Sultan Muhammad al-Fatih – Panglima Islam Penakluk
Konstantinopel
Kali ini, kita bersama seorang pemuda yang mendapat kabar gembira
Rasulullah ﷺ. terkait penaklukan Konstantinopel, terwujud untuknya. Ia adalah
Sultan Muhammad II Al-Fatih. Julukannya mengalahkan namanya, sehingga ia
dikenal dengan julukannya oleh para ahli sejarah secara umum, baik di barat
maupun timur.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadits:
“Sungguh, kalian akan menaklukkan Konstantinopel. Sungguh,
sebaik-baik amir adalah amirnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.
” (HR Ahmad)
Hadits ini sangat membekas di dalam jiwa para khalifah, amir, dan
komandan pasukan sejak masa Muawiyah bin Abu Sufyan hingga pada masa Abbasiyah,
Al-Ayyubi, Al-Mamluki, dan seterusnya hingga masa Turki Utsmani.
Mereka semua yang mempersiapkan pasukan untuk memerangi kota
tersebut dan berperang di dekatnya, dari lubuk jiwa berharap meraih kemuliaan
besar dan kabar gembira itu.
Satu hal yang perlu disampaikan terkait hal ini, yaitu makam
seorang shahabat mulia bernama Abu Ayyub Al-Anshari, tuan rumah yang menjamu Rasulullah
ﷺ
pada saat beliau berhijrah, hingga kini masih ada di Istanbul (Konstantinopel).
Begini ceritanya, ia turut serta dalam pasukan yang menyerang
Konstantinopel di bawah komando Yazid bin Muawiyah. Abu Ayyub kala itu sudah
tua dan uzur. Ia mendapat luka cukup parah di salah satu peperangan ini.
Panglima perang ini menghentikan pertempuran dan menjenguk prajurit mulia yang
terluka itu. Namun, Abu Ayyub menolak dan meminta panglima perang agar para
prajurit membawanya dengan menggunakan tandu dan mereka meneruskan berjihad.
Selanjutnya, jika ia mati, ia meminta mereka untuk menguburnya di tempat yang
berhasil mereka capai.
Para pasukan menurut dan memenuhi permintaannya. Setelah itu, Allah
mewafatkan Abu Ayyub di dekat benteng-benteng Konstantinopel saat mereka
mengepungnya. Di sanalah Abu Ayyub dikebumikan.
Saat ini, makam Abu Ayyub menjadi salah satu ikon kota Istanbul
bagi orang-orang Turki. Di dekat tempat tersebut dibangun sebuah masjid dengan
bangunan indah dan luar biasa. Orang berdatangan dari mana-mana ke masjid
tersebut. Di kalangan masyarakat umum, masjid ini dikenal sebagai masjid sultan
Ayyub.
Di kiblat masjid terdapat sebuah papan marmer bertuliskan nama Abu
Ayyub, Khalid bin Zaid Al-Anshari, dengan sedikit pengenalan singkat tentang
sosok Abu Ayyub.
Di sela pemaparan ini, saya ingin menjelaskan kepada pembaca yang
budiman bahwa titik tolak perhatian penaklukan Konstantinopel adalah hadits
Rasulullah ﷺ di atas. Perhatian ini sudah muncul sejak awal, lalu terus
berlangsung dalam waktu lama.
Peperangan-peperangan yang dipersiapkan untuk penaklukan kota besar
ini disebut perang shawa'if atau perang musim panas, karena cuaca cerah
adalah waktu yang tepat untuk bergerak di negeri-negeri itu, di mana hujan
deras, salju, dan angin kencang selalu menyertai selama musim dingin yang
berlangsung lama.
Sekarang, mari kita mengikuti kehidupan si pemuda penuh obsesi ini
dan aksi-aksi penaklukannya.
Sebagai informasi, bahwa para ahli sejarah Barat menyebut
penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453 M, bertepatan dengan tahun 857 H,
seraya memberikan keterangan sejarah, dan bahkan sesekali mereka mencantumkan
tanggal peristiwa ini.
Nasab Muhammad Al-Fatih
Ia adalah Muhammad bin Sultan Murad II, keturunan amir Utsman bin
Ertugrul, pendiri daulah Utsmaniyah di Asia kecil (Anatolia).
Murad II dinilai sebagai salah satu sultan Bani Utsman yang paling
banyak memperkokoh sendi-sendi daulah, dan memperluas penaklukan-penaklukan
daulah di tanah Eropa -kecuali Konstantinopel- yang terletak di atas perbukitan
tinggi di dekat Bosphorus, gerbang menuju laut hitam, dikelilingi tembok-tembok
tinggi dengan menara tinggi, memanjang hingga teluk Golden Horn yang digunakan
perahu-perahu untuk berlindung dari hantaman ombak besar, dan celah masuk teluk
ini ditutup dengan rantai-rantai besi besar. Jika perahu-perahu musuh bermaksud
menyeberangi celah masuk teluk ini, semuanya pasti hancur dan rusak.
Murad II menerobos negeri-negeri Eropa sebagai pejuang dan penakluk
hingga ke sungai Danube pada tahun 829 H (1426 M), dan mengalahkan pasukan
Hongaria. Setelah itu, ia membuat perjanjian dengan raja Hongaria.
Ia juga berhasil menaklukkan kota Thessaloniki dan Iaonnina (Yannena)
yang tercakup ke dalam Wilayah Yunani. Ia juga berhasil menguasai negeri
Serbia, menghapus pemerintahannya, menjadikan negeri ini tunduk pada Daulah
Utsmaniyah, dan memberinya nama Samandara. Ia juga menundukkan Albania.
Kemudian, Wilayah Venice (kota di Italia) membuat perjanjian dengan sultan
Murad II.
Sultan Murad II juga berhadapan dengan pasukan gabungan Eropa di
Varna, salah satu kota negara Bulgaria, menimpakan kekalahan telak terhadap
mereka, dan menjadikan salah satu permaisuri Nasrani sebagai istri. Ia adalah
ibu Sultan Muhammad Al-Fatih.
Kelahiran dan Pertumbuhan
Muhammad Al-Fatih
Sultan Muhammad Al-Fatih lahir pada tanggal 27 Rajah 535 H,
bertepatan dengan tanggal 30 Maret 1432 H.
Sejak masa kecil, si amir kecil ini menjalankan aturan pendidikan
yang tegas. Ia tidak ubahnya seperti para amir Bani Utsman pada umumnya.
Pendidikan Al-Fatih diawasi sejumlah ulama terbaik dan terkenal pada masanya.
Al-Qur’an, hadits, dan fikih adalah materi pertama yang diajarkan
kepadanya hingga ia benar-benar menguasai bidang ini.
Di samping juga ilmu-ilmu peradaban lainnya, seperti matematika,
astronomi, sejarah, dan pelajaran militer, baik secara teori maupun praktik.
Guru-guru Muhammad AI-Fatih
yang Paling Dikenal
Si amir kecil ini berguru dan belajar pada sejumlah tokoh pendidik
dan guru. Di antara yang paling dikenal, ada dua guru yang memberikan pengaruh
terbesar pada kepribadiannya, yaitu Amid Syamsuddin dan Mulla Al-Kaurani.
Kelompok ulama terbaik ini berpengaruh dalam membentuk bangunan
wawasan, politik, dan seni militer dalam kepribadiannya.
Guru yang paling tegas dan paling berpengaruh baginya adalah syekh
Amid Syamsuddin.
Muhammad Al-Fatih menuturkan tentang hal itu -setelah memegang
kesultanan, “Penghormatanku terhadap syekh itu (Amid Syamsuddin) adalah penghormatan
yang menarik seluruh sisi jiwaku. Saat berada di hadapannya, aku dan kedua
tanganku gemetar.”
Antara Kekuasaan dan llmu
Capaian ilmu ini terus menyertainya hingga ia besar, hingga ia menjadi
seorang amir yang memegang kesultanan saat masih sangat belia.
Ini karena keluarga Utsman punya tradisi untuk melimpahkan
administrasi kekuasaan kepada setiap amir saat masih kecil, agar membuatnya
layak untuk memimpin daulah di kemudian hari.
Ayahnya memilih wilayah Magnesia untuk ia pimpin saat ia masih
sangat belia dan belum baligh. Para guru dan pendidiknya turut berpindah
bersamanya. Mereka mendampinginya selama berada di sana, mencurahkan perhatian,
perawatan, dan bimbingan kepadanya.
Jenjang pendidikan yang ia tempuh dalam belajar adalah jenjang
akademisi dan berjenjang; pendidikan dasar, menengah, menengah atas, lalu
universitas.
Jenjang pendidikan ini sangat berpengaruh dalam metode reformasi
yang ia terapkan saat memimpin kesultanan Utsmaniyah secara umum setelah
ayahnya wafat, karena ia membuat revolusi jenjang pendidikan di tingkat daulah.
Wawasan Al-Fatih
Ia memiliki wawasan luas sebagai buah ilmu yang selama ini ia
pelajari.
Ia menguasai beberapa bahasa; Arab, Persia, apalagi Turki. Ia
memiliki perhatian di bidang sastra dan syair, terlebih ada bait-bait syair
yang diriwayatkan darinya, ia juga memiliki buku syair dalam bahasa Turki.
Ia seringkali menuturkan dua bait syair hasil gubahannya ini:
Aku berniat menjalankan perintah ilahi
“Berjihadlah di jalan Allah...!”
Semangatku hanyalah semangat di jalan agama Allah
Amir Muhammad juga menguasai bahasa Latin, Yunani, dan Serbia
(bahasa ibunya).
Pentingnya memperluas penguasaan bahasa-bahasa tersebut bagi
seorang amir yang tengah meniti jalan untuk memimpin segala persoalan daulah
Utsman yang saat itu dinilai sebagai daulah terbesar baik di Timur maupun Barat,
tampak dengan jelas.
Peran Masa Pemerintahan
Masa pemerintahan mempengaruhi kepribadian Muhammad, sehingga
berkat pencerahan yang disampaikan guru-gurunya, ia menjadi salah satu amir
Utsmani yang paling memahami pelajaran ilmu sejarah, geografi, dan ilmu-ilmu
militer, terlebih guru-gurunya mengalihkan perhatiannya untuk mempelajari para
tokoh besar sejarah yang bergema dan mempengaruhi alur sejarah.
Guru-gurunya menjelaskan kepadanya sisi-sisi kebesaran para tokoh
sejarah tersebut, dan apa saja titik-titik lemahnya, dengan harapan amir mereka
suatu hari nanti menjadi penguasa yang paling berpengalaman, paling bijak dan
genius.
Syekh Amid Syamsuddin jelas memainkan peran besar dalam membentuk
kepribadian amir Muhammad, dan menanamkan dua hal dalam dirinya sejak masih
kecil, hingga membuatnya menjadi seorang penakluk:
1. Memperbanyak gerakan jihad daulah Utsmaniyah.
2. Selalu memberikan isyarat kepada Muhammad sejak masih kecil,
bahwa ia adalah amir yang dinantikan dan yang dimaksud oleh hadits nabawi,
“Sungguh, kalian akan menaklukan Konstantinopel. Sungguh, sebaik-baik amir adalah
amirnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu."
Sehingga, hadits ini tidak pernah terlepas dari perasaan,
keinginan, dan harapan amir Muhammad.
Sultan
Muhammad ikut bersama ayahnya, sultan Murad II, di sejumlah
peperangan, latihan menguasai seni-seni perang, menerapkan teori-teori militer
yang ia pelajari, menampakkan keahlian, keberanian, dan kekuatan saat ia
menginjak usia 13 tahun.
Sultan Murad II mulai merasakan kelelahan dan keletihan karena
memadamkan berbagai gejolak, menghadapi berbagai musuh, dan memperluas
penaklukan-penaklukan yang ia jalani selama ini, sehingga ia memilih untuk istirahat.
Ia melihat anaknya, Muhammad, sudah memiliki keahlian yang sempurna. Untuk itu,
ia turun dari tahta kekuasaan untuk istirahat.
Saat itu, orang-orang Eropa menggalang ekspedisi militer dengan
sasaran Daulah Utsmaniyah. Ekspedisi militer ini diikuti kekuatan dari
Hongaria, Toulon (Sekarang masuk ke dalam wiIayah negara Perancis, sebelah
selatan provinsi Aix-en), Jerman, Perancis, dan Italia. Seluruh kekuatan
bergerak dengan sangat deras, menyapu apapun yang ada di hadapannya.
Daulah Utsmaniyah bersiap-siap membendung serangan. Dewan syura
sultan mengadakan pertemuan, lalu dewan memutuskan meminta Murad II kembali
memimpin daulah. Akhirnya, sultan Murad II mengurungkan keinginannya untuk
istirahat. Ia memimpin pasukan Utsmaniyah bersama Muhammad Al-Fatih.
Kedua kubu berhadapan di lembah Varna di Wilayah Bulgaria, di dekat
laut Hitam. Murad II dengan pengalaman, pengetahuan dan keberaniannya berhasil
mengalahkan pasukan gabungan Eropa, menimpakan kekalahan telak pada mereka,
memecah-belah persatuan mereka, dan mengejar mereka hingga keluar perbatasan
Wilayah kekuasaannya di negeri Balkan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 848 H,
tepatnya pada tanggal 28 Rajab.
Gema kemenangan besar ini membahana ke berbagai penjuru dunia
Islam. Sampai-sampai, sultan kerajaan Mamluk bernama Az-Zhahir Saifuddin Jaqmaq,
penguasa Mesir, memerintahkan untuk menyebut nama sultan Murad II dalam khotbah
Jumat setelah nama khalifah Abbasiyah.
Sultan Murad II Wafat dan
Suksesi Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih
Setelah melalui kehidupan yang penuh dengan jihad dan sumbangsih,
sultan Murad II akhirnya wafat pada tanggal 5 Muharam 855 H, bertepatan dengan
tanggal 7 Februari 1451 H.
Selanjutnya, Muhammad Al-Fatih memimpin kesultanan, kekuasaan, dan
segala tanggung jawab kesultanan melalui pembaiatan ahlul halli wal adqi
daulah Utsmaniyah saat ia berusia 20 tahun.
Perhatian-Perhatian Utama
Saat menduduki singgasana kekuasaan dan berada di pucuk tanggung
jawab daulah, penaklukan Konstantinopel menjadi perhatian utama Sultan
Muhammad. Bukan karena dorongan petualangan militer ataupun kedunguan masa
muda, tapi semata karena pandangan yang objektif.
Para ayah dan kakeknya sudah berupaya untuk menaklukkan
Konstantinopel sebelumnya. Juga para pemimpin sebelumnya dalam sejarah, baik
pada masa yang belum lama maupun pada masa yang lampau. Mereka semua mengepung
kota tersebut dengan ketat. Namun, kota itu tetap saja kokoh berdiri, menjadi
penghalang yang sulit diatasi di tengah jalan menuju Eropa, serta menjadi
permasalahan militer yang berbahaya di belakang pasukan Islam yang bergerak kesana-kemari
di Eropa hingga wilayah Vienna (Ibu kota Austria) dan berada di jantung benua
Eropa. Untuk itu, Konstantinopel harus ditaklukkan, apapun harga yang harus
dibayar. Harus ditaklukkan dengan strategi militer yang dipelajari dengan baik
dan kejutan-kejutan yang belum pernah dikenal sebelumnya.
Selain mewujudkan harapan keyakinan terhadap sabda Rasulullah ﷺ,
penaklukan Konstantinopel bagi Sultan Muhammad juga akan memudahkan Daulah
Utsmaniyah untuk menaklukkan wilayah Balkan dan Eropa timur, juga membuat
wilayah negerinya terhubung langsung dengan kawasan-kawasan tersebut tanpa
adanya musuh ataupun ancaman keamanan di sela-selanya.
Seperti yang telah kami sampaikan, Konstantinopel adalah penghalang
yang menghadang jalan penaklukan-penaklukan di Eropa. Untuk itu, Konstantinopel
harus ditaklukkan, dikuasai, dan disingkirkan dari jalan.
Ibu Kota Edirne (Salah satu kota di Turki)
Edirne terletak di timur laut Konstantinopel. Kota ini dijadikan
para pendahulunya sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyah, dan Sultan Muhammad
Al-Fatih mengikuti mereka. Padahal, berdasarkan posisi geografis, wilayah kota
ini tidak aman. Namun, kota ini menjadi titik tolak pasukan Daulah Utsmaniyah
bergerak ke jantung Eropa, sehingga kota ini harus dipersiapkan dan dibentengi
super kuat.
Meriam Kesultanan
Salah seorang arsitek Bulgaria berpikir untuk menciptakan meriam.
Ia menawarkan gagasan ini kepada pihak-pihak berwenang di negaranya. Namun,
mereka menilai biayanya terlalu besar, dan mereka tidak mampu membiayai gagasan
pembuatan meriam.
Akhirnya, ia menemui Sultan Muhammad dan menawarkan gagasannya itu
kepadanya. Muhammad langsung menyetujui, dan mulai membuat banyak meriam.
Meriam-meriam dicoba dan sukses.
Romalli Hishar
Romalli Hishar artinya
benteng Romawi.
Kakek Sultan Muhammad, Bayazid Ash-Sha’iqah, membangun benteng di
tepi bagian Asia tepatnya di selat Bhosporus saat berusaha menaklukkan
Konstantinopel. Benteng tersebut ia beri nama Anatholi Hishar yang berarti
benteng Anatholia. Posisi benteng ini terletak di tepi selat yang lebih sempit.
Akhirnya, Sultan Muhammad memutuskan untuk membangun benteng di tepi bagian
Eropa di selat yang sama berhadapan dengan benteng pertama.
Tujuan dari proyek militer ini adalah untuk memperkuat selat
Bhosporus dari kedua sisinya. Berdasarkan ilmu matematika arsitektur yang ia
pelajari. Sultan Muhammad sendiri yang membuat desain benteng, merancangnya.
dan memilih posisinya.
Kemudian, desain benteng ini diterapkan seorang arsitek bangunan,
Muslihuddin Anma. Untuk penggarapan proyek benteng ini, ia melibatkan tujuh
ribu pekerja, hingga mereka menyelesaikan pembangunan benteng dalam empat
bulan.
Jika Anda ditakdirkan berkunjung ke Istanbul -dengan izin Allah- dan
menyaksikan jejak-jejak benteng yang hingga kini masih ada ini, Anda akan melihat
sebuah “keajaiban.” Sebab, benteng ini sangat tinggi di posisinya, juga
tembok-tembok dan menaranya yang tinggi. Anda dijamin kehabisan tenaga untuk
mencapai puncak benteng ini.
Setelah selesai dibangun dan benteng diisi prajurit serta
persenjataan, sebagian di antara mereka keluar untuk melihat Konstantinopel
dari dekat, hingga terjadi adu mulut dan kegaduhan antara mereka dengan
penduduk Bizantium yang ada di kawasan pinggiran. Raja Konstantinopel terpaksa
memerintahkan untuk mengosongkan tempat-tempat tersebut dan mengevakuasi
penduduknya ke wilayah Konstantinopel demi menyelamatkan hidup mereka, juga
memerintahkan untuk menutup pintu-pintu gerbangnya.
Perlu disampaikan terkait persoalan ini, bahwa orang-orang
Konstantinopel berlindung di balik tiga tembok penghalang secara berlapis, yang
antara satu tembok dengan tembok lain terpaut jarak cukup luas.
Awal Serangan
Pada musim semi tahun 857 H (1453 M), serangan penaklukan dimulai.
Untuk serangan ini, Sultan Muhammad menghimpun 20 ribu prajurit dalam 400
perahu besar, serta 80 ribu prajurit kavaleri dan invanteri. Jumlah total
kekuatannya mencapai 100 ribu prajurit didukung 200 meriam.
Konstantinopel dikepung dari darat dan laut sebagai persiapan
penyerangan.
Meski banyak, perahu-perahu Utsmaniyah minim persiapan sehingga
tidak mampu berdiri dengan tegak di teluk Golden Horn untuk memasukinya, karena
teluk ini ditutup dengan rantai-rantai besi yang sangat tebal. Perahu-perahu
dijamin hancur ketika berupaya nekad menerobos masuk, sehingga panglima armada
laut Utsmaniyah, Baltha Ouglu Sulaiman Bek cukup mengawasi situasi karena tidak
bisa berbuat apa-apa.
Di tengah situasi tersebut, perahu-perahu datang dari Genoa,
Italia, dikirim oleh Paus untuk menyelamatkan Konstantinopel. Perahu-perahu ini
berhasil menyeberang hingga ke teluk setelah melalui peperangan laut dan
setelah rantai penghalang diangkat. Armada laut Utsmaniyah tidak tegar
menghadapi armada laut Genoa ini.
Panglima Militer Genius,
Sultan Muhammad Al-Fatih
Sultan Muhammad tidak putus asa karena apa yang terjadi. Ia terus mengasah
otaknya yang cerdas dan menyendiri di dalam tendanya, hingga muncullah sebuah
harapan.
Ia langsung mengumpulkan para komandan dan menyampaikan gagasannya
kepada mereka. Meski sulit dilakukan, tapi gagasan ini merupakan strategi
inovatif yang mengejutkan yang belum pernah dikenal seorang panglima militer
pun dalam sejarah.
Perahu-perahu dipindahkan melalui jalur darat melalui puncak-puncak
perbukitan tinggi, melintas di atas papan-papan kayu yang telah dilumuri
minyak, melintasi wilayah Galata.
Aksi ini dilaksanakan pada malam hari. Para prajurit memperlihatkan
kekuatan dan tekad luar biasa, hingga 67 kapal berhasil diturunkan ke perairan
teluk Golden Horn.
Pasukan Bizantium dikejutkan oleh kekuatan-kekuatan laut yang sudah
terpampang di hadapan mata mereka. Perahu-perahu perang Daulah Utsmaniyah
berbaris lurus satu persatu untuk menghubungkan dua tepi teluk seakan sebuah
jembatan agar pasukan-pasukan Utsmaniyah bisa menyeberang dengan mudah.
Doukas, seorang ahli sejarah yang hidup pada masa itu dan
menyaksikan kejadian tersebut, menuturkan, “Ini mukjizat. Tak seorangpun
mendengar hal ini sebelumnya, dan tak seorangpun melihat hal ini sebelumnya.”
Sebelum Serangan Umum
Sultan Muhammad mengirim utusan kepada kaisar Konstantinopel,
memintanya untuk menyerahkan kota demi mencegah pertumpahan darah dan kaisar
berhak menarik diri ke mana saja ia mau dengan seluruh harta benda dan
simpanannya. Sultan berjanji memberikan jaminan aman kepada penduduk
Konstantinopel atas harta, aset, dan nyawa mereka jika ia memenuhi permintaan
sultan. Peringatan ini adalah peringatan kedua.
Pasukan Genoa menolak permintaan itu. Mereka juga meminta kaisar
untuk menolaknya. Dan itulah yang terjadi.
Serangan Umum
Pada waktu fajar tanggal 28 Mei dan selepas shalat, Sultan Muhammad
menuju lokasi-lokasi serangan.
Meriam-meriam besar membidikkan peluru berupa bongkahan batu bulat
menggempur benteng, dan gema suaranya terdengar dari kejauhan.
Instruksi sultan memerintahkan untuk mengeluarkan dan menyebarkan
ilmu Utsmani dari tempat penyimpanan. Ini berarti awal serangan umum.
Tiga Strategi Inovatif
Meriam-meriam kecil tidak mampu menembus benteng-benteng
Konstantinopel karena terlalu besar.
Selanjutnya, panglima genius ini berpikir untuk membuat menara-menara
dari kayu setinggi benteng-benteng Konstantinopel. Menara-menara kayu tersebut
ditutup kulit dan diisi pasukan, digerakkan dengan roda agar mendekati
benteng-benteng Konstantinopel, sehingga dengan mudah memburu pasukan-pasukan
musuh. Seluruh menara-menara kayu berhasil dibuat dalam satu malam. Pasukan
Bizantium dikejutkan dengan adanya menara-menara yang terpampang di hadapan
mata mereka dan hanya berjarak beberapa meter.
Mereka segera melempari menara-menara kayu tersebut dengan api
menggunakan kayu-kayu yang dibasahi dengan minyak dan dibakar, hingga
menara-menara kayu berjatuhan.
Setelah itu, panglima genius menggali parit-parit di bawah tanah
sepanjang tiga benteng Konstantinopel. Meski upaya ini tuntas dalam waktu
singkat dan pasukan Utsmani bisa menyusup di sela-selanya, tapi mereka
dibendung dan akhirnya mundur kembali.
Terakhir, akhirnya meriam kesultanan harus digunakan.
Meriam kesultanan ini memiliki berat berton-ton, ditarik 80 ekor
lembu, dan menggunakan tenaga 400 prajurit; 200 di kanan dan 200 di kiri. Berat
peluru meriam ini adalah 500 kg, dan jangkauannya mencapai sekitar 1,5 km
(sekitar 1.650 m). Suara meraim ini terdengar hingga radius 60 km.
Meriam ini diletakkan di atas sebuah bukit tinggi yang saat ini
dikenal sebagai wilayah Topkapi yang berarti bukit meriam. Tempat ini adalah
salah satu perkampungan di Istanbul.
Peluru-peluru meriam kesultanan mulai mendobrak benteng-benteng
Konstantinopel, membuat banyak lubang di dinding benteng, hingga para prajurit
Utsmaniyah maju dengan keberanian tiada tara, mereka melemparkan tali-tali ke
atas benteng, lalu mereka naik secara bergelombang.
Seorang prajurit Utsmaniyah membidikkan anak panah ke arah panglima
pasukan Bizantium, Justinian, hingga tepat mengenai sasaran. Panglima Justinian
mundur dari medan perang meski kaisar Konstantinopel mengharapkannya untuk
tetap bertahan.
Syahid pertama pahlawan pasukan Utsmaniyah yang menyerang adalah
amir Waliyuddin Sulaiman yang mengangkat bendera Utsmaniyah di atas
tembok-tembok Konstantinopel. Sebelum bendera jatuh dari tangannya, sejumlah
pasukan maju untuk meraihnya dan mengangkatnya kembali.
Pasukan Utsmaniyah terus bergerak masuk ke dalam kota dan sejumlah
pintu gerbang kota berhasil dibuka, atau melalui celah-celah benteng yang
tembus akibat serangan peluru-peluru meriam kesultanan.
Rantai besi yang menghalangi dan melindungi selat Golden Horn juga
diputus, sehingga perahu-perahu armada laut Utsmaniyah melaju membelah lautan
hingga mengepung perahu-perahu pasukan Bizantium, melenyapkannya beserta
seluruh pasukan yang ada di atasnya.
Muhammad AI-Fatih
Sultan Muhammad Al-Fatih memasuki kota Konstantinopel setelah
gerakan perlawanan di sana lumpuh, dan bahkan lenyap. Ia masuk dengan
mengendarai kuda putih miliknya sambil membaca ayat-ayat Al-Qur’an, menuju
gereja Aya Sofia yang dipenuhi orang; kaum tua, muda, anak-anak, wanita,
pendeta, dan rahib.
Saat melihatnya, mereka bersungkur sujud, menangis, sambil
berteriak dan memohon.
Al-Fatih turun dari kuda, shalat dua rakaat untuk Allah demi
mensyukuri kemenangan nyata yang Allah karuniakan padanya.
Seusai shalat, Al-Fatih melihat orang-orang, ternyata mereka masih
saja sujud. Ia merasa terusik, lalu berkata kepada para rahib, “Hentikan...!
Berdirilah kalian semua, aku ini Sultan Muhammad. Aku katakan kepada kalian
semua, untuk seluruh saudara-saudara kalian, dan siapapun yang ada di sini, ‘Sesungguhnya,
sejak hari ini, nyawa dan kebebasan kalian aman.’
Jaminan keamanan yang diberikan sultan Al-Fatih ini memberikan
kebebasan kepada para penduduk kota Konstantinopel yang melarikan diri agar
kembali. Ia juga memberikan sejumlah perintah agar rakyat Bizantium tidak
disakiti sedikitpun...
...kota tersebut diberi nama Islam Bul yang berarti kota
Islam, menggantikan nama Konstantinopel. Setelah itu, Islam Bul diubah
menjadi Istanbul, setelah namanya juga diubah menjadi Estonia.
Perilaku Al-Fatih (dinukil dari Ad-Daulah Al-’Utsmaniyyah,
Majmu’at Safir (Vll/25)
Saat memasuki kota Konstantinopel sebagai pemenang, perilaku Al-Fatih
jauh berbeda dengan aturan perang pada abad-abad pertengahan yang mengusir
penduduk kota yang ditaklukkan ke tempat lain, atau menjual mereka di
pasar-pasar budak. Akan tetapi, Al-Fatih justru melakukan sesuatu yang tidak
bisa dipahami pemikiran Barat pada masa itu; toleran dan kasih sayang. Ia
melakukan tindakan berikut:
Pertama: Al-Fatih langsung membebaskan para
tawanan dengan tebusan uang yang tidak seberapa, itupun dibayar dengan cara
diangsur dalam waktu yang lama.
Kedua: Menempatkan para tawanan yang
menjadi bagiannya dari rampasan perang di sejumlah rumah yang terletak di
pesisir teluk.
Ketiga: Ketika kota Konstantinopel
diizinkan untuk para prajurit dan hanya selama tiga hari pasca penaklukan, izin
yang diberikan terbatas untuk hal-hal yang tidak bersifat materi, sehingga
wanita tidak diperkosa, orang tua tidak diusik, demikian halnya anak kecil
ataupun pendeta. Gereja dan biara tidak diruntuhkan, meski kota ini direbut
melalui peperangan dan menolak untuk menyerah...
Putusan-putusan Sultan Muhammad Al-Fatih mencantumkan banyak poin
yang menetapkan sejumlah biara di tangan orang-orang Bizantium.
Kepemilikan Yahudi atas biara-biara mereka tetap diakui secara
penuh, dan pendeta Yahudi, Musa K. Tasali, diberi banyak hadiah.
Pada tahun 1461 M (865 H), seorang santo bernama Youakim diangkat
untuk kelompok-kelompok Armenia, untuk mengawasi seluruh kepentingan
orang-orang Armenia.
Al-Fatih menaruh perhatian besar terhadap kota yang berhasil
ditaklukkan itu. Ia mendatangkan sejumlah pekerja dan arsitek untuk merenovasi
kota tersebut dan membuatnya lebih indah dari sebelumnya.
Urusan perdata rakyat non-muslim berkenaan dengan agama dan tradisi
diserahkan kepada mereka. Ini merupakan fenomena beradab yang mendahului
masanya.
Antara Perang dan Kemuliaan
Militer dengan Pembangunan Sosial
Pasca penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453 H, usia Muhammad Al-Fatih
saat itu 21 tahun. Semangatnya mengarah untuk melancarkan ekspedisi-ekspedisi
militer beruntun ke Eropa.
Pada tahun 1459 M, ia menaklukkan negeri-negeri Serbia. Pada tahun
1460 M, ia menaklukkan negeri-negeri Mora, Swedia.
Pada tahun 1462 M, ia menaklukkan negeri-negeri Valachia dan
menggabungkannya ke dalam kekuasaannya.
Antara tahun 1463 hingga 1479 H, ia menaklukkan Albania.
Peperangan-peperangan sengit dan penguasaan terhadap negara-negara
tersebut untuk selanjutnya digabungkan ke dalam kekuasaan Daulah Utsmaniyah.
Dan semua itu tidak menghalangi Al-Fatih untuk menata internal daulah.
Berikut akan kami sebutkan satu sisi saja di antara sederetan
gerakan reformasi yang ia lakukan, agar kita tahu sosok ini membangun daulah
modern dan bahkan mendahului masanya dengan sepenuh makna kata ini.
Sisi yang kami maksudkan adalah bidang pendidikan.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, seorang penakluk
membentuk jenjang-jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar, menengah pertama,
menengah atas, dan universitas kejuruan. Buktinya hingga kini masih ada.
Di sebuah masjid yang menggunakan namanya di Istanbul terdapat
sejumlah bangunan yang dikelilingi halaman luas. Ruang-ruang seluruh bangunan
tersebut digunakan untuk jenjang-jenjang pendidikan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya.
Jenjang-jenjang pendidikan seperti itu menyebar ke seluruh wilayah
kekuasaan Daulah Khilafah Utsmaniyah, karena aturan ini diterapkan secara
merata di seluruh negeri. Sama sekali tidak diragukan bahwa pendidikan adalah
salah satu unsur penting yang membangun kepribadian warga di bidang
pengetahuan.
Inilah yang selanjutnya dikenal dengan aturan akademi.
Muhammad Al-Fatih Wafat
Belum juga menginjak usia 51 tahun, Al-Fatih sudah kelelahan dan
tubuhnya melemah. Sebab, sejak menginjak usia 12 tahun, ia sudah mengarungi
berbagai peristiwa dan menanggung tanggung jawab besar.
Ia jatuh sakit hingga wafat.
Semoga Allah merahmati Sultan Muhammad Al-Fatih, serta memberinya
balasan terbaik dan paling sempurna atas jerih payah yang ia lakukan untuk Islam
dan kaum muslimin.
Al-Fatih dalam Sejarah
Cukuplah menjadi kebanggaan dan kemuliaan baginya bahwa pemberitaan
Rasulullah ﷺ terwujud pada dirinya.
Cukuplah menjadi kebanggaan dan kemuliaan baginya bahwa ketika
julukan Al-Fatih disebut, julukan ini langsung mengarah kepada Sultan Muhammad
II Al-Utsmani.
Cukuplah menjadi kebanggaan dan kemuliaan baginya bahwa tahun 1453
H, tahun penaklukan Konstantinopel, dicatat orang-orang Barat sebagai peristiwa
sejarah.
Cukuplah menjadi kebanggaan dan kemuliaan baginya bahwa para ahli
sejarah Barat menghormati, memuliakan, dan mengagungkannya, baik ahli sejarah
yang mencintainya sehingga bersikap objektif terhadapnya, ataupun ahli sejarah
yang membencinya sehingga ia dipaksa untuk menaruh hormat kepadanya.
Cukuplah menjadi kebanggaan dan kemuliaan baginya bahwa ia menyandang
nama paling mulia dan luhur, yaitu Muhammad.
Sayangnya, lembaran penaklukan-penaklukan dilipat sepeninggalnya.
Inilah yang membuat kita, kaum muslimin merasa sedih. Laa haula wa laa
quwwata illaa billaahil ‘aliyyil azhiim.
Buku Bacaan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar