Oleh: Rokhmat S.
Labib, MEI
“Dialah yang meniupkan
angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya
(hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih (48), agar Kami
menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi
minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak
dan manusia yang banyak (49)” (TQS. al-Furqan [25]: 48-49).
Betapa banyak nikmat
yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Namun hanya sedikit manusia yang
menyadarinya. Maka, manusia perlu diingatkan sebagian nikmat tersebut. Ayat ini
adalah di antara yang mengingatkan manusia tentang sebagian nikmat Allah atas manusia.
Selain itu, anugerah kenikmatan itu sekaligus juga menunjukkan kebesaran,
keagungan, dan kekuasaan Allah SWT.
Hujan Sebagai Rahmat
Allah SWT berfirman: Wahuwa al-ladzii arsala al-riyaah busyr[an] bayna
yaday rahmatih (Dialah yang meniupkan angin [sebagai] pembawa kabar
gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan). Setelah dalam ayat
sebelumnya diterangkan kekuasaan Allah SWT dalam menjadikan siang dan malam,
yang berguna bagi manusia, kemudian dalam ayat ini diberitakan tentang
kekuasaan-Nya dalam menurunkan hujan dan kegunaannya bagi manusia. Ibnu Katsir
berkata, "Ini juga merupakan bagian dari kemampuan-Nya yang sempurna dan
kekuasaan-Nya yang agung. Dialah yang mengirimkan angin yang memberikan kabar
gembira. Yakni, dengan datangnya awan sesudahnya."
Dalam ayat ini
diberitakan bahwa Dialah Allah SWT yang mengirimkan al-riyaah. Kata tersebut merupakan bentuk jamak dari kata al-riih (angin). Penggunaan bentuk jamak
menunjukkan bahwa semua angin yang bergerak dan berhembus adalah atas perintah
Allah SWT. Dialah yang menggerakkan semua angin. Termasuk angin yang membawa
kabar gembira akan datangnya rahmat-Nya. Allah SWT berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa
Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan
kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan
perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahan
kamu bersyukur.” (TQS. al-Rum [30]: 46).
Patut dicatat, selain
mendatangkan rahmat-Nya, ada pula angin yang membawa azab-Nya. Di antaranya
adalah angin yang dikirimkan kepada kaum 'Ad. Allah SWT berfirman: “Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada
mereka angin yang membinasakan, angin itu tidak membiarkan suatupun yang
dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk.” (TQS. al-Dzariyat
[51]: 41-42).
Mengenal pengertian rahmatihi (rahmat-Nya) di sini, menurut para
mufassir, adalah hujan. Di antara yang menafsirkannya demikian adalah
al-Khazin, al-Baghawi, al-Alusi, Abdurrahman al-Sa'di, dan lain-lain.
Al-Jazairi dalam Aysar al-Tafaasir
berkata, ”Itu memberikan kabar gembira sebelum turunnya hujan. Sebab, hujan
adalah rahmat." Menurut Abdul Lathif bin al-Khathib dalam Awdhah al-Tafaasir hujan disebut sebagai
rahmah karena dengannya ada kehidupan jiwa, tanah, tumbuhan, dan hewan.
Bahwa hujan merupakan
rahmat, juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Maka
perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang
sudah mati.” (TQS. al-Rum [30]: 50).
Suci Menyucikan
Allah SWT berfirman: Wa anzalnaa min al-samaa maa'[an] thahuur[an]
(dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih). Setelah diberitakan bahwa
Allah SWT yang mengirimkan angin yang menjadi pembawa berita gembira akan
datangnya hujan, lalu ditegaskan Dia pula yang menurunkan air hujan.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, hujan merupakan rahmat Allah SWT yang
mendatangkan manfaat yang amat besar bagi manusia dan kehidupan. Di antara
manfaatnya yang amat besar adalah airnya yang bersih dan suci lagi menyucikan.
Ini dapat dipahami dari lafadz ayat ini maa’[an]
thahuur[an] (air yang amat bersih).
Diterangkan Imam
al-Qurthubi, kata al-thahuur (amat
bersih suci) merupakan bentuk mubaalaghah
(hiperbola, penyangatan) dari kata al-thaahir
(yang suci). Bentuk mubaalaghah tersebut
mengharuskan air tersebut menjadi thaahir
muthahhir (suci lagi menyucikan).
Menurutnya, ini merupakan pendapat jumhur. Dijelaskan pula oleh mufassir
tersebut, setiap thahuur pasti thaahir. Sebaliknya, tidak setiap thaahir itu thahuur.
Dengan demikian, ayat ini menerangkan bahwa air yang diturunkan Allah SWT dari
langit adalah air yang suci lagi menyucikan.
Tak jauh
berbeda, al-Khazin juga mengatakan bahwa pengertian thahuur dalam ayat ini adalah al-thaahir fii nafsihi wa al-muthahhir li
ghayrihi (suci dzatnya dan menyucikan
yang lain). Ini adalah nama bagi air yang dapat digunakan untuk bersuci.
Dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ: Huwa al-thahuur maa'uhu al-hill maytatuhu (air laut itu suci airnya, halal bangkainya, HR. Abu Dawud,
al-Tirmidzi, dan al-Nasa'i).
Berkenaan air hujan
sebagai air yang dapat digunakan untuk bersuci juga ditegaskan Allah SWT dalam
firman-Nya: “Dan Allah menurunkan kepadamu
hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.” (TQS.
al-Anfal [8]: 11).
Menghidupkan Bumi
Allah SWT berfirman: Linuhyiya bihi baldat[an] mayt[an] (agar Kami
menghlidupkan dengan air itu negeri [tanah] yang mati). Selain dapat digunakan
untuk bersuci, air hujan berguna dalam menghidupkan bumi. Dengannya, Allah SWT
menghidupkan tanah yang kering dan gersang. Dikatakan Abdul Lathif bin
al-Khathib, yang dimaksud dengan baldat[an]
mayt[an] di sini adalah jadb[an]
(tanah gersang), yang tidak ada tanaman di dalamnya.
Sedangkan yang
dimaksud dengan al-ihyaa' (menghidupkan)
di sini adalah mengeluarkan tanaman dari tempat yang tidak ada tanamannnya.
Demikian menurut al-Syaukani. Tentang ayat ini, Ibnu Katsir berkata, ”Tanah
yang telah lama mengharap datangnya hujan, yakni tanah kering yang tidak ada
tumbuhannya sama sekali. Ketika hujan turun, maka hiduplah tanah tersebut.
Tumbuhannya menjadi lebat dengan aneka bunga dan warna. Ini sebagaimana firman
Allah SWT: “Dan kamu lihat bumi ini kering,
kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.”
(TQS. al-Hajj [22]: 5).
Kemudian ditutup
dengan firman-Nya: Wanusqiyahi mimmaa khalaqnaa
an-'aam[an] wa anaasiya katsiir[an] (dan agar Kami memberi minum dengan
air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia
yang banyak). Tak hanya membuat tanah menjadi hidup dan subur dengannya, air
juga untuk diminum oleh manusia dan semua makhluk hidup lainnya.
Dalam ayat ini
disebutkan wanusqiyahi yang berarti
"dan Kami beri minum.” Yang diberikan adalah semua makhluk-Nya, baik al-an'aam maupun al-anaasiya.
Kata al-an'aam berarti al-bahaaim (binatang ternak). Sedangkan al-unaasiy adalah bentuk dari kata al-insaan (manusia).
Tentang ayat ini, Ibnu
Katsir berkata, "Dan agar makhluk hidup, baik hewan maupun manusia, dapat
memenuhi kebutuhan mereka yang paling penting. Juga untuk menghilangkan dahaga
mereka, mengairi tanaman dan buah mereka. Ini sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka
berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi
Maha Terpuji.” (TQS. al-Syura [42]: 28).
Demikianlah. Ayat ini
menerangkan kekuasaan Allah SWT tentang angin, hujan, dan air. Semuanya terjadi
atas kekuasaan Allah SWT. Dan semuanya merupakan kenikmatan yang amat besar
bagi manusia dan makhluk lainnya. Lalu mengapa masih ada yang mendustakannya? Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1. Allah SWT adalah
Dzat yang berkuasa mengirimkan angin yang membawa mendung dan menurunkan hujan.
2. Air hujan adalah di
antara rahmat Allah SWT.
3. Air hujan berguna
untuk alat bersuci, dengannya Allah SWT menghidupkan tanaman, memberikan minum
manusia dan semua hewan.
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 155
Tidak ada komentar:
Posting Komentar