ISLAM MELAWAN KEKUFURAN
PEMBAHASAN KEDUA: SUNNATULLAH SALING
MENOLAK
”Seandainya
Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain,
pasti rusaklah bumi ini.” (QS. Al-Baqarah:251)
“Allah
mengetahui bahwa keburukan bersifat membanggakan diri. Keburukan tidak mungkin
menjadi sadar dan tidak mungkin membiarkan kebaikan tumbuh berkembang meskipun
kebaikan itu dilakukan dengan jalan yang baik. Sebab dengan adanya kebaikan
yang berkembang, akan membawa bahaya terhadap kejelekan. Adanya kebenaran akan
membawa bahaya terhadap kebatilan. Dan keburukan itu pasti akan melangkah untuk
memusuhi kebaikan. Kebatilan itu akan mempertahankan diri melalui upaya
membunuh kebenaran dan membungkamnya dengan kekuatan.
Dari sinilah maka terjadilah tarik menarik antara kebenaran dan
pengikutnya melawan kebatilan dan para sekutunya. Dan hal itu merupakan
sunnatullah. Engkau tidak mendapatkan sunnatullah itu
diganti. » [Sayyid
Quthb, fii Dhilalil Qur’aan jilid 2 hal.742]
« Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia
umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali
orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan
mereka” (QS. Huud: 118-119)
Allah
menjadikan realitas bagi manusia adalah sebagai makhluk yang aktif dan mampu
memilih salah satu dari dua jalan, adakalanya petunjuk dan adakalanya
kesesatan, [Muhammad Quthb, Waaqi’unaa Almu’aashir, hal.115]
“Dan
niscaya Allah akan menolong orang-orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuat dan Maha Perkasa.”
“Golongan
tersebut (yang mendapat petunjuk Allah) juga mengetahui bahwa mereka dibebani
untuk menolak kebatilan dan menetapkan kebenaran di muka bumi. Dan mengetahui
bahwa tidak ada keselamatan bagi mereka dari siksa Allah kecuali jika bangkit
mengemban peran yang mulia ini, dan kecuali jika mampu menanggung beban dalam
perjalanannya karena taat kepada Allah dan mengharap ridha-Nya.
Di sinilah Allah memberikan perintah-Nya dan menjalankan ketentuan-Nya,
dan menjadikan kalimat kebenaran dan kebaikan serta kesejahteraan sebagai
kalimat yang paling tinggi. Selain itu juga menjadikan hasil akhir pergulatan,
kompetisi, saling tolak-menolak, dimenangkan oleh kekuatan kebaikan yang
membangun yang menjalankan pergulatan dengan cara yang paling baik, paling
mulia, dan paling maksimal dalam mencapai tingkatan sempurna yang diterapkan
dalam kehidupan.
Dari sinilah, akhirnya kelompok kecil
berjumlah sedikit yang bergantung kepada Allah, memenangkan pergulatan dan
unggul. Hal itu merupakan kehendak Allah yang paling tinggi dalam menolak
kerusakan di muka bumi, dan merealisasikan kedamaian dalam kehidupan. Kelompok
kecil itu menang karena mewakili tujuan yang paling tinggi yang berhak
memperoleh kemenangan.” [Tafsir
Fii Dhilalil Qur’an jilid 1 hal.270]
Umat yang
menjalankan dakwah menyeru kepada
Allah dan misi-Nya, perlu untuk mengerahkan segenap unsurnya, mengumpulkan
segala kekuatannya dan mengerahkan segala kemampuannya agar perkembangan umat
dapat tercipta dan kematangannya dapat sempurna. Dan dengan demikian dapat siap
mengemban amanat yang besar menerapkan Syariah beserta Negara Khilafah
dan menjalankan amanat itu.
Upaya yang
tidak mengeluarkan jerih payah dan yang muncul dengan santai dan lemas dengan
berpangku tangan dan suka berleha-leha, akan menghambat kemenangan. Itu artinya
semakin lama umat berada dalam kesengsaraan di segala sisi.
“Perangilah
mereka, maka mereka akan disiksa oleh Allah melalui tangan kalian.” (QS.
At-Taubah: 14)
“Ketika Allah
Swt. membebankan kaum beriman untuk berJihad di jalan-Nya, Dia tidak melakukan
itu karena meminta pertolongan kepada kaum beriman untuk melenyapkan (militer)
kaum kafir. Tidak seperti itu. Sebab Allah Swt. mampu untuk melenyapkan mereka
dengan sekali tindakan langsung. Akan tetapi memerintahkan berJihad kepada kaum
mukminin untuk menguji para hamba-Nya di antara mereka sesuai sunnatullah yang berlaku.”
[tafsir an-Nasafi, jilid 6 hal.3286]
Agama Islam ini adalah sistem bagi kehidupan manusia. Perwujudannya
terjadi dalam kehidupan manusia dengan usaha keras dalam batas kemampuan
manusia. Islam juga mencapai apa yang tidak dicapai oleh setiap sistem lain
manapun yang dibuat manusia.
“Allah Swt. juga berkehendak agar realisasi sistem-Nya bagi kehidupan
manusia terjadi melalui jalan usaha manusia dan dalam batas kemampuan manusia.
Allah Swt. juga berkehendak untuk menyampaikan kesemuanya itu sesuai dengan
kadar usaha yang dicurahkan dalam batas perjalanan kehidupan yang dialami
manusia.” [Sayyid Quthb: Fii Dhilalil Qur’an, jilid 1
hal.527]
“Mereka
berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang
gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum
mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan
memasukinya” [QS. Al-Mai’idah: 22]
“Mereka
berkata: "Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya
selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama
Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di
sini saja” [QS. Al-Mai’idah: 24]
Sistem ketuhanan yaitu Islam -sebagaimana telah dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.- ini tidak terwujud
di muka bumi dalam kehidupan manusia dengan sekedar turun dari Allah Swt.
begitu saja. Dan juga tidak terealisasi dengan hanya menyampaikannya kepada
manusia dan menjelaskannya…
Akan tetapi sistem Islam ini terealisasi
ketika ia dibawa oleh sekelompok manusia dan mereka mengimani apa yang mereka
bawa itu dengan iman yang sempurna dan berjalan lurus dengannya sesuai dengan
kadar kemampuannya. Selain itu, manusia menjadikan kandungan Islam sebagai misi
kehidupan dan tujuan cita-citanya untuk menyebarkannya di hati dan kehidupan
orang lain. Sekelompok orang itu berjuang untuk tujuan ini dengan mengerahkan
segala usaha dan kemampuan.
Sekelompok orang itu berjuang
melawan kelemahan yang ada pada manusia, dan hawa nafsu, baik yang muncul dari
dalam dirinya maupun dari orang lain. Dan juga berjuang melawan orang-orang
yang menyebabkan kelemahan, syahwat dan kebodohan yang kesemuanya merintangi
sistem kehidupan ini.
Setelah kesemuanya itu, maka perwujudan sistem ini akan mencapai
batasan dan tingkatan yang diterapkan oleh fitrah manusia... sejauh mana kesungguhan kelompok tersebut dalam tujuan ini dan sejauh
mana mereka menerapkan kandungan sistem ini. Selain itu juga sejauh mana mereka
berhubungan dengan Allah Swt. sebagai pemilik sistem ini serta kepercayaan mereka
terhadap-Nya dan penyerahan diri mereka kepada-Nya. [Sayyid Quthb: Fii Dhilalil Qur’an jilid 1
hal.528]
ISLAM MELAWAN KEKUFURAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar