BAB 5
Sejarah Kolonialisme Barat
di Timur Tengah
Amerika
Serikat dan Inggris mengklaim bahwa perang yang mereka lancarkan terhadap Irak
merupakan tindakan yang adil lagi mulia. Mereka menambahkan bahwa apa yang
mereka lakukan merupakan upaya untuk membebaskan dunia dari ancaman dan
memulihkan tata pemerintahan yang baik (good governance) kepada rakyat
Irak. Bab ini akan memaparkan kebohongan yang mereka lakukan dan membuktikan
bahwa perang terhadap Irak erat
kaitannya dengan kolonialisme, dan memang kolonialisme-lah yang menjadi dalang
semua itu.
1.
Gerakan Renaissance di Eropa telah memicu
revolusi intelektual yang berpuncak dengan industrialisasi dan menandai sebuah
tata dunia baru. Dihadapkan kepada tirani aristokratik dan dogma teokratik,
para pemikir Barat membangun dasar filosofis peradaban Barat. Terlepas dari
perbedaan intelektual di antara mereka sendiri, mereka bersepakat dalam
pandangan dunia yang khas oksidental
mengenai pengaturan masyarakat yang memisahkan gereja dan negara. Namun
demikian, para pemuka filsafat itu hanya mengganti tirani dan kemunduran
intelektual dengan penindasan berbentuk ide. Sungguh ironis bahwa ternyata berkembangnya prinsip-prinsip kebebasan dan
demokrasi liberal berasal dari doktrin yang sama dengan kolonialisme.
Ajaran Jean-Jacques Rousseau tentang demokrasi mengenai persamaan dan kebebasan
mengatakan bahwa, ‘Man was born free, and he is everywhere in chains’ [The
Social Contract, 1743], namun pada saat yang sama, negara yang dijadikan
teladan dalam urusan kebebasan justru memperbudak negara-negara di dunia. Jules
Harmand, salah satu tokoh utama imperialisme Perancis mengatakan, “Kenyataan
akan adanya hierarki ras dan peradaban harus kita terima dan jadikan sebagai
prinsip dan titik tolak, serta fakta bahwa kita termasuk ras dan peradaban
superior…Legitimasi mendasar ihwal penaklukan atas orang-orang pribumi adalah
(cerminan) keyakinan akan kesuperioran kita….” [Edward Said., ’Culture
& Imperialism’., 1993, hal.17]. Kontradiksi filosofis seperti tersebut di
atas merupakan ciri budaya
Barat dan lebih jauhnya lagi memperlihatkan ketidakmampuan akal manusia untuk
membuat sistem hidup yang akan benar-benar meningkatkan derajat manusia.
2.
Dalam kenyataannya, kolonialisme berkembang melalui urat nadi peradaban Barat; jika
kapitalisme dianggap jiwa, maka kolonialisme adalah detak jantungnya
–kebebasan kepemilikan menjadi suatu hal yang dominan dalam filosofi sekular,
yang menentukan tujuan hidup masyarakat. Upaya negara dalam mengejar
kepentingan material diterjemahkan ke dalam prinsip-prinsip pokok yang menjadi
metode untuk menyebarkan ideologi kapitalis, seperti yang ditegaskan oleh
Robert Cooper dalam esainya, ‘Negara Postmodern’. Seraya menyerukan
imperialisme liberal baru dan perlunya kerajaan, kata-katanya menyuarakan
ambisi Inggris satu abad yang lalu ketika Duta Besar Kolonial Inggris, Joseph
Chamberlain mengatakan, ‘sekarang adalah masanya kerajaan, bukan negara-negara
kecil’ [John Norris., ‘Farewell to the Trumpets; An Imperial Retreat’].
Oleh karena itu, apa yang dikatakan Robert Cooper, Penasihat Kebijakan Luar
Negeri Tony Blair, memang sesuai dengan tradisi penjajahan mereka, ‘Tantangan
bagi dunia postmodern adalah untuk terbiasa dengan gagasan standar ganda. Di
antara kita sendiri, kita bertindak berdasarkan atas hukum dan keamanan
kooperatif yang terbuka. Namun ketika kita berurusan dengan negara-negara
terbelakang di luar benua postmodern Eropa, kita harus kembali ke metode-metode
yang lebih kasar seperti pada masa sebelum ini –kekuatan, preemptive attack*,
muslihat– pokoknya apapun yang diperlukan dalam berurusan dengan negara-negara
yang masih hidup dalam dunia abad ke-19. Di antara kita sendiri, kita
mempertahankan hukum. Tetapi ketika berada di hutan maka kita harus memakai
hukum rimba…. Dengan demikian yang dibutuhkan adalah imperialisme jenis baru,
yang bisa diterima oleh dunia yang menganut hak-hak asasi manusia dan
nilai-nilai kosmopolitan. Kita sudah dapat melihat gambarannya: sebuah
imperialisme yang, sama seperti semua imperialisme, bertujuan membuat tatanan
dan keteraturan tetapi kini berdasarkan prinsip sukarela….’ [Robert
Cooper., ‘The New Liberal Imperialism’., 2002]. *Preemptive attack
adalah serangan yang bersifat pencegahan terhadap pihak atau pihak-pihak (bisa
individu, kelompok, atau negara) yang dianggap akan melakukan suatu aksi
tertentu terhadap negara pelaku preemptive attack.
3.
Jadi, kolonialisme benar-benar hidup
–bahkan kolonialisme dan peradaban Barat
adalah laksana kembar siam, karena kolonialisme pun lahir dari doktrin sekular.
Sikap standar ganda dalam kebijakan Barat, selama sejarahnya yang memalukan,
bukan sekadar kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi melainkan juga
merupakan suatu kebutuhan ideologis. Memahami filosofi yang mendasari
kolonialisme Barat sangatlah penting, sehingga kita tidak hanya mampu membaca
upaya penghasutan perang atas Irak melainkan juga menyadari bahwa kolonialisme
merupakan bagian integral dari peradaban Barat, dan membuat kita sadar bahwa
sekularisme tidak sesuai untuk dijadikan kepemimpinan ideologis bagi umat
manusia. Oleh karena, tindakan memerdekakan negeri-negeri Islam berdasarkan
prinsip sekular itu bisa dikatakan tindakan bunuh diri secara politis. Pada
hakikatnya para pemikir Barat berupaya menghilangkan tirani tetapi mereka
mengalami kegagalan yang menyedihkan, karena mereka telah mengganti tirani
feodalisme dengan sistem aturan buatan manusia yang lebih merusak, yang telah
menimbulkan bencana yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia.
Bagaikan tsunami yang mengerikan, bencana ideologis ini telah merusak
kehidupan manusia selama berabad-abad dan gelombangnya mengenai Irak,
menenggelamkan orang-orang yang kesulitan ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar