Cara Globalisasi
1. Swastanisasi
Swastanisasi adalah
pengubahan sektor publik menjadi sektor pribadi (swasta). Alasan untuk
menjustifikasi swastanisasi ialah kurang efisiennya sektor publik, produktivitasnya
yang rendah, dan kinerja pengelolanya yang payah.
2. Korporatisme
Korporatisme adalah
pandangan bahwa negara merupakan sekumpulan lembaga (korporasi/institusi/badan)
dan pemerintah tiada lain adalah satu lembaga ekonomi kecil, kalaupun bukan
yang terkecil. Pemerintah merupakan lembaga yang tugasnya hanya melaksanakan
kegiatan diplomasi, dengan angkatan bersenjata yang kecil serta beberapa
lembaga keamanan dan dewan penasihat, yang semuanya bergerak untuk melayani
kepentingan sektor swasta. Jika pemerintah hendak menjalankan suatu usaha
bisnis, maka dia wajib diperlakukan sama dengan lembaga manapun yang lain. Jadi
pemerintah diperlakukan sama dengan swasta. Contoh tentang hal ini, adalah
lembaga Forum yang dikelola oleh 40
ribu ahli yang menyusun program dan memperhitungkan segala potensi Amerika,
yang diperkirakan akan melampaui negara manapun.
Dari sinilah, maka
segala sesuatunya harus disesuaikan dengan paham korporatisme, yaitu bahwa
pemerintah adalah salah satu lembaga negara yang khusus dan tugas utamanya
adalah menjalankan kekuasaan. Pemerintah menjalankan kekuasaan tapi tidak
menguasai/memiliki. Sementara lembaga-lembaga lain menguasai tapi tidak
menjalankan kekuasaan.
3.
Perusahaan-Perusahaan
Perusahaan-perusahaan
merupakan lembaga ekonomi utama yang menguasai ekonomi secara nyata. Kini
terdapat ribuan perusahaan di dunia --di antaranya ada 200 perusahaan raksasa--
yang mendominasi sebagian besar perekonomian dunia. Dari jumlah itu ada 172
perusahaan yang dimiliki lima negara, yaitu Amerika, Jepang, Perancis, Jerman,
dan Inggris. Pemerintah masing-masing membantu perusahaan-perusahaan ini untuk
menembus dan menguasai perekonomian internasional.
4. Bank-Bank
Bank merupakan
penyokong perusahaan --terutama perusahaan raksasa-- dan merupakan sekutu
perusahaan untuk menguasai perekonomian negara-negara lemah. Di samping itu,
bank itu sendiri sebenarnya juga suatu perusahaan.
5. Pasar-Pasar Modal
Pasar-pasar modal
ini berupa pasar-pasar saham, surat berharga, dan mata uang. Pasar-pasar ini
menjadi alat kriminal para investor raksasa untuk meraup keuntungan besar tanpa
usaha nyata dan tanpa investasi yang riil. Kegiatan perekonomiannya adalah
sektor ekonomi non-riil, yang bertumpu pada kompetisi tidak-seimbang yang mirip
dengan perjudian, undian, dan penipuan.
Pasar-pasar modal
ini sangat penting untuk mengglobalkan perekonomian regional. Bukti-bukti untuk
hal ini antara lain pernyataan Clinton pada KTT Vancouver (Kanada) untuk
negara-negara anggota APEC,
"Sesungguhnya prioritas kita adalah memperkokoh pasar-pasar modal
di Asia." Sementara itu Hashimoto, PM Jepang, menyifati peran Amerika
tersebut sebagai pengkerdilan Asia dan sekaligus promosi globalisasi. Mahathir
Mohamad, PM Malaysia, menyatakan, "Negeri manapun yang mendapatkan bantuan
IMF, dapat dipastikan akan membuka pasar modalnya." Untuk membantu Korea
Selatan mengatasi krisis-krisisnya belakangan ini, IMF telah mensyaratkan
pembukaan pasar-pasar surat berharga terhadap persaingan pihak asing.
6. Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas
merupakan salah satu asas ekonomi pasar dan salah satu landasan globalisasi.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah memaksakan syarat bagi negara-negara
di dunia yang hendak menjadi anggota WTO, agar membuka pasar-pasarnya terhadap
barang-barang asing. Sejumlah 21 negara telah mengikuti KTT Vancouver (Kanada)
mengenai perdagangan bebas terhadap 9 jenis komoditas baru. Topik ini sudah
dianggap wajar dalam KTT itu, sehingga tak ada satu negarapun yang dapat
menolaknya. Inilah yang membuat Amerika dan negara-negara industri lainnya
mampu mendominasi perdagangan internasional dan dapat melemahkan daya saing
negara-negara yang kecil.
7. Pemaksaan Ide-Ide dan Nilai-Nilai Peradaban
Kapitalisme Kepada Seluruh Dunia
Pemaksaan ini
terjadi tatkala negara-negara Barat mensyaratkan penerimaan demokrasi terhadap
negara-negara di dunia baik secara total maupun tidak. Tetapi akhir-akhir ini
Amerika telah mulai memaksakan pengambilan sekumpulan ide-ide tertentu sebagai
syarat mendasar untuk memasuki era globalisasi. Ide-ide tersebut antara lain
adalah sekularisme, rasionalisme, kesepahaman/perdamaian antar bangsa, kebebasan,
pembatasan kelahiran, pluralisme, supremasi hukum, pengembangan masyarakat
sipil (civil society), perubahan kurikulum
pendidikan, penyelesaian pengangguran dan inflasi dengan cara tertentu, dan
sebagainya. Semua ide ini tak lain adalah nilai dan gaya hidup peradaban Barat
yang dianggap sebagai budaya/kultur luhur yang baru, serta dipandang lebih
unggul daripada semua ideologi dan peradaban. Inilah penafsiran terhadap
beberapa pernyataan para penguasa di banyak negara-negara lemah --seperti Dunia
Islam-- yang berfokus pada ide-ide tersebut dan propaganda-propagandanya. Yang
terakhir adalah pernyataan Presiden Iran Khatami mengenai kehidupan harmonis
antar bangsa dan persahabatan antara Iran dan Amerika, serta mengenai
pemantapan supremasi hukum dan penumbuhan masyarakat sipil (civil society).
8. Pemantapan Ide-Ide Separatisme dan Pemecahbelahan
Negara
Hal ini nampak
tatkala Amerika berupaya menyelesaikan masalah-masalah separatisme dan
melakukan campur tangan untuk memecah-belah sebuah negara menjadi dua negara
atau lebih jika memungkinkan, seperti yang sudah terjadi di Bosnia, Irak,
Sudan, Afghanistan, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk membuat kekacauan
nasional, pertentangan antar suku, dan kelumpuhan kawasan, yang semuanya
merupakan alasan-alasan kuat untuk
menerima globalisasi Amerika sebagai suatu kekuatan yang tak dapat ditolak
lagi. Globalisasi akhirnya dianggap sebagai kereta api cepat untuk memasuki
abad mendatang. Barangsiapa yang tidak menaikinya, maka dia akan terisolir, terpinggirkan,
atau akan menjadi hina dina dan mengalami kehancuran.
Dengan demikian,
nyatalah bahwa globalisasi adalah anak panah beracun yang telah diluncurkan
kapitalisme ke arah kita. Globalisasi adalah senjata mematikan yang telah
dihunus oleh Amerika di hadapan wajah-wajah kita. Seharusnya kita menghadapi
dan menantang semua ini dengan segala kekuatan yang miliki. Tetapi sayang, para
penguasa kita --dan kawan-kawan dekatnya yang telah cenderung kepada Amerika--
serta banyak orang bodoh malah mempropagandakan globalisasi seolah-olah
globalisasi adalah vonis yang sudah mutlak atas mereka dan tak dapat diganggu
gugat lagi. Mereka berupaya untuk menyesuaikan segala sesuatunya agar sejalan
dengan wabah globalisasi ini, yang menurut mereka harus disambut sebaik-baiknya
seakan-akan wabah itu merupakan obat yang manjur untuk mengobati luka-luka
rakyat mereka.
Banyak ahli ekonomi --termasuk yang di Barat
sendiri-- telah memahami bahaya globalisasi atas dunia dan telah menyimpulkan
satu hal yang mereka sepakati, yaitu penerapan globalisasi akan semakin
memperlebar jurang pemisah antara yang miskin dengan yang kaya. Abid Al Jabiri
--seorang ahli ekonomi Maroko-- pada salah satu konferensi tentang globalisasi
menyatakan bahwa globalisasi mempunyai tiga segi negatif:
1. Semakin lebarnya
kesenjangan antara orang kaya dengan orang miskin secara berlebihan, sehingga
kehidupan modern di setiap negeri akan diwarnai dengan dikotomi miskin-kaya dan
ketidaksolidan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Semakin lebarnya
jurang pemisah antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin, yang
akan melahirkan generasi yang terbelah menjadi dua golongan dengan dunianya
sendiri-sendiri.
3. Merintangi dan
melenyapkan kreativitas manusia dalam kegiatan perdagangan dan usaha, serta
mengokohkan prinsip menghalalkan segala cara.
Akibat-akibat ini
--dan akibat lainnya-- merupakan konsekuensi logis dari ide-ide kufur yang
telah diskenariokan oleh kapitalisme. Hakikatnya, globalisasi adalah bencana
masa depan yang akan terus menerus membayangi dunia. Bila tidak ada kekuatan
yang bisa menghadapinya, maka seluruh dunia akan terjerumus ke dalam penderitaan yang
mengerikan dan kesengsaraan yang tiada taranya.
Tidak akan ada yang
mampu menghentikan globalisasi ini, kecuali dengan berdirinya Khilafah Islamiyah sebagai satu-satunya
kekuatan yang akan menyetop globalisasi yang hanya didasarkan pada kekuasaan
modal dan harta benda --tak mengenal kekuasaan lainnya-- serta tak mengenal
pertimbangan akal, diskusi, dan perdebatan. Khilafah Islamiyah-lah satu-satunya
kekuatan yang akan mampu menyelamatkan umat
manusia dari bahaya-bahaya kelaparan, kebinasaan, dan
kehancuran yang dihasilkan oleh skenario-skenario kapitalisme yang kafir. []
Cara Globalisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar