2. Pembersihan Terhadap
Institusi Politik Yahudi Khaibar
a. Sulitnya memerangi Yahudi
Khaibar; dan menyiapkan perlengkapan untuk itu
Jangan dikira bahwa
memerangi Yahudi Khaibar itu mudah. Kota Khaibar adalah kota yang memiliki
benteng perlindungan. Benteng itu dibangun dengan bentuk yang menjamin
perlindungan terhadap kota, dan dengan bentuk yang mampu bagi mereka yang
sedang berperang untuk mundur ke benteng-benteng yang lain tanpa perlu
menghadapi bahaya ketika salah satu bentengnya jatuh ke tangan para penyerang.
Orang-orang Khaibar
telah meramalkan akan adanya serangan Negara Islam terhadap mereka. Apalagi
setelah jelas bagi mereka tentang rencana Rasulullah Saw. untuk melakukan
pembersihan terhadap kaum Yahudi yang ada dalam Negara Islam. Untuk itu setiap
hari mereka menyiapkan perlengkapan sebagai antisipasinya. Mereka mengumpulkan
harta benda dan harta simpanan mereka di benteng al-Kutaibah. Benteng al-Kutaib
merupakan benteng mereka yang paling kuat.
Mereka menyiapkan
sejumlah besar pasukan perang di benteng an-Nuthah.
Benteng an-Nuthah adalah benteng yang secara khusus didesain memiliki
karakteristik tempur. Mereka memobilisasi 10.000 pasukan perang, yang setiap
hari keluar dengan berbaris sambil menunggu serangan tentara Islam atas mereka.
Lebih dari itu semua, mereka telah mengadakan perjanjian dengan orang-orang Ghathfan yang akan membantu mereka, ketika
mereka berperang dengan Negara Islam.
Untuk itu Rasulullah
Saw. tidak akan mampu menyerang Khaibar sebelum membekukan front kaum kafir
Quraisy agar kaum kafir Quraisy tidak bergerak melawan beliau. Untuk tujuan
ini, Rasulullah Saw. berusaha mengadakan perjanjian damai Hudaibiyyah. Setelah
front kaum kafir Quraisy berhasil dibekukan dengan mengadakan perjanjian damai
Hudaibiyyah, maka Rasulullah Saw. kembali ke Madinah al-Munawwarah menyiapkan persiapan untuk menyerang Khaibar.
Rasulullah Saw. tinggal pada bulan Dzul Hijjah dan sebagian Muharram sambil menyiapkan persiapan, baru
kemudian beliau menyerang mereka.
b. Berangkat ke Khaibar
Setelah persiapan
untuk berangkat ke Khaibar sempurna, maka beliau berangkat menuju Khaibar pada
bulan Muharram, tahun ketujuh Hijriyah. Ketika beliau telah berada dekat
Khaibar, beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Berhentilah!” Kemudian,
beliau Saw. berdo’a:
“Ya Allah, Tuhan
(pencipta) langit dan apa saja yang dinaunginya; Tuhan (pencipta) bumi dan apa
saja yang ditumbuhkannya; Tuhan (pencipta) setan dan apa saja yang
disesatkannya; dan Tuhan (pencipta) angin dan apa saja yang dihempaskannya.
Kami memohon kepada-Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan
apa saja yang ada di dalamnya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan
kampung ini, keburukan penduduknya, dan keburukan apa saja yang ada di
dalamnya. Majulah kalian dengan menyebut nama Allah.”
c. Tempat singgah pasukan kaum
muslimin
Rasulullah Saw. dan
pasukannya singgah di lembah ar-Raji’. Pasukan Rasulullah Saw. berada di antara
orang-orang Ghathfan sehingga orang-orang Ghathfan tidak dapat membantu duduk
Khaibar. Sebab seperti yang telah kami kemukakan awal bahwa orang-orang Ghathfan
adalah sekutu Yahudi Khaibar untuk memerangi kaum muslimin. Ketika orang-orang
Ghathfan mendengar posisi Rasulullah Saw. yang hendak menyerang Khaibar, maka
merekapun mengumpulkan orang-orang untuk melawan pasukan Rasulullah Saw.
Kemudian setelah
terkumpul mereka pergi untuk membantu Yahudi Khaibar melawan pasukan Rasulullah
Saw. Namun, tidak terlalu jauh mereka menempuh perjalanan, mereka mendengar
suara di belakang mereka, tepatnya di kebun di rumah mereka. Sehingga mereka
menduga bahwa pasukan kaum muslimin telah menyerangnya. Lalu mereka kembali,
selanjutnya mereka tinggal di rumah dan di kebun mereka. Dengan demikian,
mereka telah membiarkan antara Rasulullah Saw. dan Yahudi Khaibar berperang.
d. Peperangan
Rasulullah Saw.
bergerak mendekati Khaibar pada malam hari. Dan pada malam itu juga beliau
bermalam di dekat Khaibar. Ketika pagi tiba beliau langsung menyerang Khaibar.
Dan ketika itu para buruh Khaibar sedang pergi pagi-pagi sekali menuju
pekerjaan mereka sambil membawa keranjang dari daun kurma dan sekop.
Ketika mereka melihat
Rasulullah Saw. dan pasukannya, mereka berkata: “Muhammad bersama pasukan!”
Mereka pun lari terbirit-birit. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Allah Maha
Besar, hancurlah Khaibar. Jika kita telah sampai di halaman suatu kaum, maka
sangat buruk pagi hari itu bagi kaum yang telah diberi peringatan.”
Mulailah Rasulullah
Saw. satu persatu menguasai harta benda Khaibar dan menaklukkan benteng-benteng
mereka, di antaranya ditaklukkan sendiri, dan yang lain ditaklukkan oleh
pasukan yang beliau kirim.
Benteng Khaibar yang
pertama kali beliau taklukkan ialah benteng Na’im. Di benteng ini, Mahmud bin
Maslamah terbunuh karena dilempar batu penggiling dari atas benteng hingga ia
meninggal dunia.
Selanjutnya, yang
beliau taklukkan adalah benteng al-Qamush,
yaitu benteng Bani Abu al-Huqaiq. Dan dari mereka Rasulullah Saw. mendapat
banyak tawanan wanita.
Rasulullah Saw.
mengirim Abu Bakar ash-Shiddiq pergi menuju sebagian benteng-benteng mereka
yang lain untuk ditaklukkannya. Abu Bakar pun pergi, namun Abu Bakar merasa
kesulitan menaklukkan benteng itu, lalu ia pun kembali. Pada hari berikutnya, Rasulullah
Saw. mengirim Umar bin Khaththab pergi menuju benteng tersebut, namun Umar bin
Khaththab juga tidak mampu menaklukkannya, dan ia pun kembali juga. Rasulullah
Saw. bersabda:
“Sungguh bendera ini akan aku berikan besok kepada
orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan menolongnya melalui kedua
tangannya, dan ia bukan orang yang melarikan diri.” Rasulullah Saw.
memanggil Ali bin Abu Thalib ra. Ketika itu Ali sedang sakit mata. Rasulullah
Saw. meludahi kedua matanya, lalu Allah pun menyembuhkannya. Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda: “Ambillah bendera
ini, lalu pergilah dengan membawanya hingga Allah memberi kemenangan kepadamu.”
Ali mengambil bendera itu, lalu ia pergi membawanya hingga sampai pada benteng
tersebut, Allah menaklukkan benteng tersebut melalui kedua tangannya.
Demikianlah semua
benteng-benteng Khaibar jatuh ke tangan Rasulullah Saw., termasuk di antaranya
adalah benteng asy-Syiq, an-Nuthah, al-Kutaibah, Na’im, al-Qamush, dan
lain-lainnya. Semua benteng itu telah ditaklukkan, kecuali dua benteng yang
sangat kuat dan kokoh, yaitu benteng al-Wathih dan as-Sulalim. Kemudian Rasulullah
Saw. mengepung kedua benteng tersebut dan memperketat pengepungannya selama
lebih dari tiga belas hari.
e. Perdamaian
Ketika mereka yakin
bahwa mereka telah kalah dan akan binasa, mereka menjadikan Mahishah bin
Mas’ud, saudara Bani Haritsah sebagai penengah yang melakukan perdamaian antara
mereka dan Rasulullah Saw. Mereka mengajukan kepada Rasulullah Saw. agar
melindungi mereka dan mengevakuasi mereka dari Khaibar. Rasulullah menerimanya.
Namun, setelah tiba di benteng-benteng mereka, dan mereka merasa aman, mereka
meminta kepada Rasulullah Saw. agar membagi dua kebun-kebun mereka.
Mereka berkata: “Kami
lebih mengerti pertanian daripada kalian, dan kami lebih tahu dalam mengelola
tanah.” Akhirnya, Rasulullah Saw. berdamai dengan mereka, dan membiarkan
tanah-tanah yang telah menjadi rampasan perang Negara Islam tetap mereka yang
menanaminya dan memelihara kebun dan buah-buahannya dengan syarat hasilnya
dibagi dua antara mereka dan Negara
Islam. Dan dengan syarat mereka tidak meninggalkan Khaibar, sebab kapanpun
Negara Islam mau, pasti akan mengusir mereka. Rasulullah Saw. membagi sebagian
penghasilan dari tanah Khaibar yang merupakan bagian Negara Islam kepada para
sahabat ridhwanullahi ‘alaihim.
Pernikahan Rasulullah Saw.
dengan Shafiah
Di samping mendapatkan
harta benda, Rasulullah Saw. mendapatkan banyak tawanan perempuan, di antaranya
adalah Shafiah bintu Huyai bin Akhthab. Sebelumnya, Shafiah bersama dua anak
perempuan pamannya (sepupunya) adalah istri Kinanah bin ar-Rabi’ bin Abu al-Haqiq.
Rasulullah Saw. memilih Shafiah untuk dirinya sendiri. Beliau memerdekakannya,
lalu menikahinya. Beliau menjadikan kemerdekaan Shafiah sebagai mas kawinnya.
f. Berkomplot untuk mengakhiri
hidup Rasulullah Saw. setelah perjanjian damai
Ketika Rasulullah Saw.
merasa kondisi telah aman, Zainab bintu al-Harits, istri Sallam bin Misykam
memberi hadiah kambing bakar kepada Rasulullah Saw. Zainab bertanya kepada
Rasulullah Saw., “Bagian yang mana dari kambing itu yang paling disukai?”
“Lengan,” jawab Rasulullah Saw. Kemudian, Zainab membubuhkan sebanyak mungkin
racun pada lengan kambing, dan bagian tubuh kambing yang lain, lalu kambing
bakar itu ia suguhkan kepada Rasulullah Saw. Setelah hidangan itu ada di
depannya, beliau mengambil sedikit dari daging lengan kambing bakar itu, beliau
mengunyahnya, dan lalu memuntahkannya.
Sedangkan Bisyr bin
al-Barra’ bin Ma’rur yang ketika itu bersama Rasulullah Saw. mengambil sebagian
daging bakar itu sebagaimana Rasulullah Saw., ia mengunyahnya, dan lalu ia
menelannya. Dengan demikian, Bisyr menelan daging kambing bakar itu, sedang Rasulullah
Saw. memuntahkannya. Beliau bersabda: “Sesungguhnya tulang kambing telah
memberitahu aku bahwa daging kambing bakar ini beracun.” Lalu beliau memanggil
Zainab. Zainab mengakui bahwa ia telah meracuni daging kambing bakar tersebut.
Beliau bertanya kepada Zainab, “Mengapa engkau berbuat seperti itu?” Zainab
menjawab, “Engkau telah bertindak terhadap kaumku seperti yang engkau ketahui
sendiri. Oleh karena itu, aku berkata dalam diriku, “Jika ia (Muhammad) seorang
raja, maka aku pasti bisa membunuhnya. Dan jika ia seorang Nabi, maka ia pasti
akan diberitahu.” Rasulullah Saw. memaafkannya. Sedang Bisyr meninggal karena
daging kambing bakar yang dimakannya.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar