Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 09 November 2018

Hujan Sebagai Rahmat - TAFSIR al-Furqan: 48-49



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih (48), agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak (49)” (TQS. al-Furqan [25]: 48-49).

Betapa banyak nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Namun hanya sedikit manusia yang menyadarinya. Maka, manusia perlu diingatkan sebagian nikmat tersebut. Ayat ini adalah di antara yang mengingatkan manusia tentang sebagian nikmat Allah atas manusia. Selain itu, anugerah kenikmatan itu sekaligus juga menunjukkan kebesaran, keagungan, dan kekuasaan Allah SWT.

Hujan Sebagai Rahmat

Allah SWT berfirman: Wahuwa al-ladzii arsala al-riyaah busyr[an] bayna yaday rahmatih (Dialah yang meniupkan angin [sebagai] pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan). Setelah dalam ayat sebelumnya diterangkan kekuasaan Allah SWT dalam menjadikan siang dan malam, yang berguna bagi manusia, kemudian dalam ayat ini diberitakan tentang kekuasaan-Nya dalam menurunkan hujan dan kegunaannya bagi manusia. Ibnu Katsir berkata, "Ini juga merupakan bagian dari kemampuan-Nya yang sempurna dan kekuasaan-Nya yang agung. Dialah yang mengirimkan angin yang memberikan kabar gembira. Yakni, dengan datangnya awan sesudahnya."

Dalam ayat ini diberitakan bahwa Dialah Allah SWT yang mengirimkan al-riyaah. Kata tersebut merupakan bentuk jamak dari kata al-riih (angin). Penggunaan bentuk jamak menunjukkan bahwa semua angin yang bergerak dan berhembus adalah atas perintah Allah SWT. Dialah yang menggerakkan semua angin. Termasuk angin yang membawa kabar gembira akan datangnya rahmat-Nya. Allah SWT berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahan kamu bersyukur.” (TQS. al-Rum [30]: 46).

Patut dicatat, selain mendatangkan rahmat-Nya, ada pula angin yang membawa azab-Nya. Di antaranya adalah angin yang dikirimkan kepada kaum 'Ad. Allah SWT berfirman: “Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan, angin itu tidak membiarkan suatupun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk.” (TQS. al-Dzariyat [51]: 41-42).

Mengenal pengertian rahmatihi (rahmat-Nya) di sini, menurut para mufassir, adalah hujan. Di antara yang menafsirkannya demikian adalah al-Khazin, al-Baghawi, al-Alusi, Abdurrahman al-Sa'di, dan lain-lain. Al-Jazairi dalam Aysar al-Tafaasir berkata, ”Itu memberikan kabar gembira sebelum turunnya hujan. Sebab, hujan adalah rahmat." Menurut Abdul Lathif bin al-Khathib dalam Awdhah al-Tafaasir hujan disebut sebagai rahmah karena dengannya ada kehidupan jiwa, tanah, tumbuhan, dan hewan.

Bahwa hujan merupakan rahmat, juga disebutkan dalam firman Allah SWT: “Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati.” (TQS. al-Rum [30]: 50).

Suci Menyucikan

Allah SWT berfirman: Wa anzalnaa min al-samaa maa'[an] thahuur[an] (dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih). Setelah diberitakan bahwa Allah SWT yang mengirimkan angin yang menjadi pembawa berita gembira akan datangnya hujan, lalu ditegaskan Dia pula yang menurunkan air hujan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, hujan merupakan rahmat Allah SWT yang mendatangkan manfaat yang amat besar bagi manusia dan kehidupan. Di antara manfaatnya yang amat besar adalah airnya yang bersih dan suci lagi menyucikan. Ini dapat dipahami dari lafadz ayat ini maa’[an] thahuur[an] (air yang amat bersih).

Diterangkan Imam al-Qurthubi, kata al-thahuur (amat bersih suci) merupakan bentuk mubaalaghah (hiperbola, penyangatan) dari kata al-thaahir (yang suci). Bentuk mubaalaghah tersebut mengharuskan air tersebut menjadi thaahir muthahhir (suci lagi menyucikan). Menurutnya, ini merupakan pendapat jumhur. Dijelaskan pula oleh mufassir tersebut, setiap thahuur pasti thaahir. Sebaliknya, tidak setiap thaahir itu thahuur. Dengan demikian, ayat ini menerangkan bahwa air yang diturunkan Allah SWT dari langit adalah air yang suci lagi menyucikan.

Tak jauh berbeda, al-Khazin juga mengatakan bahwa pengertian thahuur dalam ayat ini adalah al-thaahir fii nafsihi wa al-muthahhir li ghayrihi (suci dzatnya dan menyucikan yang lain). Ini adalah nama bagi air yang dapat digunakan untuk bersuci. Dalilnya adalah sabda Nabi : Huwa al-thahuur maa'uhu al-hill maytatuhu (air laut itu suci airnya, halal bangkainya, HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa'i).

Berkenaan air hujan sebagai air yang dapat digunakan untuk bersuci juga ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya: “Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.” (TQS. al-Anfal [8]: 11).

Menghidupkan Bumi

Allah SWT berfirman: Linuhyiya bihi baldat[an] mayt[an] (agar Kami menghlidupkan dengan air itu negeri [tanah] yang mati). Selain dapat digunakan untuk bersuci, air hujan berguna dalam menghidupkan bumi. Dengannya, Allah SWT menghidupkan tanah yang kering dan gersang. Dikatakan Abdul Lathif bin al-Khathib, yang dimaksud dengan baldat[an] mayt[an] di sini adalah jadb[an] (tanah gersang), yang tidak ada tanaman di dalamnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan al-ihyaa' (menghidupkan) di sini adalah mengeluarkan tanaman dari tempat yang tidak ada tanamannnya. Demikian menurut al-Syaukani. Tentang ayat ini, Ibnu Katsir berkata, ”Tanah yang telah lama mengharap datangnya hujan, yakni tanah kering yang tidak ada tumbuhannya sama sekali. Ketika hujan turun, maka hiduplah tanah tersebut. Tumbuhannya menjadi lebat dengan aneka bunga dan warna. Ini sebagaimana firman Allah SWT: “Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (TQS. al-Hajj [22]: 5).

Kemudian ditutup dengan firman-Nya: Wanusqiyahi mimmaa khalaqnaa an-'aam[an] wa anaasiya katsiir[an] (dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak). Tak hanya membuat tanah menjadi hidup dan subur dengannya, air juga untuk diminum oleh manusia dan semua makhluk hidup lainnya.

Dalam ayat ini disebutkan wanusqiyahi yang berarti "dan Kami beri minum.” Yang diberikan adalah semua makhluk-Nya, baik al-an'aam maupun al-anaasiya. Kata al-an'aam berarti al-bahaaim (binatang ternak). Sedangkan al-unaasiy adalah bentuk dari kata al-insaan (manusia).

Tentang ayat ini, Ibnu Katsir berkata, "Dan agar makhluk hidup, baik hewan maupun manusia, dapat memenuhi kebutuhan mereka yang paling penting. Juga untuk menghilangkan dahaga mereka, mengairi tanaman dan buah mereka. Ini sebagaimana firman Allah SWT: “Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (TQS. al-Syura [42]: 28).

Demikianlah. Ayat ini menerangkan kekuasaan Allah SWT tentang angin, hujan, dan air. Semuanya terjadi atas kekuasaan Allah SWT. Dan semuanya merupakan kenikmatan yang amat besar bagi manusia dan makhluk lainnya. Lalu mengapa masih ada yang mendustakannya? Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Allah SWT adalah Dzat yang berkuasa mengirimkan angin yang membawa mendung dan menurunkan hujan.

2. Air hujan adalah di antara rahmat Allah SWT.

3. Air hujan berguna untuk alat bersuci, dengannya Allah SWT menghidupkan tanaman, memberikan minum manusia dan semua hewan.

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 155

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam