a. Memecahkan Persoalan Kaum
Anshar
Islam benar-benar
telah tersiar dan tersebar di tengah-tengah kaum Anshar, sehingga tidak satupun
rumah di antara rumah-rumah mereka, kecuali sebagian dari keluarganya telah
masuk Islam. Tidak dikecualikan dari semua itu, melainkan beberapa kelompok
kecil rumah. Sebab berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan oleh
Rasulullah Saw. melalui Mush’ab bin Umair dan lainnya, maka Rasulullah Saw.
tahu persis siapa di antara kelompok yang ada di Madinah yang mendukung dan
siapa di antara mereka yang menentang.
Sehingga Rasulullah
Saw. memandang bahwa tindakan yang paling bijak adalah segera memecahkan
persoalan kaum Anshar yang menjadikan mereka solid meski sebelumnya hidup
mereka diwarnai dengan berbagai perselisihan dan pertengkaran, untuk itu perlu
pemecahan yang mengakar, dengan membagi mereka menjadi kelompok-kelompok yang
bersolidaritas tinggi, sehingga menjamin terciptanya kebaikan di tengah-tengah
mereka, dan rasa bertanggung-jawab antara yang satu dengan yang lainnya.
Rasulullah Saw.
melakukan itu semua dan meletakkan semuanya di depan tanggung jawab mereka,
sehingga tidak ada seorangpun di antara mereka yang lepas, mereka disatukan
oleh iman kepada Allah, dan mereka diikat oleh persaudaraan Islam. Tanggung
jawab mereka adalah tanggung jawab bersama guna menolak
serangan kaum kafir terhadap Negara Islam.
Dengan demikian,
Rasulullah Saw. telah mengatur
masyarakat baru dengan aturan baru pula sesuai Islam, dan guna mengabdi
terhadap kepentingan-kepentingan Negara Islam. Aturan yang baru ini berbeda
dengan perbedaan yang sangat mendasar dengan aturan lama yang tegak di atas fanatisme
(ashobiyah). Untuk itu, Rasulullah Saw. membuat surat perjanjian yang disetujui
oleh semua pihak yang terkait. Berikut ini isi surat perjanjiannya:
“Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Surat perjanjian ini
dari Muhammad -Nabi Saw.- antara orang-orang yang beriman dan orang-orang Islam
yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka
lalu menyusul mereka dan berjuang beserta mereka. Mereka semua adalah satu umat
tanpa kecuali.
Orang-orang Muhajirin
yang berasal dari Quraisy tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka
(yang sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang
mati terbunuh di antara sesama mereka, dan harus menebus tawanan mereka sendiri
dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang beriman.
Orang-orang dari
kabilah Bani ‘Auf tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka (yang
sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang mati
terbunuh di antara sesama mereka, dan tiap-tiap golongan harus menebus tawanan
mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang
beriman.
Orang-orang dari
kabilah Bani Sa’idah tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka (yang
sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang mati
terbunuh di antara sesama mereka, dan tiap-tiap golongan harus menebus tawanan
mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang
beriman.
Orang-orang dari
kabilah Bani Harits tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka (yang
sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang mati
terbunuh di antara sesama mereka, dan tiap-tiap golongan harus menebus tawanan
mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang
beriman.
Orang-orang dari
kabilah Bani Jusyam tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka (yang
sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang mati
terbunuh di antara sesama mereka, dan tiap-tiap golongan harus menebus tawanan
mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang
beriman.
Orang-orang dari
kabilah Bani Najjar tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka (yang
sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang mati
terbunuh di antara sesama mereka, dan tiap-tiap golongan harus menebus tawanan
mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang
beriman.
Orang-orang dari
kabilah Bani ‘Amru bin ‘Auf tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka
(yang sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang
mati terbunuh di antara sesama mereka, dan tiap-tiap golongan harus menebus
tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama
orang-orang yang beriman.
Orang-orang dari
kabilah Bani Aus tetap di atas keadaan mereka, adat-istiadat mereka (yang
sesuai Islam), mengambil dan membayar tebusan orang-orang mereka yang mati
terbunuh di antara sesama mereka, dan tiap-tiap golongan harus menebus tawanan
mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang yang
beriman.
Orang-orang yang
beriman tidak boleh membiarkan siapa saja di antara mereka yang kesusahan
memikul tanggungan hutang dan beban keluarga yang banyak, namun mereka harus
menolongnya dengan cara yang baik guna membayar denda atau tebusan.
Seorang yang beriman
tidak boleh bersekutu untuk menguasai seorang yang beriman yang lain, sebab
orang-orang yang beriman dan bertakwa wajib atas mereka itu membasmi orang yang
melakukan kejahatan di antara mereka sendiri, atau mereka wajib membasmi orang
yang menginginkan kebesaran dengan cara melakukan kezhaliman, kejahatan,
penyerangan, atau pengrusakan di antara orang-orang yang beriman. Mereka wajib
bersatu untuk membasmi orang yang berbuat jahat itu, walaupun ia anak dari
salah seorang di antara mereka sendiri.
Seorang yang beriman
tidak boleh membunuh orang beriman yang lain -lantaran ia membunuh- orang
kafir, dan seorang yang beriman tidak boleh menolong orang kafir (musuh) untuk
mengalahkan orang yang beriman.
Jaminan Allah itu
satu, sehingga mereka yang kuat wajib menolong mereka yang lemah, dan
orang-orang yang beriman sebagian atas sebagian yang lain saling melindungi,
tanpa ada pengecualian.
Siapapun di antara
orang-orang Yahudi yang mengikuti kami, maka dia berhak mendapatkan pertolongan
dan persamaan, mereka tidak boleh dizhaliminya dan tidak boleh tolong-menolong
untuk mengalahkannya.
Perjanjian damai
orang-orang yang beriman itu satu, seorang yang beriman tidak boleh membuat
perjanjian damai sendiri ketika dalam peperangan di jalan Allah, sebab mereka
memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Tiap-tiap orang yang
berperang, yang dia itu berperang bersama kami, maka sebagian atas sebagian
yang lain harus saling bergiliran atau saling bergantian.
Orang-orang yang
beriman sebagian atas sebagian yang lain wajib membela dan menebus darah
saudaranya (yang beriman) yang terbunuh karena membela agama Allah.
Orang-orang yang
beriman serta bertakwa wajib atas mereka berjalan di atas petunjuk dengan
sebaik-baiknya dan selurus-lurusnya.
Orang musyrik tidak
boleh melindungi dan menyelamatkan harta benda kepunyaan orang Quraisy dan juga
tidak boleh melindungi jiwa mereka, serta tidak boleh menghalang-halangi orang
yang beriman. Sebab, siapa saja yang melakukan kejahatan membunuh seorang yang
beriman dengan cukup bukti, maka ia wajib dibunuh pula, kecuali jika keluarga
orang yang dibunuh rela dan mau menerima denda (tebusan). Orang-orang yang
beriman seluruhnya wajib menjalankan hukuman mati itu, sehingga tidak ada jalan
lain bagi mereka, kecuali menjalankannya.
Orang yang beriman
yang mengakui isi surat perjanjian ini dan beriman kepada Allah dan hari
akhirat, maka baginya haram (tidak boleh) menolong dan melindungi orang yang
melakukan kejahatan, sehingga siapa saja yang menolongnya dan melindunginya,
maka baginya laknat Allah dan murka-Nya di hari kiamat, dan dia tidak akan
mendapatkan ampunan-Nya.
Dan apapun yang kalian
perselisihkan mengenai suatu urusan, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada
Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa dan kepada Muhammad Saw.”
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar