Benarkah republik
benar-benar mampu mengantarkan kepada keadilan dan kesejahteraan? Karena
pasalnya di Indonesia sebagai penganut republik nyatanya belum mampu menjadikan
rakyatnya berada pada kondisi adil dan sejahtera. Sehingga pada akhirmya
republik menghasilkan ilusi keadilan dan juga kesejahteraan untuk rakyat.
Beberapa ilusi dalam pemerintahan republik di antaranya:
1. Ilusi
terkait "Hukum Kehendak Rakyat"
Slogan republik bahwa
republik dari rakyat - oleh rakyat - untuk rakyat seolah nampak indah namun
pada perjalanannya justru menuai masalah. Yang menjadi pertanyaan mungkinkah
seluruh rakyat terlibat dalam pembuatan hukum, sehingga hukum tersebut berasal sepenuhnya
dari kehendak isi hati rakyat?
Nyatanya yang terjadi
adalah rakyat memilih partai, atas sebagian kecil rakyat mengusulkan sesuatu
untuk dibuat undang-undang. Demikian juga di parlemen tidak semua terlibat
dalam pembahasan suatu RUU. Sehingga pada akhirnya yang merumuskan RUU adalah
orang-orang ahli hukum yang saat sudah menjadi rahasia umum kalau ahli hukum
dilobi pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan.
Klaim bahwa republik
adalah hukun kehendak rakyat ternyata hanya ilusi yang melenakan rakyat.
Andaikan memang benar republik merupakan cerminan kehendak rakyat, maka muncul
pertanyaan baru, apakah jika benar sesuai kehendak rakyat maka hukum dari
republik akan menyejahterakan?
Sebagai permisalan
adalah bila di sebuah negeri, seluruh rakyatnya menginginkan bahwa narkoba,
miras, prostitusi dilegalkan maka apakah kesejahteraan masih bisa dirasakan
oleh seluruh lapisan rakyat? Tentu jawabannya adalah tidak, karena republik
sejati sudah cacat sejak kelahirannya.
2. Ilusi
terkait "Pemimpin Pilihan Rakyat"
Banyak yang mengatakan
jika republik melahirkan pemimpin pilihan rakyat, namun pada perjalanannya
klaim ini patut untuk dicermati.
Setidaknya ada
4 hal yang perlu dicermati diantaranya :
- Proses meraih
kemenangan suara terbanyak
Bila di suatu negeri
ketika suara rakyat jelata yang taraf pendidikannya tergolong biasa sama
kuatnya dengan suara lawannya yang didominasi politikus maka akan sangat mudah
terjadi kecurangan. Hal ini dikarenakan dana dan stateginya tidak sekuat lawan
politiknya.
- Pihak yang menang
dan mendapat suara terbanyak tidak otomatis didukung, apalagi jika pemenangnya
adalah partai yang mengusung Syariah Islam dengan jalan republik. Hal ini
terjadi pada partai-partai Islam di antaranya FIS di Aljazair, partai Refah di
Turki, lalu Ikhwanul Muslim yang setahun pemerintahan Muhammad Mursi di
gulingkankan oleh Jendral Al-Sisi.
- Ketiga, pemegang
kekuasaan yang sejati adalah siapa yang mampu mengendalikan militer. Terkait
pengendali ini bisa jadi bukan orang-orang yang duduk di kekuasaan namun bisa
jadi adalah pihak asing yang hakikatnya mereka mempunyai kepentingan dan bisa
membekukan konstitusi.
- Keempat, hambatan
konstitusi. Di sebagian negara penganut republik, sekelurisme adalah harga
final yang tidak bisa ditawar dalam konstitusi. Maka segala upaya menggoyang
sekulerisme adalah melanggar konstitusi. Tidak heran jika presiden bisa
dimakzulkan oleh Mahkamah Konstitusi jika mencoba menggoyang asas ini. Sehingga
omong kosong jika presiden dalam republik adalah pemimpin pilihan rakyat.
3. Ilusi
Terkait "Republik Berpihak untuk Rakyat"
Ketika seseorang telah
duduk di kursi penguasa republik maka segala persoalan akan muncul. Ketika
penguasa tersebut hendak menentukan undang-undang maka jelas akan dimonitoring
oleh lembaga-lembaga internasional. Misal penguasa tersebut hendak membuat undang-undang
yang membela rakyat seperti menolak riba pada bank-bank konvensional dan juga
menolak membayar bunga kepada IMF karena termasuk riba, maka bisa jadi
undang-undang seperti ini akan disentil oleh bank-bank atau IMF.
Demikian juga mengenai
undang-undang SDA, nyatanya undang-undang SDA kita malah memberikan ruang bagi
investor asing untuk menguasainya sedangkan rakyat harus terlunta-lunta dan
hanya menjadi buruh kasarnya. Sehingga klaim keberpihakan kepada rakyat adalah
ilusi semata. Sungguh telah terlihat bahwa republik penuh ilusi dan tidak bisa
menyejahterakan masyarakat karena dalam republik kesejahteraan hanya ada di
orang-prang yang punya kendali yaitu para kapitalis.
Bacaan: Triana Nur Fausi
Mari kita
periksa kecurangan-kecurangan republik :
Pertama, kecurangan yang paling mendasar
adalah klaim republik dalam aspek filosofis yang menyebut kedaulatan ada di
tangan rakyat, bahkan hoax yang lebih fasih dari itu yakni yang menyebut suara
rakyat suara Tuhan.
Faktanya, republik
sejujurnya telah meletakan kedaulatan di tangan kapital. Suara kapital adalah
suara Tuhan. Kapital-lah, yang memiliki peran untuk memverifikasi siapa yang
bisa menjadi calon pemimpin, siapa yang dipilih menjadi pemimpin, dan atas
dasar kepentingan apa seseorang memimpin.
Saat pencalonan, hanya
orang berkapital yang memadai, baik dengan membiayai sendiri atau dibiayai
cukong kapital lainnya, yang bisa menjadi calon pemimpin. Sistem pemilu yang
ribet, berbiaya mahal, memustahilkan seorang yang jujur dan amanah maju menjadi
calon pemimpin, jika tidak memiliki modal.
Saat pemilihan,
kapital adalah asas yang menentukan elektabilitas. Baik secara alami 'membeli
elektabilitas melalui tebar pesona dan tebar uang' atau merampok elektabilitas
dengan langsung 'membeli kertas suara'.
Kedua, kecurangan republik dalam aspek praktis
terletak di mana ketika seorang pemimpin telah berkuasa, orientasi politiknya
bukan lagi demi dan untuk rakyat. Namun, demi dan untuk kepentingan para
kapitalis.
Saat kampanye, semua
calon berbusa menyatakan akan ini-itu, menolak kenaikan BBM, menolak utang,
menolak intervensi asing, akan menyejahterakan rakyat, dll.
Begitu menjadi
pemimpin, visi pertama pemimpin adalah memikirkan modal politik baik dari
kantong pribadi maupun investasi para cukong. Mulailah, pemimpin ini mengkreasi
banyak proyek yang berdalih untuk kepentingan rakyat, padahal sejatinya adalah
bisnis balas budi kepada para cukong untuk mengembalikan modal berikut laba
investasi politiknya.
Ketiga, aspek kontrol kekuasaan di mana
republik mengklaim dapat mengoreksi pemimpin selama lima tahun sekali.
Faktanya, pemimpin yang telah berkuasa biasa untuk curang dengan
menyalahgunakan kekuasaanya, sehingga proses kontrol rakyat terhadap pemimpin
terganjal oleh manuver politik pemimpin incumbent
yang ingin terus berkuasa. Sesunggunya, yang mengontrol kekuasan bukan rakyat
tetapi para kapitalis.
Karena itu, wahai umat
Islam segera tinggalkanlah republik. Anda baru bermimpi sampai ke tampuk
kekuasaan melalui republik, dan berhalusinasi akan menerapkan Islam setelah
berkuasa.
Padahal, Mursi dan
Ihwanul Muslimin di Mesir terlah berkuasa. Faktanya, republik curang dan
mengkudeta kekuasan Mursi. Bahkan, mursi ditangkap, dipenjara, hingga Syahid
dalam persidangan majelis Tiran.
Partai Reffah, partai
FIS Aljazair, Partai Hammas Palestina, juga telah sampai pada tampuk kekuasaan
melalui Republik. Namun, karena mengancam kepentingan kapitalis penjajah,
republik lagi-lagi curang dan mengkudeta kekuasaan mereka.
Karena itu, jika Anda
komitmen dengan perjuangan Islam, murni menginginkan Islam kembali berkuasa,
tinggalkanlah republik. Segera, ittiba'
pada thariqah dakwah Nabi, dengan
berjuang menegakan sistem khilafah 'ala
minhajin Nubuwah. Allahu Akbar !
Bacaan: Nasrudin Joha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar