Dalam mewujudkan kebangkitan, umat perlu memahami realitas
buruk yang hendak diubah, perlu memahami realitas baik yang dituju, perlu
menempuh jalan perubahan itu sesuai dengan jalan yang dicontohkan Rasulullah
Saw., perlu adanya kekuasaan untuk keberhasilan kebangkitan itu.
Kekuasaan itu tidak
ada artinya jika bukan sulthân[an] nashîr[an]
(kekuasaan yang menolong). Kekuasaan yang menolong itu hanyalah kekuasaan yang
sedari awal memang ditujukan untuk menolong agama Allah Swt., Kitabullah dan
untuk menegakkan syariah-Nya. Kekuasan seperti ini hanyalah kekuasaan yang
Islami sejak dari asasnya, bentuknya, sistemnya, hukumnya,
perangkat-perangkatnya, struktur dan semua penyusunnya. Kekuasaan yang menolong
seperti itu sepeninggal Nabi disebut Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Karena itu sebagaimana Nabi Saw.
berjuang untuk mewujudkan Negara Islam yang awalnya hanya seluas Madinah,
kitapun harus berjuang untuk menerapkan syariah secara total dengan menegakkan
kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj
an-nubuwwah. Agenda ini harus menjadi agenda vital umat untuk segera
diwujudkan, menghindarkan umat dari terjerumus pada sistem-sistem non-Islam,
mencegah semakin kuatnya pengaruh kebathilan kaum kafir imperialis dan
sistemnya di negeri-negeri kaum Muslim.
Sejak diutus, Rasulullah Saw. melakukan perubahan pemikiran
dalam diri bangsa Arab saat itu. Pemikiran Lâ
ilâha illallâh yang Beliau Saw. tanamkan mengubah mereka yang sebelumnya
menyembah patung dan jin beralih pada penyembahan kepada Allah Swt. semata.
Rasulullah telah mengubah pandangan mereka tentang kehidupan,
dari cara pandang yang dangkal menuju cara pandang yang mendalam lagi jernih
yang merupakan cerminan dari akidah Islam. Pandangan mereka tidak sebatas
dunia, melainkan justru menembus negeri akhirat. Rasulullah Saw. mengubah
pemikiran masyarakat bahwa Allah Swt. tidaklah menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
Ikatan-ikatan kepentingan atau asas manfaat, kesukuan, dan
patriotisme kebangsaan harus berubah menjadi ikatan Islam ideologis yang
memandang semua kaum mukmin bersaudara laksana satu tubuh. Juga, melalui
penanaman pemikiran akidah dan syariat Rasulullah berhasil mengubah tolok ukur
aktivitas kehidupan masyarakat dari manfaat-egoisme ke tolok ukur halal-haram,
dari hawa nafsu ke wahyu Allah.
Masyarakat Arab pra Islam yang sebelumnya membangun hubungan
kenegaraan di atas kepentingan materi, kebanggaan dan ketamakan menjadi tegak
di atas asas penyebaran akidah dan syariat Islam dan mengembannya ke seluruh
umat manusia.
Begitu pula, pemikiran Islam yang ditanamkan Rasul tentang
kehidupan setelah dunia telah mengubah persepsi tentang kebahagiaan pada diri
umat, dari sekedar pemenuhan syahwat dengan segala kenikmatan dunia beralih
kepada mencari ridha Allah Swt.
Nampaklah generasi kaum muslim binaan Nabi tidak takut akan
kematian, dan berharap syahid di jalan Allah Swt. Sebab, mereka memahami bahwa
dunia ini hanyalah jalan menuju Akhirat. Demikianlah, lewat pemikiran Islam
baik berupa akidah maupun syariah, Rasulullah Saw. berhasil membentuk
pemahaman, tolok ukur dan keyakinan masyarakat ketika itu menjadi Islam.
Tuntunan
Rasulullah Saw. adalah teladan abadi bagi umat Islam dalam
semua aspek kehidupan. Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam untuk
mengambil apapun tuntunan dari Rasulullah Saw.
Firman Allah Swt:
“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat
keras hukumannya.” (QS. [59] Al Hasyr: 7)
“Katakanlah,
‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada
(agama) Allah dengan hujjah (bukti) yang nyata,” (TQS. Yusuf [12]: 108)
Hukum asal semua perbuatan adalah terikat dengan syariah.
Sehingga, seorang Muslim harus mempelajari tentang shalat dari dalil-dalilnya,
mempelajari tentang zakat ataupun berhaji dari dalil-dalilnya, dan mempelajari
tentang penegakan Khilafah dari dalil-dalilnya yaitu dari perbuatan Rasulullah
Saw. Tahapan-tahapan dakwah ideologis politis yang ditempuh Rasulullah Saw.
dalam mengubah masyarakat menuju tegaknya Daulah Islam harus dijalankan pula
oleh umat.
Dengan kata lain, metode menegakkan Khilafah Islamiyyah harus
sejalan dengan thariqah yang telah diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Saw. Tidak
ada satupun urusan umat manusia, termasuk metode menegakkan Khilafah
Islamiyyah, yang tidak dijelaskan oleh al-Quran dan Sunnah, baik penjelasannya
itu bersifat global maupun rinci.
Imam Asy Syafi’iy rahimahullah
di dalam Kitab al-Umm menyatakan:
قال اللَّهُ عز وجل {
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى } فلم يَخْتَلِفْ أَهْلُ العلم
بِالْقُرْآنِ فِيمَا عَلِمْت أَنَّ السُّدَى الذي لَا يُؤْمَرُ وَلَا ينهى وَمَنْ
أَفْتَى أو حَكَمَ بِمَا لم يُؤْمَرْ بِهِ فَقَدْ أَجَازَ لِنَفْسِهِ أَنْ يَكُونَ
في مَعَانِي السُّدَى
“Allah
Swt. berfirman [ayahsab al-insaan an yutrak
suday/ apakah manusia menyangka dibiarkan tanpa dimintai
pertanggungjawaban] (TQS. al-Qiyamah [75]: 36). Para ahli ilmu tidak pernah
berselisih pendapat wajibnya mengamalkan Al-Quran, pada semua apa yang aku
ketahui, bahwasanya makna kata “suday”
adalah perkara yang tidak diperintah dan dilarang. Barangsiapa berfatwa atau
menghukumi sesuatu tidak berdasarkan apa yang diperintahkan (wahyu Allah Swt.),
maka ia telah membolehkan pada dirinya “makna-makna suday”. (Imam Asy Syafi’iy, al-Umm, Juz 7/298)
Allah Swt. tidak membiarkan manusia hidup tanpa larangan dan
perintah-Nya. Seorang Muslim diperintahkan untuk memastikan bahwa seluruh
perbuatannya bersumber dari wahyu Allah Swt., dan tidak bersumber pada hawa nafsu, atau ajaran-ajaran selain Islam.
….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar