D. Pembersihan Yahudi Bani
Quraizhah
1. Persiapan untuk melakukan
pembersihan terhadap Bani Quraizhah
Setelah peristiwa
kekalahan kaum muslimin di Uhud, maka suku-suku Bangsa Arab sangat berkeinginan
untuk menguasai Negara Islam. Sehingga, mereka mulai berpikir bagaimana cara
untuk bisa mendapatkannya. Terkadang usaha mereka itu berhasil seperti membujuk
kaum muslimin dan membunuh mereka di Raji’ dan di Bi'ru Ma'unah seperti yang
telah kita ketahui. Namun juga mereka tidak sedikit mengalami kegagalan.
Untuk itu, Rasulullah
Saw. harus melakukan sesuatu untuk meyakinkan semua bangsa Arab, bahwa Negara
Islam masih mampu untuk membela dirinya dan memukul balik setiap yang
menyerangnya. Negara Islam tidak seperti yang mereka duga, yakni lemah dan
tidak mampu membela dirinya.
Rasulullah Saw. segera
melakukan pembersihan terhadap institusi-institusi politik yang lain di antara
institusi-institusi Yahudi. Agar mereka yakin bahwa Negara Islam masih kuat,
maka Rasulullah Saw. melakukan beberapa tindakan, yaitu:
a. Perang
Dzatir Riqa'
(Perang ini disebut
dengan Dzatir Riqa' dinisbatkan kepada pohon yang ada di sana)
Tidak lama setelah
tangan Rasulullah Saw. melakukan pembersihan institusi politik Bani Nadhir, dan
beliau tinggal di Madinah al-Munawwarah pada bulan Rabi’ul Akhir dan sebagian
bulan Jumadil Ula, tahun keempat Hijriyah, beliau mendengar bahwa Bani Muharib
dan Bani Tsa’labah dari Ghathfan sedang melakukan persiapan di Najed untuk
menyerang Negara Islam. Maka -sebagaimana yang direncanakan- Rasulullah Saw.
harus pergi menuju mereka untuk menghancurkan pertemuan mereka sebelum
persiapan sempurna, supaya mereka yakin bahwa Negara Islam masih mampu untuk
menghajar mereka yang memberontak dan ingin menguasainya. Sehingga mereka
berubah pikiran bahwa Negara Islam tidak seperti yang mereka duga, yaitu lemah
tidak mampu melawan dan menghajar mereka.
Rasulullah Saw. pergi
menuju mereka -ke Najed- untuk memberi pelajaran kepada mereka, setelah beliau
menyerahkan amanat kepada Abu Dzar al-Ghifari untuk mengurusi Madinah. Ketika
beliau sampai di Nahlan -yaitu tempat di Najed bagian dari wilayah Ghathfan-
bertemu dengan sekelompok besar orang dari Ghathfan, lalu mereka saling
mendekat, namun di antara mereka tidak terjadi peperangan. Mereka satu sama
lain merasa takut, bahkan sebelum pergi Rasulullah Saw. mendirikan shalat khauf bersama mereka.
Dalam perjalanan, para
penulis sirah menuturkan bahwa Rasulullah Saw. mengalami beberapa kejadian, di
antaranya:
Rasulullah Saw.
dikawal oleh pasukan Jabir bin Abdullah. Jabir mengendarai unta lemah yang
tidak mampu berjalan. Rasulullah Saw. terus memperhatikannya, lalu beliau
mengambil tongkat dan mencocokkannya pada unta itu, sehingga seketika itu unta
berlari kencang dan tidak ada yang mengalahkannya.
Jabir bin Abdullah
mulai bercerita tentang peristiwa yang telah dialaminya bersama Rasulullah Saw.
Dia bercerita tentang istrinya yang dia nikahi dalam keadaan janda untuk
membantu mengurusi tujuh saudara perempuannya yang ditinggal mati ayahnya,
ayahnya syahid ketika turut dalam perang Uhud, serta bercerita tentang untanya.
Rasulullah Saw. membeli unta darinya. Rasulullah Saw. memberinya kabar gembira
bahwa dunia akan mengalir di atasnya sehingga ia menjadi bantal-bantal
sandarannya. Setelah sampai di Madinah, beliau membayar harga unta itu dengan
kontan, namun unta itu diberikan kembali kepada Jabir. Jabir memeliharanya
sebagai kenangan manis bersama Rasulullah Saw.
Dalam perjalanan itu,
Rasulullah Saw. singgah di suatu tempat agar pasukannya beristirahat. Mereka
mulai mengambil kesempatan itu untuk tidur dan istirahat, beliau mengatur
penjaga pasukan yang sedang tidur dan istirahat. Setiap penjaga terdiri dari
dua orang, Muhajir dan Anshor. Rasulullah Saw. memerintahkan keduanya berada di
mulut lembah. Lalu salah satunya tidur dan yang satunya lagi berdiri melakukan
penjagaan yang menjadi gilirannya. Dia berbicara pada dirinya sendiri
menjalankan shalat kepada Allah
di tempat itu. Ketika dia sedang shalat tiba-tiba datang seseorang di antara
kaum musyrikin yang istrinya dibunuh kaum muslimin dalam peperangan ini. Lalu
penjaga yang sedang shalat itu melemparkan beberapa anak panah, sehingga teman
sesama penjaganya itu terbangun.
Demikianlah kami
dapati Rasulullah Saw. tidak melakukan pergerakan, dan tidak pula singgah di
suatu tempat melainkan beliau sangat berhati-hati terhadap keamanan pasukannya,
dan melindunginya dari kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan. Setelah beliau
tiba di Madinah dari perang Dzatir Riqa’, beliau tinggal di Madinah pada akhir
bulan Jumadil Ula, Jumadil Akhirah, dan Rajab.
b. Perang Badar yang Terakhir
1. Sebabnya
Sebab sebenarnya
dilakukan peperangan ini adalah untuk memperlihatkan kekuatan Negara Islam,
menancapkan kembali hegemoninya terhadap seluruh Jazirah Arab, membuat gentar
para musuhnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Sedangkan sebab yang
terkait langsung dengan peperangan ini adalah ucapan Abu Sufyan saat perang
Uhud: “Wahai Muhammad, kami berjanji bertemu kembali di tahun depan.”
Rasulullah Saw. pergi memenuhi janji itu pada bulan Sya'ban, tahun keenam
Hijriyah. Beliau singgah di Badar. Beliau tinggal di sana selama delapan malam
menunggu Abu Sufyan. Sedang Abu Sufyan pergi bersama penduduk Makkah hingga dia
sampai Majannah, melalui Zhahran.
Ketika Abu Sufyan
melihat Rasulullah Saw., ia bertekad menemui Rasulullah Saw. untuk
menakut-nakutinya. Dia mengupah Nu’aim bin Mas'ud al-Asyja’i untuk merendahkan
Rasulullah Saw., dan membujuknya agar kembali. Nu’aim pergi kepada Rasulullah
Saw., dia berkata: “Sungguh orang-orang (kafir Quraisy) telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kalian, untuk itu takutlah kalian kepada mereka.”
Namun, Rasulullah Saw. tidak peduli dengan berkumpulnya mereka, malah
sebaliknya beliau semakin bertambah imannya, bahwa pertolongan Allah pasti
datang. Rasulullah Saw. bersabda: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan
Allah adalah sebaik-baik pelindung.”
2. Hasilnya
a. Kembalinya kaum musyrikin. Ketika Abu Sufyan
mengetahui keteguhan Rasulullah Saw. dan pasukannya, dia berkata: “Wahai
orang-orang Quraisy, tidak cocok kalian berperang kecuali pada tahun yang
subur, tumbuhan tumbuh dengan lebat, dan kalian minum susu, sedang tahun ini
adalah tahun tandus (paceklik), saya akan kembali, maka kembalilah kalian.“
Orang-orang pun ikut kembali. Selanjutnya penduduk Makkah menyebutnya “Pasukan
Syawiq (tepung)”. Mereka menyebutnya demikian, karena mereka pergi sambil makan
tepung.
b. Pernyataan Bani Dhomroh untuk tetap memegang
teguh perdamaian dengan Negara Islam. Sungguh keluarnya Rasulullah Saw. ini
berpengaruh besar terhadap jiwa bangsa Arab. Hal itu menjadikan sebagian besar
suku-suku yakin bahwa Negara Islam masih memiliki faktor-faktor kekuatan di
mana musuh tidak akan mampu melawannya. Untuk itu, kami lihat bahwa ketika
Rasulullah Saw. berada di Badar menunggu Abu Sufyan dan pasukannya, datang
kepada beliau Makhsyi bin Amru adh-Dhomri -orang Bani Dhomroh yang melakukan
perdamaian pada perang Waddan- berkata: “Wahai Muhammad, apakah kamu datang
untuk menghadapi kaum Quraisy di atas mata air ini?” Rasulullah Saw. bersabda:
“Benar! Wahai saudara Bani Dhomroh, jika kamu
menginginkan hal itu juga, maka kami kembalikan perjanjian damai antara kami
dan kamu, kemudian kami akan memerangi kamu, sehingga Allah yang menentukan
antara kami dan kalian.” Dan dia berkata: “Demi Allah, jangan Muhammad,
kami tidak ingin berperang dengan kamu.”
c. Perang Dumatil Jandal
Rasulullah Saw. harus
terus-menerus melakukan aktivitas-aktivitas
militer untuk menebarkan keamanan di padang pasir, serta untuk meyakinkan
suku-suku bangsa Arab bahwa kekuasaan di padang pasir ada pada Negara Islam
bukan yang lainnya. Sehingga gerakan apapun untuk melawan Negara Islam akan
menjadi bencana bagi pelakunya.
Oleh karena itu,
ketika Rasulullah Saw. mendengar suku-suku yang memiliki kekuatan untuk
menyerang di Dumatil Jandal mengganggu dan menganiaya setiap orang yang
melintasi mereka. Kebodohan dan kecerobohan mereka benar-benar telah
mendorongnya berpikir untuk menyerang Madinah al-Munawwarah. Rasulullah Saw.
pergi mendatangi mereka dengan membawa seribu orang sahabatnya pada bulan
Rabi’ul Awal, tahun keempat Hijriyah.
Beliau mulai berjalan
menuju mereka pada malam hari, dan di siang harinya beliau bersembunyi dari
mereka. Sebagian besar pasukannya adalah para intelejen, sehingga kedatangannya
yang sangat tiba-tiba membuat mereka lari terbirit-birit. Rasulullah Saw. menguasai
binatang-binatang ternak mereka. Beliau tinggal beberapa hari sambil
menyebarkan para pasukannya untuk melakukan pengintaian di berbagai penjuru.
Dan setelah mendapatkan informasi-informasi yang cukup, maka beliau pun kembali
ke Madinah al-Munawwarah.
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar