d. Pembersihan terhadap para
pengacau Negara Islam
1. Pembersihan terhadap Abu
Rafi’
Abu Rafi’ Sallam bin
Abi al-Hakik adalah orang Yahudi Khaibar. Dia sering mengacau Negara Islam.
Bahkan ia rela memberikan bantuan yang besar kepada orang-orang Ghathfan dan
suku-suku kaum musyrikin Arab di sekitarnya ketika mereka melakukan penyerangan
terhadap Rasulullah Saw. Persoalan Abu Rafi, ini telah tersebar luas.
Provokasinya terhadap Negara Islam termasuk bahaya yang harus segera
diselesaikan dan diatasi. Sehingga pada suatu hari sekelompok orang Khazraj
meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk membunuhnya sebagai bukti pembelaan
terhadap Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw. pun mengizinkannya.
Selanjutnya lima orang
di antara kaum Anshar pergi mendatanginya, mereka itu adalah Abdullah bin Atik,
Mas’ud bin Sanan, Abdullah bin Unais, Abu Qatadah bin Rib’iy, dan Khuza’iy bin
Aswad. Rasulullah Saw. mengangkat Abdullah bin Atik sebagai pemimpin mereka.
Rasulullah Saw. memerintahkan mereka agar tidak membunuh anak-anak dan kaum perempuan.
Mereka pergi pada bulan Ramadhan.
Setibanya di Khaibar,
mereka tidak langsung mendatangi rumah Abu Rafi’, mereka mendatangi rumahnya
pada malam hari. Setelah mengetok pintunya, istri Abu Rafi’ keluar menemui
mereka. Istri Abu Rafi’ bertanya: “Siapa kalian?” Mereka menjawab: “Kami
orang-orang di antara orang-orang Arab yang membutuhkan bantuan.” Istri Abu
Rafi’ mempersilakan mereka masuk. Setelah mereka masuk, mereka langsung
membunuh Abu Rafi’. Mereka segera kembali menyampaikan kabar gembira kepada
Rasulullah Saw. tentang terbunuhnya Abu Rafi’. Peristiwa itu terjadi pada bulan
Ramadhan, tahun keenam Hijriyah.
2. Pembersihan terhadap al-Yasir
bin Razzam
Setelah terbunuhnya
Abu Rafi’ Sallam bin Abi al-Hakik, kepemimpinan Yahudi Khaibar diserahkan
kepada al-Yasir bin Razzam. Ia mulai mengontak orang-orang Ghathfan dan
mengumpulkannya untuk menyerang Negara Islam. Berita itu sampai kepada
Rasulullah Saw. Maka pada bulan Ramadhan secara rahasia Rasulullah Saw.
mengirim Abdullah bin Rawwahah dengan ditemani tiga orang di antara sahabatnya
untuk menyelidiki dan mempelajari kasus al-Yasir tersebut, dan bagaimana
strategi yang memungkinkan untuk memulai menyerang mereka dengan tidak
diketahui oleh mereka terlebih dahulu.
Mereka segera
berangkat, dan mereka kembali kepada Rasulullah Saw. dengan membawa informasi
yang cukup seputar kasus tersebut. Rasulullah Saw. mengutus Abdullah bin
Rawwahah bersama tiga puluh orang di antara sahabatnya untuk mendatangi
al-Yasir. Setelah mereka sampai pada al-Yasir, mereka berkata: “Kami sangat
percaya sehingga kami menawarkan sesuatu kepadamu, bahkan hanya karena sesuatu
itu kami datang kepadamu?” Al-Yasir berkata: “Ya, aku juga akan berbuat seperti
itu kepada kalian.” Mereka berkata: “Baiklah.” Selanjutnya mereka berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. mengutus kami kepadamu untuk membawa kamu
menghadapnya, selanjutnya beliau akan mempekerjakan kamu mengurus Khaibar, dan
beliau akan berbuat baik kepadamu.”
Al-Yasir sangat
menginginkan sekali itu, barangkali di belakang itu ia dapat meraih apa yang
diinginkan. Al-Yasir bin Razzam dengan dikawal tiga puluh orang Yahudi pergi
bersama mereka. Tiap-tiap orang di antara kaum muslimin didampingi oleh satu
orang di antara orang-orang Yahudi. Sehingga, ketika mereka sampai di
Qarqarahtabar, al-Yasir merasa menyesal dengan kepergiannya, dan ia menjulurkan
tangannya berusaha mengambil pedang Abdullah bin Unais al-Juhni -salah seorang
tentara yang dipimpin Rawwahah-, namun dengan sigap Abdullah mendorongnya, dan
menyerangnya dengan pedangnya, sehingga keduanya saling menyabetkan pedangnya.
Al-Yasir, terbunuh sedang Abdullah banyak menderita luka goresan.
Tiap-tiap orang dari
kaum muslimin membunuh orang-orang Yahudi yang mendampinginya, kecuali satu
orang dari mereka yang berhasil melarikan diri. Pasukan pimpinan Abdullah bin
Rawwahah kembali pada Rasulullah Saw. Rasulullah saw, melihat luka goresan yang
diderita Abdullah bin Unais, lalu Rasulullah Saw. meludahi luka goresan yang
dideritanya, sehingga luka goresannya menjadi kering dan tidak terasa sakit
lagi.
3. Pembersihan terhadap Abu
Sufyan
Abu Sufyan bin Harb
-sebelum ia masuk Islam-
berkata: “Adakah seseorang yang akan membunuh Muhammad demi kebaikan kita
semua, sebab perkara (agama) yang diserukannya itu rendah dan hina, ia suka
berjalan-jalan di pasar-pasar.” Lalu seorang Badui mendatanginya dan berkata:
“Kamu benar-benar telah menemukan orang yang paling bulat tekadnya, paling
keras pukulannya, dan paling cepat larinya. Jika kamu memenuhi semua
kebutuhanku, maka aku akan mendatangi Muhammad dan membunuhnya.” Abu Sufyan
berkata: “Kamu sahabat kami.” Abu Sufyan memberinya unta dan nafkah (biaya
dalam perjalanan). Abu Sufyan berkata kepadanya: “Kamu harus merahasiakan
perkara kamu ini.”
Orang Arab Badui itu
pergi, setibanya di Madinah, ia bertanya tentang Rasulullah. Setelah
mendapatkan penjelasan, ia pun mendatangi Rasulullah Saw. yang sedang berada di
masjid Bani Abdul Asyhal. Ketika ia telah melihat Rasulullah, ia berkata:
“Sungguh ini benar-benar memerlukan pengkhianatan.” Orang Arab Badui pergi
mendekati Rasulullah, lalu Usaid bin Hudhair menarik kain pengikat pinggangnya,
ternyata di baliknya ada belati, kemudian Usaid menjatuhkan belati itu dengan
tangannya.
Orang Arab Badui itu
berkata: “Celaka aku… celaka aku…” Rasulullah bersabda kepadanya: “Jujurlah
kamu kepadaku, siapa sebenarnya kamu?” Ia berkata: “Aku orang yang dapat
dipercaya.” Beliau bersabda: “Ya, benarkah itu.” Ia pun menceritakan kepada
Rasulullah persoalannya, serta apa yang telah diberikan Abu Sufyan kepadanya,
lalu Rasulullah Saw. melepaskannya.
Kemudian Rasulullah
Saw. mengirim Amru bin Umayyah adh-Dhamriy, dan bersamanya pula dikirim Jabbar
bin Shakhr al-Anshariy kepada Abu Sufyan. Beliau bersabda kepada keduanya: “Jika kalian berdua menemukan Abu Sufyan sedang
lengah, maka bunuhlah dia.”
Keduanya memasuki
Makkah. Pada malam hari Amru bin Umayyah melakukan thawaf di Baitullah. Abu
Sufyan melihatnya, dan parahnya lagi, Abu Sufyan mengenalnya. Lalu
memberitahukan kepada kaum kafir Quraisy tentang keberadaannya, kaum kafir
Quraisy pun merasa khawatir kepadanya -sebab ia terkenal pemberani di masa
jahiliyah-, mereka mulai mencarinya.
Amru bin Umayyah
melarikan diri, lalu ia bertemu dengan seseorang di antara kaum kafir Quraisy,
Amru membunuhnya agar tidak memberitahukan kepada kaum kafir Quraisy tentang
keberadaan dirinya. Amru bin Umayyah adh-Dhamriy dan Jabbar bin Shakhr
al-Anshariy berada di jalan menuju gua. Ketika keduanya sedang beristirahat di
dalam gua, seseorang di antara Bani ad-Dil masuk ke dalam gua juga, namun ia
tidak mengetahui tentang keberadaan mereka berdua.
Setelah duduk orang
itu mulai bersenandung:
“Selama hidupku, aku
tidak akan menjadi muslim
Tidak akan menganut
agama mereka, orang-orang muslim”
Amru bin Umayyah tidak
menghiraukan ocehannya, setelah orang itu tidur Amru membunuhnya.
Ketika keduanya sampai
di an-Naqi’, tiba-tiba bertemu dengan dua orang di antara kaum kafir Quraisy.
Kaum kafir Quraisy mengirim kedua orang tersebut untuk menjadi mata-mata
mereka. Amru berteriak kepada kedua orang tersebut: “Serahkan diri kalian
berdua untuk dijadikan tawanan.” Kedua orang itu menolak, lalu Amru memanah
salah seorang dari keduanya hingga terbunuh, sedang yang satunya lagi ditawan.
Setelah diikat orang itu dibawa ke Madinah. Sesampainya di Madinah, Amru duduk
dan menceritakan kepada Rasulullah tentang kejadian-kejadian yang dialaminya.
Mendengar apa yang diceritakan Amru, Rasulullah Saw. pun tertawa.
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar