Hukuman Sanksi Islam Atas Kejahatan
Falsafah Hukum Sanksi
Islam menganggap
bahwa kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Sedangkan yang dimaksud dengan tercela (al-qabih)
adalah perbuatan-perbuatan yang Allah cela. Itu sebabnya, suatu perbuatan tidak
dianggap jahat kecuali jika ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan tersebut
tercela. Ketika syara’ telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela, maka sudah
pasti perbuatan tersebut disebut kejahatan, tanpa melihat lagi apakah tingkat
dan jenis kejahatan tersebut besar ataupun kecil. Syara’ telah menetapkan
perbuatan tercela sebagai dosa (dzunub)
yang harus dikenai sanksi. Jadi, dosa
itu substansinya adalah kejahatan.
Kejahatan
sendiri bukan berasal dari fitrah manusia. Kejahatan bukan pula semacam
“profesi” yang diusahakan oleh
manusia. Kejahatan bukan juga ‘penyakit’ yang menimpa manusia. Kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar
aturan yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan
Rabbnya, dengan dirinya sendiri, dan hubungannya dengan manusia lain. Allah Swt.
telah menciptakan manusia lengkap dengan potensi kehidupannya, yaitu meliputi
naluri-naluri dan kebutuhan jasmani. Naluri-naluri dan kebutuhan jasmani adalah
potensi hidup manusia yang mampu mendorong manusia untuk melakukan pemenuhan
terhadap potensi hidupnya. Manusia yang mengerjakan suatu perbuatan yang muncul
dari potensi hidup tadi, adalah dalam rangka mendapatkan pemenuhan terhadap
potensi hidupnya.
Meskipun
demikian membiarkan pemenuhan itu tanpa aturan, akan menghantarkan kepada
kekacauan dan kegoncangan. Juga akan menghantarkan kepada pemenuhan naluri
maupun kebutuhan jasmani yang salah, atau pemenuhan yang tercela. Oleh karena
itu, ketika Allah Swt. mengatur perbuatan-perbuatan manusia, Allah juga telah
mengatur pemenuhan terhadap naluri-naluri dan kebutuhan jasmani yaitu harus
diatur dan sesuai dengan hukum Islam.
Syari’at
Islam telah menjelaskan kepada manusia, hukum atas setiap peristiwa yang
terjadi. Itu sebabnya Allah Swt. mensyari’atkan halal dan haram. Syara’
mengandung perintah dan larangan-Nya, dan Allah Swt. meminta manusia untuk
berbuat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Swt. dan menjauhi apa yang
dilarang-Nya. Jika menyalahi hal tersebut, maka manusia telah melakukan
perbuatan tercela, yakni melakukan kejahatan. Oleh karena itu, orang-orang yang
berdosa harus dikenai sanksi (‘iqab).
Dengan demikian, manusia dituntut untuk mengerjakan apa yang diperintahkan
Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Perintah dan larangan tersebut tidak akan berarti sama
sekali jika tidak ada sanksi bagi orang yang melanggarnya. Syari’at Islam
menjelaskan bahwa bagi pelanggar akan dikenai sanksi di akhirat dan di dunia.
Allah Swt. akan memberi sanksi di akhirat bagi pelanggar, dan Allah juga akan
mengadzabnya kelak di hari kiamat. Firman Allah Swt.:
]وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ لَشَرَّ مَآبٍ@جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمِهَادُ[
“Beginilah (keadaan mereka). Dan sesungguhnya bagi
orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk,
(yaitu) neraka Jahannam, yang mereka masuk ke dalamnya; maka amat buruklah
Jahannam itu sebagai tempat tinggal.” (TQS. Shâd [38]: 55-56)
Sanksi (‘iqab) disyari’atkan untuk mencegah
manusia dari tindak kejahatan. Allah Swt. berfirman:
﴿وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾
‘Dan
dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertaqwa.’ (TQS.
al-Baqarah [2]:179)
Maksud ayat tersebut bahwa di
dalam pensyari’atan qishash bagi
kalian, yakni membunuh si pembunuh, terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu
menjaga jiwa (manusia). Sebab, jika pembunuh mengetahui akan dibunuh juga, maka
ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Itu sebabnya, di dalam qishash ada jaminan hidup bagi jiwa.
Pada ghalibnya, jika orang berakal mengetahui bahwa bila ia membunuh akan
dibunuh juga, maka ia tidak akan melakukan pembunuhan tersebut. Dengan
demikian, ‘uqubat (sanksi-sanksi)
berfungsi sebagai zawajir (pencegahan). Keberadaannya disebut sebagai zawajir, sebab dapat mencegah manusia dari tindak
kejahatan.
Sanksi di
dunia bagi para pendosa atas dosa yang dikerjakannya di dunia dapat
menghapuskan sanksi di akhirat bagi pelaku dosa tersebut. Hal itu karena
‘uqubat berfungsi sebagai zawajir
(pencegah) dan jawabir (penebus).
Keberadaan uqubat sebagai zawajir,
karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Keberadaan ‘uqubat sebagai zawabir, dikarenakan ’uqubat dapat
menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh
sanksi yang dijatuhkan negara Islam di dunia. Dalilnya adalah apa diriwayatkan
oleh Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit ra berkata:
«كُنَّا
عِنْدَ
النَّبِيِّ r فِي
مَجْلِسِ فَقَالَ:
بَايَعُوْنِي
عَلَى أَنْ
لاَ تُشْرِكُوْا
بِاللهِ
شَيْئاً،
وَلاَ
تَسْرُقُوْا
وَلاَ
تَزْنُوْا،
وَقَرَأَ
هَذِهِ اْلآيَةِ
كُلُّهَا،
فَمَنْ
وَفَّى
مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ
عَلَى اللهِ،
وَمَنْ
أَصَابَ مِنْ
ذَلِكَ
شَيْئاً
فَعُوْقِبُ
بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ
لَهُ، وَمَنْ
أَصَابَ مِنْ
ذَلِكَ
شَيْئًا
فَسَتَرَهُ
اللهُ
عَلَيْهِ
إِنْ شَاءَ
غُفِرَلَهُ،
وَإِنْ شَاءَ
عَذَّبَهُ»
“Kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu majelis dan beliau bersabda,
“Kalian telah membai’atku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak
mencuri, tidak berzina, kemudian beliau membaca keseluruhan ayat tersebut.
“Barangsiapa di antara kalian memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah, dan
barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barangsiapa
mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka Allah akan menutupinya, mungkin
mengampuni atau mengadzab.”
Hadits ini menjelaskan bahwa
sanksi dunia diperuntukkan untuk dosa tertentu, yakni sanksi yang dijatuhkan
negara Khilafah (pemerintah yang sah menurut hukum Allah Swt.) bagi pelaku dosa, dan ini akan menggugurkan
sanksi akhirat.
Dengan demikian, tidak ada satu sistem hukumpun di dunia ini
yang serupa sebagaimana sistem hukum Islam. Sistem hukum Islam berfungsi
sebagai pencegah (zawajir) atas
tindak kriminalitas sekaligus sebagai penebus (jawabir) atas tindakan jahat yang telah dilakukan oleh si
pelaku.
Hukuman Sanksi Islam Atas Kejahatan
Diolah dari
tulisannya Ir. Achmad Saifullah:
KEAMPUHAN SYARIAT ISLAM MENGATASI KRIMINALITAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar