BAB V
AWAL PERGOLAKAN DAN PEMBERSIHAN INSTITUSI-INSTITUSI POLITIK TANDINGAN (KONTRA
INSTITUSI-INSTITUSI POLITIK TANDINGAN)
A. Memperkirakan Situasi Dan
Membuat Keputusan
Setelah Rasulullah
Saw. sukses memperbaiki situasi dan kondisi internal, serta merasakan
stabilitas di dalam Negara Islam, maka beliau beralih pada memperkirakan
situasi eksternal terhadap Negara Islam. Persoalan pertama yang harus diketahui
dalam memperkirakan situasi eksternal adalah menentukan mana kawan dan mana
lawan.
Rasulullah Saw. telah
memperkirakan situasi eksternal sebagai berikut:
1. Tentang siapa kawan. Sungguh jelas sekali
bagi Rasulullah Saw. bahwa beliau memiliki kawan yang berkuasa namun tidak
mampu berbuat banyak dengan kekuasaannya. Sebab, an-Najasyi -Raja Habasyi- yang
telah mengaku beriman dengan Rasulullah Saw. tidak mampu memberikan pertolongan
kepada Rasulullah Saw., mengingat jarak antara keduanya yang sangat jauh, di
samping rakyatnya tidak sependapat dalam masalah keimanan terhadap Muhammad
sebagai utusan Allah. Kami tahu bagaimana para jendralnya mendengus ketika dia
memuji Rasulullah Saw. dan menyerunya agar beriman kepadanya. Dengan demikian,
persahabatannya tidak lebih hanya sekedar persahabatan yang sifatnya pribadi,
sehingga persahabatan ini tidak banyak bermanfaat.
2. Tentang siapa lawan. Rasulullah Saw. telah
memastikan bahwa mereka terdiri dari:
a. Orang-orang Yahudi: Baik yang ada di Madinah
al-Munawwarah maupun di sekitarnya. Karena Rasulullah Saw. telah menggantikan
tongkat kepemimpinan dari mereka kepada orang lain di antara kaum muslimin, dan
agama Rasulullah Saw. telah menghapus agama mereka, maka mereka akhirnya
menjadi musuh, bahkan mereka adalah musuh yang sangat cerdik dan licik,
sehingga untuk membersihkan musuh yang seperti itu diperlukan perencanaan dan
strategi khusus, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw. terhadap mereka.
Rasulullah Saw. telah
melakukan pembersihan terhadap mereka melalui beberapa tahap. Hal itu berbeda
dengan ketika Rasulullah Saw. melakukan pembersihan terhadap orang-orang
musyrik Arab, seperti yang akan kami lihat dalam pembahasan selanjutnya.
Sungguh, Rasulullah Saw. dengan pandangan politiknya yang luas mampu membekukan
permusuhan mereka terhadap Negara Islam, dan menangkis usaha-usaha kotor yang
mereka lakukan. Semua itu dilakukan sambil menunggu saat yang telah dijanjikan
Allah. Sebab, setiap sesuatu yang terjadi pada diri Rasulullah Saw. berjalan
sesuai ketentuan Allah Swt.
b. Orang-orang musyrik: Mereka tersebar di
seluruh penjuru jazirah Arab. Permusuhan mereka telah tampak sejak Rasulullah
Saw. menyeru agar membuang berhala-berhala, dan selanjutnya hanya beribadah
kepada Allah semata.
c. Individu-individu: Mereka tidak menggunakan
pedang (kekuatan) dalam menghadapi Rasulullah Saw. Akan tetapi mereka
melakukannya di belakang layar, serta menyokong siapa saja yang menghadapi
Rasulullah Saw. dengan kekuatan.
d. Persia dan Romawi: Meski sebelumnya mereka
tidak menampakkan permusuhannya, namun dengan terpaksa mereka harus
menampakkannya, sebab mereka tidak senang ada negara baru yang kuat selain
mereka, apalagi negara baru ini memimpin dengan adil dan bijaksana. Sehingga
hal itu sangat membahayakan eksistensi mereka, serta terhadap sistem mereka
yang zhalim dan tiran.
Sebagai wujud perasaan
takut yang dirasakan Romawi terhadap kekuatan negara baru ini, hingga akhirnya
membentuk koalisi-koalisi untuk menghadapi kekuatan negara baru, seperti dalam
perang Mu’tah, lalu dalam perang Tabuk kemudian mereka mengkonsentrasikan
kekuatan bersenjata untuk melawannya, dan akhirnya mereka bertemu di beberapa
medan pertempuran.
Rasulullah Saw.
benar-benar telah merasakan permusuhan mereka semua. Sehingga, terjadinya
perang di antara mereka dengan kaum muslim tidak mungkin dielakkan lagi. Ketika
beliau membantu menggali khandaq (parit)
Madinah, beliau memukulkan cangkulnya pada batu besar, lalu keluarlah percikan
api dari batu besar itu. Beliau Saw. bersabda: Negeri
Persia tetap terbuka untuk kalian... Negeri Romawi tetap terbuka untuk kalian…
Namun, ketika itu, orang-orang belum berpikir tentang permusuhan mereka. Akan
tetapi, Rasulullah Saw. dengan kecerdasan dan ketajaman pandangan (analisa)
politiknya telah menyadari semua ini sejak beliau membuat rencana mendirikan
Negara Islam di Madinah al-Munawwarah. (Lihat Lampiran 3, Posisi
Kabilah-kabilah Arab pada Masa Rasulullah)
Membuat Keputusan:
Berangkat dari
penilaian situasi yang cermat, maka Rasulullah Saw. membuat keputusan sebagai
tujuan utama yang dirahasiakan, sebab tidak mungkin Rasulullah Saw. mengumumkan
keputusannya ini. Mengingat, keputusan beliau ini tergolong keputusan rahasia,
seperti rahasia-rahasia militer dan politik yang tidak boleh diketahui
sekalipun oleh orang-orang terdekatnya. Namun, kami mampu menyingkap keputusan
ini melalui pengkajian terhadap Sirah Nabawiyah,
dan melalui pengkajian terhadap gerakan (tindakan) yang dilakukan oleh Negara
dengan seluruh aparatnya.
Inti dari keputusan
beliau ini adalah usaha membersihkan institusi-institusi politik yang memusuhi
Negara Islam satu persatu setiap tahun. Dimulai dengan pembersihan
institusi-institusi politik kaum Yahudi, sebab keberadaan mereka sangat
berbahaya dibanding yang lainnya.
Pembersihan atas
institusi-institusi Politik kaum Yahudi ini dilakukan karena dua hal:
1. Sesungguhnya pembersihan institusi-institusi
politik mereka ini termasuk bagian dari perbaikan stabilitas internal, sebab
mereka hidup di tengah-tengah kaum muslim di Madinah al-Munawwarah, sehingga
jika mereka tidak segera diatasi, maka kapan saja mereka akan menyalakan api
fitnah di tengah-tengah mereka.
2. Sesungguhnya mereka biasa menggunakan
cara-cara makar, penipuan dan konspirasi. Untuk itu, membersihkan
institusi-institusi politik mereka didahulukan dari yang lainnya. Baru kemudian
pembersihan institusi-institusi politik kaum musyrik, dan selanjutnya dimulai
pembersihan institusi-institusi politik dua negeri besar, yaitu Persia dan
Romawi.
Untuk dapat mewujudkan
itu semua harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengawasan intensif terhadap gerakan-gerakan musuh.
Rasulullah Saw. selalu mencari tahu tentang berita-berita mengenai keadaan
musuh. Bahkan untuk tujuan ini beliau telah menyiapkan pasukan khusus. Beliau
mengirim pasukan yang dipimpin oleh Ubaidah bin al-Harits dengan kekuatan
delapan puluh penunggang kuda, dan untuk pasukan itu beliau telah menetapkan
jalur tertentu yang harus dilaluinya. Pasukan itu pun keluar hingga sampai di
Tsaniyah al-Marrah, kemudian kembali lagi dan menceritakan apa saja yang
dilihatnya pada Rasulullah Saw.
Beliau mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Muththalib dengan kekuatan tiga
puluh penunggang kuda menuju tepi pantai, dan untuk pasukan itu beliau telah
menetapkan jalur tertentu yang harus dilaluinya, pasukan itu pun pergi,
kemudian kembali lagi dan menceritakan apa saja yang dilihatnya pada Rasulullah
Saw.
Beliau mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqash dengan kekuatan enam puluh
penunggang kuda, pasukan ini keluar hingga sampai di al-Kharrar -bagian dari
Hijaz- dan kembali lagi, lalu menceritakan apa saja yang dilihatnya pada
Rasulullah Saw.
Beliau mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy dengan kekuatan kurang lebih
delapan puluh penunggang kuda, pasukan ini ditugasi mengintai gerakan-gerakan
musuh... pasukan itu pun keluar, kemudian kembali lagi dan menceritakan apa
saja yang dilihatnya pada Rasulullah Saw.
Tugas yang diemban
oleh pasukan-pasukan tersebut dan yang sejenisnya bukan tugas perang, alasannya
pasukan-pasukan tersebut tidak melakukan peperangan ketika sebagian dari mereka
berhadapan dengan kekuatan kaum kafir Quraisy. Tugas mereka hanya mencari berita
saja. Sehingga dengan kegiatan mencari berita secara intensif melalui mata para
pasukan yang disebar oleh Rasulullah Saw. di berbagai tempat, maka Rasulullah
Saw. mampu mengetahui dengan sempurna berita tentang keadaan musuhnya, dan
mampu bertindak dengan benar berdasarkan petunjuk informasi-informasi berhasil
beliau kumpulkan.
b. Sebanyak mungkin melakukan pemblokiran terhadap
pihak-pihak musuh dengan mengadakan genjatan senjata (berdamai) bersama mereka.
Dengan demikian, kekuatan musuh semakin berkurang. Sehingga, pada saatnya nanti
musuh akan mudah dilenyapkan.
Rasulullah Saw. banyak
melakukan gencatan senjata, di antaranya: Gencatan senjata (berdamai) dengan
semua kelompok Yahudi yang ada di Madinah al-Munawwarah dan sekitarnya;
berdamai dengan Bani Dhamrah ketika beliau pergi untuk perang Waddan; berdamai
dengan Bani Mudlij ketika beliau keluar untuk perang al-Asyirah; berdamai
dengan kaum Quraisy di al-Hudaibiyah; berdamai dengan yang lainnya.... Dan yang
lainnya....
c. Melakukan berbagai konflik-konflik kecil di daerah
pinggiran. Tujuan dari itu, dari satu sisi adalah untuk mengacaukan
pikiran musuh. Sedang dari sisi yang lain adalah untuk unjuk diri dan sekaligus
memperkuat spirit kaum muslimin. Dalam
keyakinanku bahwa perang Badar meski menghasilkan hal-hal penting itu dilakukan
dalam rangka ini. Begitu juga halnya perang Dzi Amr, perang adh-Dhar’,
(perginya) pasukan Zaid bin Haritsah ke al-Qaradah, dan perang-perang yang
lainnya.
Kalau saja Rasulullah
Saw. tidak melakukan konflik-konflik kecil di daerah pinggiran yang
memperlihatkan kekuatan Negara Islam di Madinah, niscaya suku-suku di Madinah
menggigit dan merobek-robeknya menjadi potongan-potongan kecil. Sesungguhnya
kemenangan-kemenangan yang cepat diraih dan diwujudkan kaum muslimin ini
merupakan buah dari kuatnya spirit
mereka, serta siapnya jiwa mereka untuk mendapatkan realitas-realitas yang
pasti, yang telah dirancang oleh Rasulullah Saw. dengan cermat dan rahasia yang
sangat luar biasa.
Sementara itu,
Rasulullah Saw. harus memukul balik serangan-serangan yang diarahkan pada
Negara Islam. Di antara serangan-serangan ini yang paling menonjol adalah
serangan pada perang Uhud dan perang Ahzab.
d. Pembersihan terhadap orang-orang yang secara
individu mereka berusaha menghancurkan kekuatan Negara Islam dengan
berada di balik layar, yang senantiasa mereka itu menyalakan api fitnah, dengan
beruntun melakukan pembunuhan secara tipudaya, atau mengeksekusi mati secara
perorangan.
Berdasarkan atas hal
itu, maka Rasulullah Saw. mengirim orang untuk membunuh dengan tipu daya Ka'ab
bin al-Asyraf, Sallam bin Abi al-Haqiq, Khalid bin Sufyan bin Baitah, al-Aswad
al-‘Unsi, Abu Sufyan bin Harb, Abu ‘Uzzah asy-Sya’ir, Ashma’ bintu Marwan Abu
Ufaik dan lain-lainnya. Di antara mereka ada yang berhasil dibunuh dan ada yang
tidak.
Bersamaan itu pula,
Rasulullah Saw. harus benar-benar menyiapkan kekuatan persenjataan yang dapat
memberikan kemenangan dalam berbagai peperangan yang terpisah, yang telah
dirancang oleh Rasulullah Saw.
Persiapan yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw. meliputi tiga medan:
1. Kekuatan manusia (al-quwwah al-basyariyah) untuk angkatan perang. Terkait dengan medan ini, Rasulullah Saw.
berusaha mewujudkan slogan “Tentara adalah rakyat itu sendiri”. Dengan
demikian, Rasulullah Saw. meraih kesuksesan yang luar biasa, yang dicatat
dengan tinta emas sebagai legenda sejarah. Peristiwa Perang Tabuk pantas kami
ingat selalu, yaitu ketika Rasulullah Saw. menyampaikan seruan umum untuk pergi
ke medan perang, maka tidak seorangpun yang membangkangnya, kecuali tiga orang
saja, sebagaimana yang dikisahkan oleh Allah kepada kami di dalam al-Qur’an
al-Karim. Ini menunjukkan bahwa rakyat semuanya adalah tentara. Di sini kami
tidak perlu menyebutkan bagaimana anak-anak berlomba untuk bergabung kepada
tentara yang hendak berangkat menuju peperangan, sebab tentang mereka sudah
bukan sesuatu yang asing.
2. Persiapan non materi (al-i'dad al-ma'nawi).
Untuk hal ini, Rasulullah Saw. membangun tiga pilar:
a. Membangun keimanan tentara dengan persoalan
yang mampu mendorong mereka berperang. Rasululah Saw. benar-benar sukses dalam
menanamkan keimanan ini dalam hati. Sehingga, keimanan menjadi instrumentalia
yang senantiasa didendangkan oleh getaran-getaran hati setiap orang yang
beriman.
Para sahabat beriman
bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan, dan beriman bahwa Islam adalah sistem
(aturan) yang mampu menyelamatkan manusia dari berbagai kezhaliman yang menimpa
mereka, yaitu kezhaliman politik, sosial, ekonomi,
dan kezhaliman-kezhaliman lain yang mewarnai kehidupan mereka, seperti
kezhaliman-kezhaliman dalam akidah dan pemikiran. Akhirnya, demi mengakhiri
semua itu, mereka rela mengorbankan harta yang sangat berharga dan tidak
terhitung jumlahnya.
b. Merealisasikan kemuliaan warga Negara Islam
dan orang-orang yang tinggal di wilayah Negara Islam. Dengan demikian, hidup
mereka bersih dari orang-orang yang teraniaya, gelandangan, kelaparan, dan
orang yang telanjang. Siapa saja yang mati dan meninggalkan harta, maka harta
itu diberikan kepada para ahli warisnya. Namun, jika tidak memiliki ahli waris,
maka harta itu diberikan kepada Negara.
Kaum muslim memiliki
kedudukan yang sama. Mereka tidak ubahnya gigi sisir, yang kuat menolong yang
lemah dan yang besar melindungi yang kecil. Satu sama lain tidak ada yang lebih
diistimewakan, kecuali sesuai dengan kadar keikhlasannya dan amal saleh yang
dikerjakannya… Negara sangat serius dalam memberi semua kebaikan ini kepada
setiap warga negaranya, sehingga di saat itu juga semua warga negara rela
mengorbankan darah, harta
dan anak-anaknya demi membela institusi Negara Islam yang dicintainya, dan rela
mengerahkan semua kemampuannya untuk turut serta dalam memperluas wilayah yang
tunduk di bawah kekuasaannya.
c. Meninggalkan perbuatan keji dan munkar,
dan bersegera mendekat kepada Allah, sebab Allah tidak akan mengecewakan siapa
saja yang mendekat kepada-Nya.
“Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolong kalian, dan meneguhkan kedudukan kalian.” (TQS. Muhamad [47]:
7)
3. Persiapan senjata dan logistik perang.
Terkait dengan medan ini, Rasulullah Saw. membangun industri senjata yang kuat
dan canggih, agar tidak seorangpun yang dapat mengalahkannya meski dalam
keadaan kritis dan sulit. Rasulullah Saw. mengirim ‘Urwah bin Mas’ud dan
Ghailan bin Salamah ke Jarsy (Yordan guna mempelajarai tehnik pembuatan al-‘Arradat (alat pelontar batu), ad-Dabbabah
(alat penghancur benteng), dan al-Manjanik (alat pelontar batu yang bentuknya
lebih besar dari al-‘Arradat).
Ketika itu, alat-alat
perang tersebut merupakan alat-alat perang yang paling besar dan kuat.
Rasulullah Saw. sangat serius dalam menghimpun senjata yang efektif dan efisien
guna menghadapi musuh. Sebagai wujud pengamalan firman Allah Swt.:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kalian sanggupi” (TQS. al-Anfaal [8]: 60)
Rasulullah Saw.
menggunakan ad-Dabbabah, al-‘Arradat,
dan al-Manjanik ketika beliau perang di Thaif. Sedangkan kuda dianggap sebagai
peralatan jihad yang sangat istimewa. Untuk itu, Rasulullah Saw. menganjurkan
agar memilikinya, bahkan usaha untuk memiliki kuda merupakan usaha yang sangat
utama, serta menjadikan kebaikan diikat pada rambut ubun-ubun (jambul) kuda.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Di rambut ubun-ubun
(jambul) kuda diikat kebaikan hingga hari kiamat.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Hambal dengan lafadz yang berbeda)
Dari sini, maka Umar
membuat di setiap wilayah kekuatan cadangan terdiri dari kuda. Untuk
masing-masing, seperti Basrah dan Kufah disiapkan empat ratus ekor kuda. Inilah
tentara yang disiapkan oleh Rasulullah Saw. untuk dijadikan alat dalam
melaksanakan rencana-rencana beliau yang sifatnya militer, dalam rangka
tegaknya Negara Islam.
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar