diartikan dengan makna yang beragam, di antaranya:
arah, bentuk, jalan dan kelakuan. [Ibnu
Mandhur, Lisanul Arab jilid 13
hal.24, dan Ibnul Atsir, annihayah fii
ghariib alhadiits wal-atsar jilid 2 hal.409]
Menurut
istilah para ulama hadits, sunnah adalah sesuatu yang diambil dari Rasulullah
Saw. baik perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat. [Manna’ul Qaththan, tarikh attaysri’ hal.87]
Sunnatullah
adalah: Hukum-hukum ketentuan Allah, perintah dan larangan-Nya. Demikianlah,
sebagaimana diceritakan Ibnu Mandhur dari Imam Lihyani. [Lisanul Arab, materi sanana jilid 13 hal.24]
”Sunnatullah
adalah sesuatu yang menjadi tempat perjalanan sistem Allah terhadap
makhluk-Nya.” [Alqaamus
alqawiim, jilid 1 hal.331]
Rabbaniyyah, berasal dari
kata mashdar yang dinasabkan kepada rabb, di dalamnya ditambahkan alif
dan nun dengan tanpa aturan. Maknanya adalah: intisab (menggantungkan)
kepada rabb(Tuhan), yaitu Allah Swt. [Arraghib al-ashfahani, mufradaat alqur’aan,
hal.184]
Manusia di
sebut dengan rabbani jika ia mempunyai hubungan kuat dengan Allah,
mengetahui agama dan kitab-Nya dan mengajarkan Kitabullah itu.
”Akan
tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena
kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
(QS. Ali Imran:79)
Imam Thabari berkata: »Rabbaniyyun adalah jamak dari rabbani
dan arrabbani yang dinasabkan kepada arrabban yang memelihara
manusia. Allah-lah yang memperbaiki, memelihara, dan menanganinya urusan
manusia.” [Tafsir aththabari
jilid 3 hal.233]
”Allah, Tuhan
semesta alam berkehendak menjalankan perkara agama ini-bahkan perkara alam ini
-dengan sunnah atau ketentuan yang berlaku, dan bukan atas ketentuan aneh di
luar kebiasaan. Hal itu agar para generasi umat Islam tidak berpangku tangan
dengan berkata: ”Generasi Islam pertama telah ditolong dengan kejadian di luar
kebiasaan, padahal kejadian yang di luar kebiasaan itu tidak akan terjadi lagi
setelah risalah Islam selesai dan kenabian berakhir.” [Muhammad Quthb: waaqi’unaa almu’ashir hal.414]
“Mereka tidak
hanya berpegangan kepada keberadaan mereka sebagai umat Islam untuk mencapai
kemenangan dan kejayaan, namun mereka juga menjalankan ikhtiar yang
mengantarkan kepada kejayaan tersebut.” [Muhammad
Quthb, fii dhilalil qur’an jilid 1
hal.478]
Kejayaan
tidak datang dengan sendirinya, tidak muncul secara kebetulan, dan tidak lepas
kendali begitu saja. Namun kejayaan mempunyai aturan-aturan yang telah
ditentukan Allah dalam kitab-Nya yang mulia agar para hamba-Nya yang beriman
dapat mengetahui dan bertindak dengannya secara sadar.
PEMBAHASAN PERTAMA: SUNNATULLAH
PERUBAHAN
”Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d:11)
Kejayaan
tidak akan terwujud bagi umat yang merelakan diri mereka berada dalam kehidupan
hina dan kejahiliyahan pemikiran tanpa berupaya merubah realita kehidupan dan
terlepas dari belenggu sistem kufur.
Umat Islam
telah dilanda realitas pahit yang masih terus menimpa sejak khilafah Islam
diruntuhkan sampai sekarang ini. Umat Islam harus yakin bahwa mereka mampu
melakukan perubahan itu –dengan izin Allah– dengan melakukan tindakan.
Termasuk
karakteristik sistem Islam yang paling penting adalah bahwa ia tidak dapat
menerima untuk hidup dengan realitas yang buruk, dan tidak rela dengan hanya
menambal, mereparasi dan memberikan solusi separuh saja. [Fathi yakan, asysyabab wattaghyir hal.17]
”Pada awal
pertama kali Islam datang, ia berhadapan dengan realita yang besar, yaitu
realita semenanjung Arab, dan realita dunia secara keseluruhan. Di hadapan
wajah Islam terdapat berbagai keyakinan dan aliran kepercayaan yang menghadang.
Di depan Islam terdapat nilai-nilai dan prinsip (lain) yang menjadi anutan.
Islam berhadapan dengan sistem kehidupan lainnya yang beragam dan kondisi
beragam. Di muka Islam juga terdapat berbagai kepentingan dan fanatisme yang
menghadang…
Semuanya berdiri menghadang perjalanan
agama Islam yang baru tersebut. Ketika itu Islam bukan saja ingin merubah
keyakinan, kepercayaan, nilai, prinsip kehidupan, tradisi, taklid, moral dan
syiar saja, namun Islam juga bermaksud merubah berbagai sistem, realitas,
perundangan, dan aturan hidup manusia yang ada saat itu.
Islam juga ingin melepaskan kendali manusia dari tangan syetan dan kaum
jahiliah untuk mengembalikannya kepada Allah dan Islam.” [Sayyid Quthub, Hadzaddin, hal.51-52]
”Islam
menghadapi realita seperti itu. Namun ia tidak bersikap menyerah, lemah dan
berpangku tangan saja. Akan tetapi berusaha merubah realitas itu, dan
mengalihkannya ke dalam posisi Islam yang mulia dan tinggi berdasarkan
prinsipnya yang kuat, ketakwaan dan kerelaan kepada Allah.
Tidak ragu bahwa apa yang terjadi sekali, maka akan terjadi sekali
lagi. Kejadian telah berlangsung sesuai sunnatullah atau ketentuan Allah yang
berlaku dan bukan sesuai mukjizat di luar kebiasaan manusia. Bangunan Islam
berdiri di atas fitrah yang tersimpan dalam diri setiap orang yang
mengumpulkan, mengoleksi, dan menjalankan kandungan Islam yang benar.” [Sayyid Quthb, hadzaddin hal.65]
SUNNATULLAH KEJAYAAN UMAT ISLAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar