Hukuman Sanksi Terhadap Perompak Hirabah
HUKUM HIRABAH DAN CARA MENJATUHKAN SANKSI HIRABAH
Hukum hirabah (perompak) dan tata cara menjatuhkannya telah disebut di dalam al-Quran al-karim. Allah swt berfirman, artinya, 
“Sesungguhnya
 pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan 
membuat kerusakan di muka bumi, tidak lain mereka itu dibunuh, atau 
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, 
atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya); yang demikian itu adalah 
sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia. Dan di akherat mereka 
memperoleh siksaan yang berat." [Al-Maidah:33]
Atas
 dasar itu, hukuman bagi orang yang melakukan tindak hirabah (perompak) 
adalah (1) dibunuh, (2) disalib, (3) dipotong tangan dan kakinya 
bersilangan, (4) dibuang dari negeri tempat kediamannya (deportasi). 
‘Ulama berbeda pendapat mengenai mengenai pengertian ‘lafadz ‘au’ (atau)” pada ayat itu. Apakah kata ‘au’ pada ayat di atas bermakna takhyiir (pilihan), atau tanwi’ (perincian). Pendapat yang menyatakan, bahwa “au”
 pada ayat tersebut adalah takhyiir, didasarkan pada argumentasi, 
 “Bahwa secara bahasa huruf au [pada ayat tersebut] berfaedah pada 
takhyiir, sebab, mereka tidak menjumpai nash-nash lain yang merincinya.”
 Pendapat ini diikuti oleh Abu Tsaur, Malik, Said bin Musayyab, ‘Umar 
bin ‘Abdul ‘Aziz, Muhajid, al-Dlahak, dan Nakha’iy. Berdasarkan 
penafsiran ini, seorang hakim bisa memilih salah satu sanksi, dari empat
 sanksi itu bagi muharibiin.
Pendapat
 kedua menyatakan, bahwa, lafadz “au” pada ayat tersebut berfaedah 
kepada tanwi’ al-hukum (perincian hukum). Mereka mengetengahkan riwayat 
dari Ibnu ‘Abbas yang terdapat dalam musnad Syafi’iy, mengenai muharibiin, “Jika
 mereka membunuh dan merampas harta benda, maka dibunuh dan disalib; 
jika mereka membunuh namun tidak merampas harta, mereka dibunuh dan 
tidak disalib; jika mereka merampas harta namun tidak membunuh, maka, 
tangan dan kakinya dipotong bersilangan; jika mereka melakukan teror dan
 tidak merampas harta, dibuang dari negerinya.”
Pendapat
 kedua adalah pendapat yang lebih tepat. Pendapat ini dipegang oleh Imam
 Syafi’iy, Abu Hanifah, dan Imam Ahmad dalam satu riwayat. Perompak dan 
penyamun di jalan sering melakukan dua atau lebih tindak kejahatan. 
Tindakan atas dua kejahatan atau lebih tidak bisa dijatuhi sanksi dengan
 jalan memilih (takhyiir) salah satu dari sanksi hirabah, namun harus 
dirinci sesuai dengan tindak kejahatan yang mereka lakukan. Allah swt 
telah berfirman, artinya;
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa”. [al-Syura:40]
Walhasil,
 cara menjatuhkan sanksi bagi muharibiin (perompak) adalah dengan 
merinci terlebih dahulu tindak kejahatan mereka, sebagaimana riwayat 
dari Ibnu ‘Abbas; yakni, “Jika mereka membunuh dan merampas harta benda,
 maka dibunuh dan disalib; jika mereka membunuh namun tidak merampas 
harta, mereka dibunuh dan tidak disalib; jika mereka merampas harta 
namun tidak membunuh, maka, tangan dan kakinya dipotong bersilangan; 
jika mereka melakukan teror dan tidak merampas harta, dibuang dari 
negerinya.”
Penyaliban bagi muharibiin
 (perompak) dilakukan setelah dilakukan pembunuhan. Artinya, setelah 
mereka dibunuh baru disalib, agar masyarakat mengetahui bahwa ia telah 
mati.
Inilah sanksi bagi muharibiin (perompak). Mereka dijatuhi sanksi sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan. Kejahatan yang menyebabkan mereka dikenai hukuman had, bagi muharibiin (perompak), terbatas
 pada tiga hal, yakni membunuh, merampas harta, dan membuat teror di 
jalan. Jika mereka tidak melakukan tiga pelanggaran di atas, mereka 
tidak dikenai sanksi had –yakni dibunuh, dipotong tangan dan kakinya 
bersilangan disalib, dan dibuang. Sebab, sanksi had telah ditetapkan 
secara sharih oleh nash. Oleh karena itu, bila mereka tidak melakukan 
tiga pelanggaran di atas [membunuh, merampas harta, dan membuat teror di
 jalan], maka mereka tidak dikenai sanksi dari empat sanksi had di atas.
 Akan tetapi, mereka akan dikenai sanksi jika melakukan penganiayaan 
terhadap jiwa, di mana hal ini masuk dalam bab jinayat.
Dari buku Bunga Rampai Pemikiran Islam



 


Tidak ada komentar:
Posting Komentar