Menanggapi kasus bunuh
diri yang banyak diberitakan di media massa, Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPD 1 HTI
Jatim Azizi Fathoni mengungkapkan keprihatinannya.
”Kasihan karena mereka
mengira bunuh diri adalah solusi tuntas bagi permasalahan dunia yang mereka
hadapi. Sepintas memang iya, bahwa setelah nyawa meregang dan jasad dimakamkan
mereka tidak lagi berurusan dengan persoalan duniawi yang selama ini menghimpitnya.
Namun jika dilihat dari sudut pandang akidah Islam, kematian itu sendiri pada
hakikatnya justru merupakan awal dari kehidupan yang sebenarnya. Sementara
kematian dengan cara bunuh diri karena keputusasaan terkategori sebagai su'ul
khatimah. Karena itu termasuk perbuatan yang dicela oleh syara' alias
terkategori sebagai dosa. Nasta'idzu billah min dzalik!” kata Azizi kepada
Media Umat(14/4).
Ia menjelaskan,
fenomena bunuh diri ini bisa terjadi lantaran beberapa faktor.
Pertama, karena
ketidakmapanan akidah para pelaku bunuh diri itu sendiri, sehingga mudah putus
asa dari rahmat Allah SWT. Mereka mudah terbawa bisikan setan untuk mengakhiri
hidupnya.
Kedua, karena
kezaliman sistemik oleh pemerintahan yang mengekor kepada neoliberalisme dan
neoimperialisme Barat yang semakin hari semakin menyengsarakan kaum miskin dan
merugikan rakyat pada umumnya.
"Kondisi semacam
ini berpotensi mendorong rakyat miskin yang lemah iman untuk melakukan hal-hal
yang dilarang syara', seperti bunuh diri ini," jelas Azizi.
Pandangan
Islam
Islam memandang bunuh
diri sebagai perbuatan dosa yang diharamkan. sebagaimana tercantum dalam firman
Allah SWT surat An Nisa' ayat 29.
Di samping itu,
besarnya ancaman bunuh diri tergambar dalam hadits Rasulullah SAW, ”Barangsiapa
yang terjun dari atas gunung untuk bunuh diri maka dia akan terjun di neraka
Jahannam, dia kekal di dalamnya untuk selamanya; barangsiapa yang meminum racun
untuk bunuh diri maka racun tersebut akan berada di tangannya untuk dia minum
di neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya untuk selamanya; dan barangsiapa yang
bunuh diri dengan menggunakan sebilah pisau tajam, maka pisau tajam tersebut
akan berada di tangannya untuk dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam, dia
kekal di dalamnya untuk selamanya.” (HR. Bukhari)
Azizi juga menyitir
hadits lainnya. ”Janganlah salah seorang dari kalian sekali-kali mengharapkan
kematian dikarenakan suatu kesulitan yang menimpanya, jika memang terpaksa maka
hendaknya berdoa: Ya Allah, biarkanlah aku hidup jika memang hidup itu lebih
baik bagiku, dan matikanlah aku jika memang kematian itu Iebih baik bagiku.”
(HR. Bukhari-Muslim).
Solusi
Azizi menerangkan ada
beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan ini.
Solusi bagi individu,
adalah dengan memperkuat penanaman akidah Islam. Azizi mengungkapkan, ”dengan
memperkuat penanaman akidah Islam, seseorang bisa menjadi pribadi yang
benar-benar memahami apa tujuannya, ridha terhadap qadha' Allah SWT, dan takut
terhadap siksanya."
Masyarakat hendaknya
juga menjaga budaya saling peduli antar sesama, bahkan Nabi SAW pernah
bersabda, ”Seorang Mukmin itu bukanlah yang sedang dalam kondisi kenyang
sementara tetangga di sampingnya dalam kondisi kelaparan." (HR. Al-Bukhari
dalam Al-Adab)
"Selain
meningkatkan kepedulian, hendaknya masyarakat juga bergerak untuk menuntut
digantinya sistem pemerintahan kapitalisme-sekulerisme yang merupakan pangkal
dari berbagai macam penderitaan yang dirasakan oleh rakyat dengan sistem
pemerintahan Islam, Khilafah Islamiyah,” paparnya.
Adapun negara, selain
membentuk kepribadian rakyat dengan kepribadian yang kokoh berdasarkan landasan
yang kokoh pula, yakni akidah Islamiyah, juga hendaknya berlepas diri dari
hegemoni neoliberalisme dan neoimperialisme yang terbukti menyengsarakan rakyat,
lalu menerapkan sistem Islam sebagai penggantinya.
”Kekayaan alam yang
telah Allah SWT anugerahkan kepada negeri ini hendaknya diatur dan
didistribusikan berdasarkan hukum-hukum syara', hingga benar-benar dapat
memakmurkan dan menyejahterakan rakyat," pungkas Azizi.[]
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 149, April 2015
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar