Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 08 September 2017

Dalil Orang Meninggal Wajib Dimandikan


Ketiga: Kematian

Perbedaan antara mandinya orang yang meninggal dari mandi-mandi wajib lainnya adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban mandi tersebut ditujukan bukan pada orangnya (orang yang meninggal tersebut-pen.), sedangkan kewajiban mandi-mandi yang lain ditujukan pada orangnya.

2. Hukumnya fardhu kifayah, sedangan mandi-mandi yang lain dihukumi fardhu ain.

3. Satu saat hukumnya wajib -untuk orang yang mati secara umum- dan saat yang lain tidak wajib -yakni untuk orang yang mati syahid-, sedangkan mandi-mandi yang lain (yang wajib) tetap wajib setiap waktu dan kesempatan.

Mayoritas imam dan fuqaha berpendapat wajibnya memandikan mayat (ghaslul mayyit). Kalangan ulama yang bermadzhab Maliki memiliki pendapat yang berbeda. Mereka menyatakan: hukumnya sunah saja, karena memandikan mayat tersebut dilakukan dalam rangka membersihkan, bukan mandi dalam rangka ibadah.
Pendapat yang benar adalah memandikan mayat itu fardhu hukumnya, kewajiban tersebut harus dipenuhi orang yang hidup terhadap orang yang mati. Mandi jenis ini disebutkan oleh beberapa hadits berikut:

1. Dari Ummu Athiyyah, dia berkata:

“Nabi Saw. menemui kami ketika kami sedang memandikan puterinya. Rasulullah Saw. bersabda: “Basuhlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu. Jika kalian merasa perlu siramlah dengan campuran air dan daun bidara, dan dalam siraman terakhir kapur barus atau sesuatu sejenis kapur barus. Jika telah selesai maka beritahulah aku.” Ketika kami selesai memandikan maka kami memberitahu beliau Saw., lalu beliau memberikan kain miliknya kepada kami seraya berkata: “Bungkuslah tubuhnya dengan kain ini.” (HR. Muslim, Bukhari, Ahmad dan para penyusun kitab as-Sunan)

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ummu Athiyah ra., dia berkata:

“Nabi Saw. bersabda pada mereka saat memandikan puterinya: “Hendaklah kalian memulai dari yang sebelah kanan dan anggota wudhunya.”

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Lalu kami membagi kain pembungkusnya menjadi tiga bagian, dan meletakkannya di belakangnya.” (HR. Bukhari)

Hadits ini dengan beragam riwayatnya menjadi dasar hukum memandikan mayat.

2. Dari Ibnu Abbas ra., dia berkata:

“Ketika seorang laki-laki yang sedang wukuf di Arafah bersama Rasulullah Saw. tiba-tiba dia jatuh dari hewan tunggangannya hingga ia terinjak, atau dia berkata: Hingga dia mati terinjak. Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Mandikanlah dia dengan air yang dicampur dengan daun bidara, dan kafanilah dengan dua helai kain, dan janganlah diberi wewangian dan jangan pula diberi tutup kepalanya (surban) karena dia nanti akan dibangkitkan pada Hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjadi dasar memandikan seseorang yang meninggal

saat ihram, di mana dia dikafani dengan pakaian ihramnya, tidak diberi wewangian dan tidak ditutup kepalanya.

3. Dari Jabir bin Abdillah:

“Rasulullah Saw. menyatukan dua orang laki-laki yang gugur dalam Perang Uhud dalam satu kain, kemudian beliau Saw. bertanya: “Siapa di antara mereka yang lebih banyak hafalan al-Qur'annya?” Ketika beliau Saw. ditunjukkan pada salah satunya, maka beliau Saw. mendahulukannya di dalam lahat, lalu beliau Saw. bersabda: “Aku akan menjadi saksi bagi mereka.” Beliau Saw. memerintahkan untuk mengubur mereka dengan darah-darah mereka, beliau Saw. tidak menshalatkan mereka, dan juga tidak memandikan mereka.” (HR. Bukhari, an-Nasai dan at-Tirmidzi)

Ahmad meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah dari Nabi Saw., bahwasanya beliau Saw. bersabda tentang mereka yang gugur dalam Perang Uhud:

“Janganlah kalian memandikannya, karena setiap luka atau setiap tetes darah akan semerbak seharum kesturi pada Hari Kiamat.” Beliau Saw. tidak menyalati mereka.”

Hadits ini menjadi dasar bahwa orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan. Dia dimakamkan dengan pakaian yang dikenakannya, dia pun tidak dishalatkan, dan darahnya akan semerbak seharum kesturi pada Hari Kiamat.

Hadits yang pertama menjelaskan bagaimana memandikan orang yang meninggal, dimulai dengan tubuh bagian kanan dan anggota wudhunya, baru kemudian membasuh bagian badan lainnya. Disunahkan dibasuh tiga kali atau lebih, tetapi jangan melebihi tujuh basuhan, dan ke dalam air ditambahkan sedikit bidara untuk membersihkan badan (sekarang ini bisa menggunakan sabun) kemudian ditambah sedikit kapur untuk mengawetkan dan mewangikan, dan tidak masalah ketika ditambah wewangian yang lainnya.

Untuk menambah kesempurnaan pembahasan, saya sebutkan sejumlah hukum memandikan mayat, walaupun sebenarnya tempat untuk membahas persoalan ini adalah kitab jenazah, bukan kitab thaharah. Saya katakan: Urutan orang yang memandikan mayat adalah isterinya, jika yang meninggal itu suaminya, atau suaminya jika yang meninggal itu isterinya, kaum kerabat (mulai dari yang terdekat), dan ketika yang memandikan itu bukan keluarganya maka yang harus memandikan itu adalah kaum lelaki jika yang meninggalnya lelaki, dan kaum wanita jika yang meninggalnya itu wanita. Orang yang memandikan tidak boleh melihat aurat si mayat, karena kehormatan aurat itu sama saja, baik pada orang yang masih hidup ataupun orang yang sudah meninggal. Orang yang memandikan mayat harus mengenakan kain pada tangannya ketika dia membasuh auratnya, agar tidak menyentuhnya secara langsung, dan aurat tersebut harus tetap dalam keadaan tertutup, lalu dia memasukkan tangannya ke balik kain penutup tersebut.

Hadits kedua menjelaskan tata cara memandikan orang yang meninggal dalam keadaan sedang berihram, baik ihram haji ataupun ihram umrah. Cara tersebut sedemikian jelas sehingga tidak perlu dijelaskan lagi.

Hadits ketiga menjelaskan bahwa orang yang mati syahid tidak dimandikan, dan pakaiannya tidak ditanggalkan. Orang yang mati syahid dikuburkan dengan darah yang masih melekat dibadannya, dan tidak perlu dishalatkan.

Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam