Demikianlah
bagaimana para pendeta Kristen di Eropa secara sengaja memberikan gambaran yang
keliru tentang kaum Muslim dan agama mereka. Tuduhan-tuduhan yang berkembang
pada Abad Pertengahan sungguh sangat mengerikan dan ini semua dimanfaatkan
secara sengaja untuk membangkitkan perasaan benci dan permusuhan terhadap kaum
Muslim. Dunia Kristen terpengaruh, sehingga akhirnya memunculkan Perang Salib.
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu
dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para
mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang
kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya).” (QS. An
Nisaa': 84)
Setelah
berlangsung selama dua ratus tahun, akhirnya Perang Salib berakhir dengan
kekalahan dan kehinaan tentara Salib. Pasukan Muslim kembali melanjutkan
futuhât atas wilayah-wilayah Barat pada abad ke-15 ketika negara Islam
menguasai Konstatinopel. Kemudian, pada abad ke-16, kaum Muslim bergerak
melintasi Eropa bagian Selatan dan bagian Timur, menyampaikan Islam kepada para
penduduknya. Jutaan penduduk Albania, Yugoslavia, Bulgaria, dan negeri-negeri
lain berduyun-duyun masuk Islam. Sekali lagi rasa permusuhan pasukan Salib
kembali bangkit dan muncullah konsep para orientalis, yang pada waktu itu
diarahkan untuk menahan laju tentara negara Islam, menghentikan futuhât kaum
Muslim, dan menghilangkan –atau paling tidak mengurangi– ancaman dari negara Islam.
“Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali
ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang
yang lemah dari padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada
mengetahui.” (QS. Al Munaafiquun: 8)
Menahan
keperkasaan negara Khilafah merupakan upaya yang sia-sia dan ceroboh, terutama
setelah pengalaman kekalahan dalam Perang Salib. Akan tetapi mereka mengetahui
apa yang sesungguhnya membuat kaum Muslim sedemikian kuat dan perkasa.
Keperkasaan negara Khilafah yang menyatukan angkatan bersenjata kaum Muslim dan
mengemban jihad; itulah kunci keberhasilan dakwah kaum Muslim. Dakwah Islam
yang menentukan agenda kebijakan luar negeri negara Khilafah bersumber dari
Islam. Kebijakan luar negeri itulah satu-satunya konsep yang menjadi mesin
pendorong bagi kaum Muslim untuk mengemban Islam ke Timur, mengemban Islam ke
Barat, mengemban Islam dengan melintasi lautan, melintasi pegunungan, melintasi
padang pasir, dan melintasi berbagai negeri, dengan membawa cahaya penerang
yang akan menerangi setiap negeri yang mereka singgahi. Kaum Muslim membuka
berbagai negeri satu demi satu untuk menerapkan hukum Islam.
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi
Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang
baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang
merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka
akan hancur.” (QS. Faathir: 10)
Maka
tidaklah mengherankan apabila negara-negara kafir Barat menganggap Islam
sebagai suatu ancaman. Pada saat yang sama, negara-negara Barat merasa perlu
mengamankan kedudukannya sebagai negara nomor satu di dunia; sementara itu,
mereka tahu pasti bahwa jihad adalah satu-satunya kunci untuk meraih kedudukan
tersebut. Oleh karena itulah, sejak abad ke-19 orang-orang Barat melancarkan
perang pemikiran yang dahsyat dan ganas untuk melawan konsep jihad.
“Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu
kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta
pertanggungan jawab.” (QS. Az Zukhruf: 44)
Jihad
adalah konsep yang membuat kaum Muslim dan negara Islam mampu menyebarluaskan
Islam, serta menjadikan mereka berhasil meraih keberhasilan hingga bisa
mendapatkan kedudukan yang kuat. Apabila konsep jihad itu bisa diselewengkan,
niscaya akibatnya pasti akan sangat berbeda. Inilah tujuan orang-orang kafir
Barat; inilah mimpi mereka yang mewujud menjadi ambisi mereka. Jika konsep dan
makna jihad menjadi kabur atau bahkan hilang, maka kedudukan dan keberadaan
mereka yang sangat kuat di dunia ini akan dapat dipertahankan.
Orang-orang
kafir itu mengadakan berbagai pertemuan di negeri-negeri Islam. Kadangkala
mereka juga hadir dalam pertemuan itu, namun sesekali mereka datang dengan cara
tidak langsung, yaitu dengan mengutus agen-agen mereka dari kalangan kaum
Muslim sebagai peserta pertemuan. Cukuplah dikatakan bahwa undangan yang
eksklusif serta para hadirin dalam pertemuan itu berasal dari kalangan yang
terhormat, atau paling tidak mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam arus
pemikiran kaum Muslim.
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab
yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada
memahaminya?” (QS. Al Anbiyaa': 10)
Hasil
pertemuan-pertemuan itu adalah opini bahwa dakwah dan penyebarluasan Islam
memang merupakan sesuatu yang mulia, tetapi aktivitas ini harus dilakukan hanya
melalui ceramah-ceramah, tabligh, dan wejangan-wejangan yang bersifat
individual; dan bukan melalui peperangan, yang mereka sebut sebagai
‘kekerasan’, ‘teror’, dan ‘perusakan’, sekalipun fakta yang diakui secara
universal memperlihatkan bahwa jihad tidak pernah menghasilkan hal-hal yang
disebutkan itu. Lebih jauh lagi mereka mengatakan bahwa jihad ofensif dan
situasi internasional saat ini perlu saling diselaraskan. Mereka mengajukan
opini yang menyesatkan ini disertai dengan hujjah yang dihasilkan dari
pemelintiran atau ‘pemerkosaan’ terhadap nash-nash syara’. Dengan demikian,
opini tersebut tidak lebih dari sekedar olok-olok terhadap syariat Islam yang
dilontarkan kepada kaum Muslim. Aktivitas seperti ini terus berlangsung hingga
kini, sehingga bisa dikatakan bahwa serangan dahsyat terhadap konsep jihad ini
tetap kelihatan nyata, dan sayangnya, aktivitas seperti ini diikuti dan
dilaksanakan para penguasa dan kroni-kroninya dari kalangan penguasa
negeri-negeri kaum Muslim.
dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar