Kriteria Orang Miskin yang Berhak Mendapat Zakat
KRITERIA MISKIN YANG BERHAK MENDAPATKAN ZAKAT
Para
'ulama berbeda pendapat dalam menetapkan kriteria miskin. Sebagian
'ulama menyatakan bahwa miskin itu lebih berat dibandingkan dengan
faqir, Ini adalah pendapat dari 'ulama Baghdad, dan Imam Malik. Ada juga
yang menyatakan faqir itu lebih berat dibandingkan miskin. Ini adalah
pendapat yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi'iy dalam
sebuah qaulnya. Namun ada sebagian 'ulama yang menyamakan istilah ini.
Ini adalah pendapat Ibnu al-Qasim. [lihat Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, bab Zakat]
Namun
pendapat yang lebih tepat adalah, faqir itu lebih berat daripada
miskin. Sebab Allah swt telah menyatakan faqir lebih dahulu dibandingkan
miskin. Berarti faqir itu lebih berat dibandingkan miskin. [Al-Sa'diy, Taisiir al-Kariim al-Rahmaan fi Tafsiir Kalaam al-Manan, juz III, hal.252]
Oleh
karena itu faqir didefinisikan orang yang tidak memiliki apa-apa (untuk
memenuhi kebutuhannya), atau memilikii sesuatu akan tetapi tidak sampai
1/2 dari nishab. Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki harta 1/2
nishab atau lebih akan tetapi tidak sampai sempurna senishab.
Imam
Abu Hanifah menyatakan bahwa yang disebut kaya adalah orang memiliki
harta sebanyak senishab. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw kepada
Mu'adz ra, "maka
kabarkanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas
mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada
orang-orang fakir mereka."
Mahasiswa
ataupun pelajar yang mendapatkan bantuan berupa harta (uang) dari orang
tuanya, akan tetapi, selama harta itu belum mencukupi kebutuhannya,
atau belum sampai senishab maka dirinya termasuk orang yang miskin
[lihat batasan di atasnya]. Ukuran untuk menetapkan layak atau tidaknya
seseorang menerima zakat, atau miskin, bukan diukur dengan "ia didonasi atau tidak oleh orang tuanya".
Orang tua wajib menafkahi anak perempuannya sampai anak perempuannya
menikah dengan laki-laki yang lain. Sebab, kewajiban untuk memberi
nafkah adalah tanggungjawab pihak laki-laki (bapak, atau kerabat
laki-laki yang dekat). Alasan lain adalah, hukum bekerja hanya wajib
bagi laki-laki yang memiliki kemampuan. Sedangkan bekerja bagi perempuan
hukumnya mubah. [lihat di Muqaddimah Dustur, bab Nidzam al-Iqtishaad,
pada pasal, persoalan ekonomi]. Walhasil, anak perempuan nafkahnya
ditanggung oleh orang tua laki-laki. Jika orangtua tidak mampu, maka
kerabatnya yang akan menanggung. Jika kerabatnya tidak mampu maka
negara. Jika negara tidak mampu maka seluruh kaum muslim wajib untuk
membantu nafkahnya. Ini dengan catatan jika wanita itu belum menikah.
Jika ia sudah menikah maka kewajiban memberi nafkah jatuh kepada pihak
suami.
Nafkah kepada laki-laki hanya diberikan orangtua, hingga dirinya akil
baligh. Jika ia sudah mencapai akil baligh maka orang tua tidak
berkewajiban memberikan nafkah kepada anak laki-lakinya. Kecuali dalam
kondisi anak laki-laki itu tidak mampu bekerja, karena cacat, atau
dirinya sudah bekerja akan tetapi penghasilannya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhannya.
Gharim (orang berhutang yang tidak mampu bayar) ada dua model: (1)
Gharim karena mendamaikan dua orang yang bersengketa dengan hartanya.
Ini diakibatkan karena, sebegitu sibuknya ia mengurusi dua orang yang
bersengketa itu, sampai akhirnya ia berhutang. Namun, ia tidak mampu
membayar hutangnya. Gharim semacam ini lebih berhak untuk mendapat
zakat. Kedua, gharim karena dirinya sendiri. Ia berhutang untuk
kepentingan dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan orang lain. Ia akan
diberi zakat sebatas utangnya. [Al-Sa'diy, Taisiir al-Kariim al-Rahmaan fi Tafsiir Kalaam al-Manan, juz III, hal.253]
Menurut fuqaha', ibnu sabil adalah orang yang bepergian jauh dalam
urusan ketaatan (bukan dalam urusan maksiyat), kemudian ia kehabisan
bekal dan tidak memperoleh nafkah hidup. [Bidayat al-Mujtahid, Ibnu Rusyd].
Ada juga sebagian besar fuqaha' yang berpendapat bahwa orang yang
sedang menuntut ilmu kemudian ia kehabisan bekal, maka orang semacam ini
berhak mendapatkan zakat. Sebab, menurut mereka menuntut ilmu termasuk
aktivitas di jalan Allah (fi sabilillah). Dan ini telah ditetapkan dalam surat taubah:60. [Al-Sa'diy, Taisiir al-Kariim al-Rahmaan fi Tafsiir Kalaam al-Manan, juz III, hal.253]
Kriteria Orang Miskin yang Berhak Mendapat Zakat - Dari buku Bunga Rampai Pemikiran Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar