2. Tasmiyah
Artinya mengucapkan
bismillah. Waktunya adalah setelah menghadirkan niat dan sebelum memulai amal
atau perbuatan. Ahlud dzahir, Ishaq, dan
al-Hasan berpendapat bahwa tasmiyah itu wajib hukumnya. Sedangkan para ulama
as-Syafi’iyah dan Hanafiyah, Malik, Rabi’ah, Ahmad, at-Tsauri, dan Abu Ubaid
berpendapat bahwa tasmiyah itu sunah.
Beberapa hadits
berikut menyinggung persoalan tasmiyah:
a. Dari Abu Hurairah,
dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Tidak ada shalat bagi
yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama
Allah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)
Hadits ini
dikategorikan hadits munqathi’ bahkan
hadits mu'dhal.
b. Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah
Saw. bersabda:
“Wahai Abu Hurairah,
jika engkau berwudhu maka ucapkanlah bismillah
dan alhamdulillah, karena sesungguhnya
penjagaanmu (atas dua kalimah) itu akan senantiasa menuliskan kebaikan untukmu
hingga engkau batal dari wudhu itu.” (HR. at-Thabrani)
c. Dari Ibnu Umar dari
Nabi Saw., beliau bersabda:
“Barangsiapa yang
berwudhu, maka dengan menyebut nama Allah untuk air wudhunya akan menjadikan
air wudhu tersebut sebagai pembersih tubuhnya. Dan barangsiapa yang berwudhu
tetapi dia tidak menyebut nama Allah untuk air wudhunya, maka air wudhu
tersebut akan menjadi pembersih anggota wudhunya.” (HR. ad-Daruquthni dan
al-Baihaqi)
Ini hadits dhaif.
Keduanya meriwayatkan
juga hadits ini dari jalur Abu Hurairah dan Abdullah bin Mas’ud.
d. Dari Aisyah ra.:
“Bahwasanya Nabi Saw.
ketika memulai berwudhu, beliau Saw. bertasmiyah
(mengucapkan basmalah).” (HR. al-Bazzar)
Ini hadits dhaif.
e. Dari Anas, dia berkata:
“Sejumlah sahabat
mencari air wudhu, tetapi mereka tidak menemukannya. Dia berkata: Maka
Rasulullah Saw. bersabda: “Airnya di sini.” Maka aku melihat Rasulullah Saw.
meletakkan tangannya di atas wadah yang berisi air, kemudian dia berkata:
“Berwudhulah kalian dengan menyebut nama Allah.” Dia berkata: Lalu aku melihat
air keluar dari sela jari-jemarinya, dan orang-orang pun berwudhu hingga orang
terakhir dari mereka.” (HR. al-Baihaqi)
Terdapat sejumlah
hadits yang lain, tetapi kami cukup menyebutkan hadits-hadits di atas saja.
Para ulama hadits
berbeda pendapat dalam menyikapi hadits-hadits ini, apakah harus ditolak
ataukah diterima (diverifikasi).
Di antara mereka ada
yang menolak seluruhnya, ada yang menetapkan (menerima) salah satunya saja.
Misalnya Ahmad berkata: Dalam persoalan ini tidak ada satu hadits pun yang
terbukti shahih. Ahmad berkata: Aku
tidak mengetahui ada hadits yang shahih
dalam persoalan tasmiyah. Al-Uqailiy berkata: Sanad-sanad hadits dalam masalah
tasmiyah ini ada kelemahan.
Di sisi lain, Abu
Bakar bin Abi Syaibah berkata: Menurut kami bisa dibuktikan bahwa Nabi Saw.
mengucapkannya. Ibnu Sayyidin Nas berkata: Sebenarnya dalam persoalan ini ada
hadits hasan dengan ungkapan yang jelas (sharih)
dan shahih dengan ungkapan yang tidak
jelas. Ibnu Hajar berkata: Nampak bahwa seluruh hadits ini bisa melahirkan satu
kekuatan yang menunjukkan bahwa tasmiyah itu memiliki dasar.
Yang ingin saya
sampaikan adalah tasmiyah saat berwudhu tidak membutuhkan dalil khusus hingga
kita harus berpanjang kata dan tenggelam dalam berbagai perdebatan di dalamnya.
Tasmiyah dalam seluruh perkara yang baik itu hukumnya sunah.
Kita menyebut nama
Allah (tasmiyah) ketika makan, ketika menanam, ketika menyembelih, ketika
memulai pembicaraan, dan dalam aktivitas lainnya; maka mengapa kita tidak
menyebut nama Allah (tasmiyah) ketika berwudhu? Karena itu, para fuqaha
memiliki peluang besar untuk bersepakat bahwa tasmiyah ketika berwudhu itu
hukumnya sunah, sama dengan ketika melakukan perbuatan yang lainnya.
Kemudian ketika mereka
menemukan hadits yang shahih atau hasan maka harus disampaikan. Adapun jika
(hadits seperti itu) tidak ditemukan maka mereka tetap harus menyatakan
tasmiyah dalam wudhu itu disunahkan. Tasmiyah untuk berwudhu sama dengan bertasmiyah untuk setiap perkara mulia lainnya.
Tasmiyah itu merupakan salah satu aksioma Islam.
Namun demikian, jika
kita harus mendiskusikan keenam hadits yang disebutkan di atas maka saya ingin
mengatakan dengan ringkas:
Hadits pertama
diriwayatkan dari jalur Ya’qub bin Salamah dari ayahnya dari Abu Hurairah,
Bukhari berkata: Tidak diketahui apakah dia mendengar dari ayahnya atau tidak,
dan juga tidak diketahui apakah ayahnya mendengar dari Abu Hurairah atau tidak.
Dengan demikian hadits ini dikategorikan hadits munqathi’
bahkan hadits mu'dhal, sehingga harus
ditinggalkan.
Ahmad dan Ibnu Majah
meriwayatkan hadits ini dari jalur Rabih bin Abdurrahman. Bukhari
mengomentarinya: Rabih itu perawi hadits munkar. Ahmad berkata: Rabih dan
ayahnya adalah orang yang tidak dikenal (majhul).
Hadits kedua
dikomentari oleh al-Haitsami: sanadnya hasan.
Dalam hadits ketiga
terdapat nama Abdullah bin Hakim, dia juga dituduh berdusta, bahkan suka
dikaitkan dengan pemalsuan hadits, sehingga hadits ketiga ini harus
ditinggalkan.
Dalam hadits keempat
terdapat nama Haritsah yang dikomentari al-Bazzar: haditsnya lemah. Ibnu Hajar
berkata: dia seorang perawi hadits dhaif,
sehingga hadits keempat ini pun harus ditinggalkan.
Hadits kelima
dikomentari oleh al-Baihaqi: Ini merupakan hadits yang paling shahih dalam persoalan tasmiyah.
Begitulah, kita
mendapatkan dua hadits yang layak digunakan sebagai dalil dalam persoalan ini,
yakni hadits kedua dan hadits kelima. Kedua hadits ini memberi pengertian bahwa
tasmiyah dalam wudhu itu dihukumi sunah.
Pendapat yang
mewajibkan tasmiyah adalah tidak benar, karena hadits pertama yang mereka
jadikan landasan adalah hadits dhaif
alias tidak shahih. Tasmiyah (mengucap
basmalah) ketika berwudhu dan melakukan aktivitas lainnya itu sunah, dan inilah
yang dijalani oleh para sahabat dan kaum Muslim
yang lain, yakni memulai segala urusan dengan mengucap basmalah.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar