G. Pembersihan Institusi Politik
Kaum Musyrikin
1. Persiapan untuk Melakukan
Pembersihan Institusi Politik Kaum Musyrikin
Setelah semua
institusi politik kaum Yahudi di Jazirah Arab dibersihkan, maka tidak ada lagi
penghalang di hadapan Rasulullah Saw., kecuali melenyapkan institusi politik
kaum musyrikin bangsa Arab.
Untuk itu, beliau
harus melakukan itu semua dengan penuh kecermatan dan kecerdasan. Sebab, hasil
dari beliau menghadapi musuh ini akan menentukan perjalanan dan masa depan
Negara Islam. Orang yang merenungi periode permanen terhadap as-sirah an-nabawiyah (perjalanan hidup Nabi
Saw.), akan mendapatkan bahwa Rasulullah Saw. berusaha memperkuat kaum muslimin
dengan menambah kuantitas mereka, meningkatkan kemampuan mereka dalam hal
teknik pembuatan senjata. Sebagaimana beliau berusaha memperlemah musuhnya dengan
melakukan gencatan senjata, atau menyerang kabilah-kabilah yang tersebar di
sana-sini.
Yang jelas aktivitas
beliau semuanya mengandung materi peperangan. Semua itu dilakukan sebagai
persiapan untuk melakukan pembersihan terhadap institusi politik kaum
musyrikin. Seperti yang akan kami kemukakan semua rinciannya pada poin-poin
berikut ini:
a. Berusaha menambah kuantitas
kaum muslimin
Untuk merealisasikan
itu semua, Rasulullah Saw. menempuh langkah-langkah berikut ini:
1. Menarik kaum muslimin yang hijrah ke Habasyi
Kita melupakan (tidak
membicarakan) kaum muslimin yang berhijrah dari Makkah ke Habasyi yang dipimpin
oleh Ja’far bin Abu Thalib yang telah menikmati kebebasan beragama di Habasyi.
Mereka bergerak di Habasyi dalam bidang dakwah dengan penuh kelemah-lembutan
dan kehati-hatian. Sedang dalam hati mereka bergelora rasa rindu kepada
Rasulullah Saw., rasa keinginan untuk bisa dekat beliau.
Telah sampai kepada
mereka berita tentang sukses besar yang telah diraih oleh Negara Islam dalam
bidang politik, militer, dan sosial. Sebab, Rasulullah Saw. harus memberitahu
semua itu kepada mereka, dan meminta mereka agar segera kembali ke negeri mereka,
lalu mereka bersegera untuk turut berpartisipasi dalam membangun Negara Islam.
Karena setiap orang Islam memiliki peranan dalam membangun negara yang masih
baru ini. Negara Islam memerlukan mereka yang ikhlas. Lebih-lebih setelah
banyaknya kaum munafik yang menyusup ke dalam Negara Islam melalui rencana
buruk kaum Yahudi. Mereka kaum muhajirin sampai ketika kaum muslimin sibuk
mengepung beberapa benteng kaum Yahudi Khaibar.
Setelah mereka
menginjakkan kakinya di Madinah al-Munawwarah, mereka langsung bertanya tentang
Rasulullah Saw. lalu mereka diberitahu, bahwa Rasulullah Saw. berada di
Khaibar. Beliau sekarang sedang mengepung benteng-benteng Khaibar. Kemudian
mereka menyusul Rasulullah Saw. ke Khaibar agar mereka menjadi kekuatan
tambahan bagi Rasulullah Saw. dalam menghadapi musuh Allah. Akan tetapi setelah
mereka sampai, ternyata Rasulullah Saw. telah selesai menaklukkan Khaibar.
Rasulullah Saw. sangat
gembira atas kedatangan mereka. Beliau Saw. mencium pemimpin mereka, yaitu
Ja’far bin Abu Thalib. Beliau Saw. bersabda dengan sebuah ungkapan yang
terkenal: “Aku tidak tahu mana di antara
keduanya yang membuat aku sangat bahagia, ditaklukkannya Khaibar atau
kedatangan Ja’far.” Begitulah bergabungnya kekuatan baru untuk Negara
Islam, untuk menambah kekuatan dan kemapanan Negara Islam, dan untuk membantu
perjalanan Negara Islam dalam mewujudkan tujuan-tujuannya.
2. Memperluas aktivitas diplomasi untuk mendapatkan dukungan
bagi Negara Islam
Setelah stabilitas
kondisi internal Negara Islam terkendali dengan dilenyapkannya institusi
politik kaum Yahudi, dan setelah adanya pengakuan terhadap Negara Islam dari
semua kelompok-kelompok politik yang mampu memainkan situasi dan kondisi
kekuatan wilayah bangsa Arab, yang terdiri dari kaum Yahudi dan orang-orang
Arab, beliau mulai mengirim utusan-utusan kepada para pemimpin dunia.
Mereka membawa surat
untuk disampaikan kepada mereka, yang isinya menyeru mereka agar beriman pada
ideologi yang diturunkan kepada beliau dari langit, serta menyeru mereka agar
mengakui dan mendukung Negara Islam yang tegak untuk memenangkan ideologi ini
dan menerapkannya.
Beliau mengutus Dihyah
bin Khalifah al-Kalbi kepada Kaisar Raja Romawi, mengutus Abdullah bin Hudzafah
as-Sahmi kepada Kisra Raja Persia, mengutus Amr bin Umayyah adh-Dhamri kepada
an-Najasyi Raja Habasyi, mengutus Hathib bin Abu Batla’ah kepada al-Muqaiqis
Raja Iskandariyah, mengutus Amr bin al-Ash as-Sahmi kepada Jaifar dan Abdin,
keduanya adalah anak al-Julunda al-Azdi Raja Amman, mengutus Salith bin Amr
salah seorang dari Bani Amir bin Luai kepada Tsumamah bin Utsal dan Haudzah,
keduanya Raja Yamamah dari Bani Hanifah, mengutus al-‘Ala’ bin al-Hadhrami
kepada Mundzir bin Sawa al-Abdi Raja Bahrain, dan mengutus Syuja’ bin Wahb
al-Azdi kepada Harits bin Abu Syamr al-Ghassani Raja di daerah perbatasan Syam.
b. Meningkatkan kemampuan teknik
membuat senjata
Rasulullah Saw. harus
berpikir untuk memiliki persenjataan yang efektif dan efisien, sebagaimana
beliau berpikir meningkatkan kualitas dan kuantitas manusia, khususnya setelah
apa yang beliau lihat ketika memerangi Khaibar yang memiliki benteng-benteng kuat
dan kokoh, maka beliau memandang perlunya mengembangkan persenjataannya, sebab
pedang yang digunakan tidak berarti banyak di hadapan benteng-benteng yang kuat
dan kokoh. Sebagaimana Khaibar yang memiliki benteng-benteng kuat dan kokoh,
maka Thaif pun demikian juga, mereka memiliki benteng-benteng yang kuat dan
kokoh. Padahal suatu hari beliau pasti pergi untuk menaklukkan Thaif. Untuk
tujuan itu, beliau mengutus Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi dan Ghailan bin
Salamah ke Jarsy di Yordania guna mempelajari cara pembuatan al-‘arradah (alat pelontar batu yang bentuknya
lebih kecil dari al-manjiniqah),
ad-dababah (alat perang penghancur benteng), dan al-manjiniqah
(alat pelontar batu).
Alat-alat perang
tersebut merupakan alat-alat perang terbesar pada saat itu, meski pembuatannya
masih bersifat lokal. Para pakar sejarah menceritakan kepada kami bahwa
keduanya pergi dan mempelajari cara pembuatan alat-alat ini, kemudian keduanya
kembali kepada Rasulullah Saw., dan membuatkan alat-alat tersebut untuk beliau.
Selanjutnya beliau Saw. menggunakan alat-alat ini ketika mengepung Thaif.
c. Melakukan banyak manuver
militer
Rasulullah Saw. harus
melakukan banyak manuver militer sebelum pergi untuk menaklukkan Makkah,
membersihkan institusi politik kaum musyrikin dengan memutus kabilah-kabilah
yang memungkinkan akan membantu kekuatan kaum kafir Quraisy ketika meletus
peperangan antara Negara Islam dengan kaum kafir Quraisy. Kabilah-kabilah ini,
meski masing-masing dari mereka tidak memiliki kekuatan yang perlu ditakuti,
akan tetapi ketika mereka mengalir dalam satu aliran air, dan berkumpul dengan
satu kepemimpinan, maka efektivitas kekuatan memungkinkan untuk mereka miliki.
1. Mengirim pasukan ke Turbah
Pada bulan Sya’ban,
tahun ketujuh Hijriyah, Rasulullah Saw. mengirim Umar bin Khaththab bersama
sekelompok para mujahid ke Turbah. Setelah sampai di Turbah, orang-orang di
sana pun melarikan diri. Umar kembali tanpa melakukan peperangan.
2. Mengirim pasukan ke Bani Kalb di Najd
Pada bulan Sya’ban itu
juga, Rasulullah Saw. menyiapkan pasukan untuk dikirim ke Bani Kalb di Najd.
Pasukan ini akan dipimpin oleh Abu Bakar. Abu Bakar pergi bersama para mujahid
hingga ia tiba di Bani Kalb. Abu Bakar memerangi mereka secara tiba-tiba. Sehingga
banyak dari mereka yang terbunuh, dan sebagian yang lain ditawan. Selanjutnya
Abu Bakar kembali ke Madinah al-Munawwarah.
3. Mengirim pasukan ke Bani Murrah di Fadak
Pada bulan Sya’ban
juga, beliau menyiapkan pasukan yang dipimpin oleh Bisyir bin Sa’ad. Beliau
memerintahkan Bisyir agar membawa pasukannya pergi ke Bani Murrah di Fadak.
Kemudian terjadilah peperangan dengan mereka. Bisyir bin Sa'ad berhasil
mengalahkan mereka, dan mengambil binatang-binatang ternak mereka. Namun Bisyir
terluka dalam peperangan itu. Bisyir meminta perlindungan kepada orang-orang
Yahudi di Fadak (yang sebelumnya telah takluk pada Negara Islam) agar ia dapat
beristirahat. Bisyir tinggal bersama mereka beberapa hari, lalu ia kembali ke
Madinah al-Munawwarah.
4. Mengirim pasukan ke Maifa'ah
Kemudian, pada bulan
Ramadhan, beliau menyiapkan pasukan yang dipimpin Ghalib bin Abdullah al-Laitsi
untuk dikirim ke penduduk Maifa’ah di Najd. Ghalib bin Abdullah al-Laitsi
menyerang mereka, membunuh sebagian dari mereka, dan membawa binatang-binatang ternak
mereka ke Madinah al-Munawwarah.
Di tengah perjalanan
pasukan ini, Usamah bin Zaid bertemu dengan salah seorang di antara musuh.
Usamah mengangkat pedang untuk membunuhnya. Orang itu berkata, “La Ilaha illallah Muhammad Rasulullah,” Usamah
menganggap ucapannya ini hanyalah tipuan agar ia tidak dibunuh. Usamah menilai
ucapannya itu tidak didukung oleh keimanan sedikitpun. Sehingga, Usamah tetap
membunuhnya.
Peristiwa itu
disampaikan kepada Rasulullah Saw. Ketika Usamah kembali dan bertemu Rasulullah
Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda kepada Usamah, “Wahai Usamah, siapa yang
memberi kamu kekuasaan kepada orang yang berkata “La
Ilaha Illallah?“ Usamah berkata, “Wahai Rasulullah, ia mengatakan itu
hanya untuk berlindung saja.” Rasulullah Saw. bersabda, “Mengapa kamu tidak
membelah hatinya saja, sehingga kamu akan mengetahui, apa ia jujur atau dusta.”
Dan turunlah firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan
janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu
bukan seorang mu’min” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda
kehidupan di dunia.” (TQS. an-Nisa’ [4]: 94)
Ada yang mengatakan
bahwa ayat ini turun pada pasukan yang lain, tahun kedelapan, sedang Usamah
sebagai pemimpin pasukan.
5. Mengirim pasukan ke Yuman dan Jubar
Pada bulan Syawal,
Rasulullah Saw. menyiapkan pasukan yang dipimpin Bisyir bin Sa’ad al-Anshari
dengan kekuatan tiga ratus orang. Beliau memerintahkannya agar pergi ke Yuman
dan Jubar bagian dari wilayah Ghathfan. Tindakan ini dilakukan sebab diketahui
bahwa orang-orang berkumpul di sana untuk melawan Negara Islam. Bisyir pergi
mendatangi mereka. Melihat kedatangan Bisyir dan pasukannya, mereka melarikan
diri. Bisyir membawa binatang-binatang ternak mereka, dan lalu kembali ke
Madinah al-Munawwarah.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar