1. Orang junub tidak
boleh berdiam di masjid. Dia hanya diberi rukhshah
(keringanan) untuk lewat saja, dengan berpegang pada salah satu ayat al-Qur'an:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air; maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.” (TQS. an-Nisa [4]: 43)
Ayat ini menyebutkan:
(Jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali
sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi, yakni jika kalian junub maka cukup
lewat di masjid saja hingga kalian mandi. Ketika sudah mandi, kalian bisa berdiam
diri di masjid dan melakukan shalat. Penafsiran seperti inilah yang rajih; sedangkan menafsirkan aabirii sabiilin dengan musafirin itu keliru.
Saya terkagum-kagum
dengan penafsiran Ibnu Jarir at-Thabari terhadap ayat ini. Berikut saya kutip
penafsiran beliau dari kitabnya Jami'ul Bayan:
[Penafsiran yang lebih baik dari dua penafsiran ayat tersebut adalah: sedang
kamu dalam keadaan junub, illaa ‘aabirii
sabiilin, yakni hanya sekedar berlalu saja di dalamnya. Hal ini karena
Allah Swt. telah menjelaskan hukum musafir ketika tidak menemukan air; padahal
dia dalam keadaan junub. Allah berfirman:
“Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci).”]
Hal ini bisa
dimaklumi, tiada lain seandainya kalimat:
Itu memiliki makna:
orang-orang musafir, niscaya pengulangan kata musafir dalam kalimat:
“Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir.”
Itu tidak bermakna
apa-apa, karena hukumnya telah disebutkan dalam kalimat sebelumnya. Jika
pengertiannya seperti yang aku sebutkan di awal, penafsiran ayat di atas
sebaiknya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati masjid
yang diperuntukkan untuk shalat lalu kalian shalat di dalamnya, padahal kalian
dalam keadaan mabuk, hingga kalian mengetahui bacaan yang kalian sebutkan, dan
jangan pula kalian mendekati masjid dalam keadaan junub hingga kalian mandi,
kecuali hanya ‘abiiri sabiilin. Maksud al-‘abiru as-sabiil adalah orang yang berlalu
saja.
Ibnu Jarir telah
meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib: Bahwasanya pintu rumah orang-orang
Anshar itu berada di masjid, sehingga ketika mereka junub sedangkan mereka
tidak memiliki air, maka mereka keluar untuk mencari air, padahal mereka tidak
memiliki pintu keluar kecuali di dalam masjid. Maka Allah Swt. turunkan:
“Sedang kamu dalam
keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja.”
Riwayat ini
menjelaskan dan memperkuat pendapat yang kami katakan di atas.
Di antara riwayat yang
memperkuat pernyataan yang kami nyatakan di atas adalah hadits yang
diriwayatkan Jabir:
“Orang yang junub suka
lewat di masjid (sekedar lewat saja).” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Hadits ini
diriwayatkan pula oleh Ibnu Mundzir dengan redaksi:
“Salah seorang dari
kami suka lewat di dalam masjid, padahal dia dalam keadaan junub.”
Adapun hadits yang
diriwayatkan dari Aisyah ra., dia berkata:
“Rasulullah Saw.
datang, sedangkan di hadapan rumah-rumah para sahabat adalah jalan di dalam
masjid. Maka beliau Saw. berkata: “Pindahkanlah pintu rumah-rumah ini agar
tidak menghadap masjid.” Kemudian Rasulullah Saw. masuk, tetapi orang-orang itu
tidak melakukan sesuatupun dengan harapan turun rukhshah
(keringanan) terkait mereka. Lalu Rasulullah Saw. keluar lagi menemui mereka
dan berkata: “Pindahkanlah pintu rumah-rumah ini agar tidak menghadap masjid.
Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub.”
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
Dan Hadits yang
diriwayatkan dari Ummu Salamah ra., dia berkata:
“Rasulullah Saw.
memasuki halaman masjid ini, dan beliau berseru dengan sangat keras:
“Sesungguhnya masjid itu tidak halal bagi orang junub dan haid.” (HR. Ibnu
Majah dan at-Thabrani)
Maka saya katakan:
Hadits Ibnu Majah ini dhaif (lemah).
Dalam kitab az-Zawaid
dinyatakan: Sanad hadits ini dhaif,
Mahduj itu tidak dipandang tsiqah, Abul Khaththab juga seorang yang tidak
dikenal (majhul).
Karenanya hadits ini
tidak layak digunakan sebagai hujjah.
Tinggallah kini hadits
yang pertama yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Hadits Abu Dawud ini harus
dipahami sebagai larangan berdiam diri (al-muktsu),
bukan larangan untuk lewat (al-murur),
karena hadits ini bersifat umum ('am),
sedangkan hadits-hadits tentang al-murur
itu telah ditakhsis, dan yang diamalkan
adalah hadits yang khusus. Orang yang berpendapat bahwa orang junub boleh lewat
di dalam masjid itu adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, as-Syafi’i dan at-Thabari.
Sedangkan orang yang
berpendapat bahwa orang junub itu tidak boleh lewat di dalam masjid adalah
Malik dan Abu Hanifah. Ahmad dan Ishaq menyatakan bolehnya orang junub lewat di
dalam masjid jika dia berwudhu. Keduanya berdalil dengan hadits yang diriwayatkan
Atha bin Yasar:
“Aku melihat
orang-orang dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. sedang duduk-duduk di dalam
masjid, padahal mereka dalam keadaan junub, karena mereka telah berwudhu
sebagaimana wudhu untuk shalat.”
As-Syaukani menganggap
hadits ini berasal dari Said bin Manshur. Kami bantah pendapat keduanya (Ahmad
dan Ishak): bahwa di dalam hadits tersebut terdapat Hisyam bin Saad. Abu Hatim
berkata: Hadits Hisyam tidak bisa digunakan sebagai hujjah.
Hisyam pun didhaifkan oleh Yahya bin Ma’in, an-Nasai dan
Ahmad. Karena itu hadits tersebut dhaif,
sehingga tidak layak digunakan sebagai hujjah.
Dengan demikian
nyatalah bahwa orang yang junub itu diperbolehkan untuk berlalu di dalam
masjid, dengan tanpa berdiam diri, dan dengan demikian pula nyatalah kekeliruan
dua pendapat lainnya.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar