Republik berasal dari
asas sekularisme (pemisahan agama dari dalam kehidupan), dalam sistem ini agama
dijadikan hanya sebagai ritual atau ibadah dan moral saja, agama tidak punya
andil yang lebih luas dalam mengatur kehidupan, dalam sistem republik masih
mempercayai adanya Sang Pencipta, tetapi mengabaikan peran telah menciptakan
dunia ini beserta peraturannya untuk ditaati untuk kesejahteraan dan
keselamatan hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat.
Republik yang
berasaskan sekularisme memang benar-benar memisahkan agama dari kehidupan,
sistem ini dirancang dengan sangat rapi dan apik membuat manusia sulit
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang halal dan mana yang
haram sehingga membuat manusia bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan
tanpa mempedulikan norma-norma agama.
“Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang Allah
turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” (TQS. Al Maidah :
44).
Astaghfirullah, Sang Pencipta saja sudah
berani diabaikan. Sudah sangat terlihat kebathilannya, Jika dari awal bathil
maka akhirnya akan bathil pula. Ada prinsip-prinsip dalam republik yang sangat
jelas kebathilannya :
Prinsip kedaulatan, dalam Islam
sudah jelas bahwa yang berhak membuat hukum hanyalah Allah saja. Manusia
tidak boleh membuat hukum seperti ekonomi, sosial, politik, dll. Tetapi dalam
republik yang berhak membuat hukum adalah manusia (rakyat).
Prinsip kekuasaan,
dalam republik kekuasaan di tangan rakyat, tahu kan slogan dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat?! Tapi rakyat juga boleh membuat hukum dan melakukan
apa saja yang mereka inginkan. Tetapi tidak mungkin seluruh rakyat mampu
mengatur urusan pemerintahan. Maka dari itu, mereka memilih wakil rakyat untuk
mewakili suara mereka. Padahal rakyat dalam republik bukanlah rakyat yang
sebenarnya tetapi para kapitalis (para pemilik modal).
Dalam republik yang
berasaskan sekularisme, dalam kehidupan sesama manusia mereka tidak mau diatur
oleh hukum Allah. Sehingga mereka berani membuat hukum sendiri. Jadi secara
tidak langsung mereka berani menentang Allah dalam membuat hukum.
Padahal jika kita
mengaku beriman, berarti harus terima konsekuensinya yaitu mengikuti semua
perintah Allah termasuk menggunakan hukum Allah untuk seluruh aspek kehidupan.
Seperti firman Allah :
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu
ke dalam Islam secara keseluruhan, janganlah kamu turut langkah-langkah setan
sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al Baqarah : 208).
Ada satu hal lagi yang
sangat terlihat sekali keruskan dari sistem ini yaitu dari segi musyawarahnya.
Islam tidak boleh memusyawarahkan yang sudah jelas hukumnya contoh haramnya
khamr, haramnya pacaran, haramnya riba, dll. Tetapi dalam republik hal itu masih
bisa dimusyawarahkan hukum halal dan haramnya selama masih ada kemaslahatan dan
keberlangsungan individu.
Dalam Islam hanya
memperbolehkan musyawarah dalam hal teknis yang tidak menyangkut hayat hidup
orang banyak seperti pengaturan sistem lalu lintas, peraturan di sekolah, dll.
Dalam republik ada 4
pilar kebebasan yang sangat bertentangan dengan Islam dan sangat jelas sekali
kerusakannya, yaitu :
Adanya jaminan
kebebasan dalam beragama, sehingga bisa sesat dan menyesatkan dan kebebasan
murtad dari Islam.
Adanya jaminan
kebebasan berpendapat, sehingga muncullah JIL (Jaringan Islam Liberal,
penghinaan terhadap nabi, penghinaan terhadap Islam, dll)
Adanya jaminan
kebebasan dalam kepemilikan, sehingga aset kekayaan alam yang menguasai hajat
hidup orang banyak “digadaikan” oleh pemimpin zhalim kepada pihak asing
(tambang emas di papua dikuasai oleh freeport, mata air gunung salak dikuasai
oleh danone,dll)
Adanya jaminan
kebebasan berekspresi atau bertingkah laku, sehingga banyaknya seks bebas,
banyak yang pacaran, mengumbar aurat, dan maksiat lainnya yang sejenis.
Dalam republik
rakyatlah yang berkuasa, rakyat juga berhak membuat perundang-undangan, dan
rakyat juga yang menggaji kepala negara untuk menjalankan perundang-undangan
yang dibuatnya. Jika kepala negara sudah tidak sesuai dengan harapan rakyat
selama memimpin, maka rakyat berhak untuk mencabut kekuasaan dari kepala negara
dan menggantinya dengan pemimpin yang baru.
Sebenarnya rakyat yang
dimaksud dalam sistem republik di sini bukanlah rakyat yang sesungguhnya tetapi
rakyat dalam tanda kutip yaitu para kapitalis (pemilik modal). Para kapitalis
dalam maupun luar negeri membuat undang-undang dan membayar kepada pemerintahan
untuk menjalankan undang-undang yang telah dibuatnya. Undang-undang terdiri
dari beberapa pasal, harga pasal tersebut tidaklah murah. Bahkan satu pasal
bisa dihargai puluhan juta bahkan bisa mencapai ratusan juta, sungguh
benar-benar rusak hukum diperjualbelikan.
Jika undang-undang
diperjualbelikan seperti ini yang diuntungkan bukanlah rakyat tetapi para
kapitalis, hal ini dikarenakan para kapitalis yang membuat undang-undang dan
menggaji kepala negara untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan keinginan
mereka. Walhasil, para kapitalis semakin berjaya dalam sistem republik
sedangkan rakyat semakin menderita dan tertindas.
Seharusnya rakyat bisa
belajar dari masa lalu, tetapi kenapa rakyat masih saja percaya dengan sistem
yang rusak ini. Dengan bergantinya pemimpin bukan berarti keadaan menjadi lebih
baik selama sistem yang dianut masih republik. Sudah ± 74 tahun Indonesia hidup
di bawah naungan sistem republik, jika sistem yang dianut masih republik
Indonesia tidak ada ubahnya dengan Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.
Banyaknya kekacauan
dan kemungkaran yang terjadi di dunia ini karena tidak diterapkannya hukum
Islam secara kaffah. Lalu adakah solusi untuk mengatasi kekacauan tersebut?
tentu saja ada yaitu khilafah rasyidah. Hanya khilafah lah satu-satunya solusi
untuk mengatasi problematika umat, karena khilafah bersumber dari hukum Allah
yang terdapat pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW.
We need khilafah not
democracy, we need khilafah not liberalism, we need khilafah not capitalism! Bacaan
Rakyat hanya dijadikan
sebagai legalitas semata dalam pertunjukan pentas republik.
Inilah akhir pentas
panggung politik ala republik. Yang menyisakan kekecewaan rakyat banyak.
Kepentingan partai mereka lebih utama dibandingkan dengan kepentingan rakyat.
Mereka hanya
menunjukkan sikap saling " lawan". Tapi bebas berjabat tangan atas
nama rekonsiliasi setelah pentas usai. Masihkah rakyat tetap yakin bahwa sistem
republik adalah harga mati bagi penduduk negeri? Lalu sampai kapan masyarakat
akan gigit jari dan terbuai dengan nyanyian janji-janji palsu pejuang republik?
Maka di sinilah
masyarakat harus menyadari bahwa republik bukanlah rumah kita. Karena republik
hanya ada bagi orang-orang yang haus dengan kekuasaan semata. Corak kehidupan
perjuangannya hanya diwarnai oleh slogan " Tak ada lawan sejati yang ada
adalah kepentingan sejati".
Sementara
perjuangan sejati adalah berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam melalui
penerapan sistem Islam. Dorongannya bukanlah karena kepentingan pribadi
tapi ia didorong oleh kesadaran dan tuntutan keimanan.
Bacaan: Mira Susanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar