4. Perundingan-Perundingan
langsung
a. Perundingan Utbah
Orang-orang Quraisy
melihat bahwa hari demi hari pengikut Rasulullah Saw. semakin bertambah. Sedang
perundingan-perundingan tidak langsung, tekanan dan penyiksaan yang mereka
lakukan tidak mampu memalingkan orang-orang dari keimanan. Maka mereka menetapkan
untuk beralih kepada perundingan-perundingan langsung. Apalagi setelah Hamzah
bin Abdul Muththalib masuk Islam, sebab hal itu sangat berperan dalam membantu
Rasulullah Saw. dan menopang posisi beliau. Dengan dilakukan perundingan
langsung ini berarti ada pengakuan secara resmi terhadap Muhammad dan
eksistensi dakwahnya.
Mereka berharap dengan
perundingan-perundingan langsung ini mampu membujuk Muhammad agar meninggalkan
dakwah yang mewajibkan kufur terhadap semua akidah yang rusak dan apa saja yang
bertentangan dengan akidah Islam, dan mewajibkan manusia mengambil semua yang
datang dari Allah.
Untuk tugas berunding
dengan Rasulullah Saw., kaum musyrikin telah memilih seorang yang memiliki jiwa
kepemimpinan, dikenal banyak orang, kuat dalam beragumentasi, dan mampu
melakukan bargaining dengan baik, orang
itu adalah Utbah bin Rabi’ah.
Utbah datang kepada
Rasulullah Saw., lalu dia berkata dengan manis, “ Wahai putra saudaraku,
sungguh kamu bagian dari hidup kami, aku tahu betul kamu berasal dari trah yang
mulia, begitu juga dengan kedudukan dan nasabmu. Aku juga tahu bahwa kamu
datang kepada kaummu dengan membawa perkara besar, dengannya kamu
cerai-beraikan persatuan mereka, kamu rendahkan mimpi-mimpi mereka, dan kamu
caci-maki nenek-nenek moyang mereka. Sekarang, tolong dengarkan aku, aku akan
menawarkan kepadamu banyak hal, maka perhatikanlah tawaran ini, semoga ada di
antara tawaran ini yang kamu terima.”
Rasulullah Saw.
berkata, “Wahai Abu Walid, katakanlah, aku pasti mendengarkannya.” Utbah
berkata, “Wahai putra saudaraku, jika kamu membawa perkara ini hanya untuk
tujuan mendapatkan harta, maka kami telah mengumpulkan harta-harta kami
untukmu, sehingga dengannya kamu akan menjadi orang terkaya di antara kami.
Jika yang kamu inginkan kemuliaan, maka kami jadikan kamu ketua kami, sehingga
tidak satupun perkara yang diputuskan tanpa kamu. Jika kamu ingin jadi raja,
maka kami jadikan kamu raja kami. Dan jika yang datang kepadamu itu khadam jin
yang membisiki kamu dan kamu tidak mampu menolaknya, maka kami carikan untuk
kamu dokter dan kami berikan kepadanya harta-harta kami, sehingga kamu dapat
lepas darinya, sebab seringkali jin menguasai seseorang, sampai seseorang itu
disembuhkan.”
Patut diduga bahwa
Utbah bin Rabi’ah tidak sungguh-sungguh dan serius dengan harta, kerajaan
dan... yang ditawarkan kepada Rasulullah Saw. Namun, itu hanya bargaining politik. Sehingga apabila
Rasulullah Saw. menerima salah satu di antara tawaran itu, maka dia akan
berkata lantang, bahwa Muhammad dengan dakwahnya itu bohong, dia hanya
menginginkan dunia. Jika hal itu terjadi, maka ia akan membunuh karakter
Muhammad dan dakwahnya. Dan jika Muhammad menolaknya, maka semakin kuatlah
opininya bahwa Muhammad benar-benar seorang yang ikhlas dalam berdakwah, dia
bukan orang yang mencari dunia dengan dakwahnya.
Rasulullah Saw.
benar-benar seorang yang jenius yang sulit untuk dijatuhkan ke dalam jerat
politik, sebab beliau Saw. memiliki target yang jelas dan tujuan yang tinggi...
Beliau akan terus dan terus melaksanakan perintah Tuhannya untuk menyampaikan
apa yang diperintahkan kepadanya untuk disampaikan.
Untuk itu, setelah
Utbah selesai berbicara beliau berkata, “Sudah selesai bicaramu, wahai Abu
Walid?” Dia berkata, “Ya.” Rasulullah Saw. berkata, “Sekarang giliran kamu
mendengarkan aku.” Dia berkata, “Baiklah.” Rasulullah Saw. berkata:
“Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan
dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan
yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya); maka
mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: “Hati kami berada dalam
tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya.” (TQS. Fushshilat
[41]: 1-5)
Rasulullah Saw. terus
melanjutkan bacaannya. Utbah mendengarkan dengan seksama apa yang dibaca
Rasulullah Saw. sambil bersandar pada kedua tangannya yang diletakkan di
belakang punggungnya. Ketika Rasulullah Saw. sampai pada ayat sajadah, yakni
firman Allah:
“Dan sebagian dari
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah
kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepadanya saja menyembah.”
(TQS. Fushshilat [41]: 37)
Rasulullah Saw. pun
bersujud. Kemudian Rasulullah Saw. berkata, “Wahai Abu Walid, setelah kamu
mendengarkan apa yang aku dengar, masihkah kamu dengan sikapmu?” Di saat itu
Utbah bin Rabiah yakin bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah untuk manusia
yang membawa beban risalah yang harus disampaikan, Muhammad jauh dari keinginan
mencari dunia, Muhammad jauh berbeda dari para pemimpin yang ada, maka Utbah
berpendapat bahwa ia wajib menyampaikan kepada kaumnya akan kepuasannya dengan
Muhammad, dan menasihati mereka sebagaimana nasihat yang diterimanya.
Dengan perasan batin
yang berubah, yang tampak pada roman mukanya, Utbah menemui orang-orang yang
telah lama menunggu kedatangannya. Melihat adanya perubahan pada diri Utbah,
sebagian dari mereka berkata pada sebagian yang lain, “Demi Allah, kami bersumpah,
sungguh Abu Walid telah datang kepada kalian, namun dengan wajah yang berbeda
dengan wajah ketika dia pergi.”
Ketika Utbah duduk di
hadapan mereka, mereka berkata: “Apa yang terjadi denganmu, wahai Abu Walid.”
Utbah berkata, “Yang terjadi denganku adalah bahwa aku telah mendengar
perkataan, demi Allah, aku belum pernah mendengar perkataan yang serupa
dengannya, ia bukan sya'ir, bukan sihir dan bukan pula mantra. Wahai
orang-orang Quraisy, turutilah aku, dan bersikaplah kepada Muhammad sebagaimana
aku, biarkan Muhammad dengan aktivitasnya, dan lupakan permusuhan kalian
dengannya. Demi Allah, ucapannya yang telah aku dengar darinya benar-benar
merupakan berita yang besar. Jika itu diperoleh bangsa Arab, maka kalian akan
merasa cukup dengannya saja tanpa yang lain, jika itu menguasai bangsa Arab,
maka kekuasaannya juga kekuasaan kalian, kemuliaannya juga kemuliaan kalian,
dan dengannya kalian akan menjadi orang yang paling bahagia.”
Mereka berkata, “Demi
Allah, kamu telah kacau dengan ocehanmu, wahai Abu Walid.” Utbah berkata,
“Inilah pendapatku mengenai Muhammad, sedang kalian berbuatlah apa yang menurut
kalian baik.”
b. Para pemimpin Quraisy
berkumpul untuk berunding
Para pemimpin Quraisy
yakin bahwa Utbah bin Rabilah tidak mampu memberikan argumentasi yang kuat
untuk meyakinkan Muhammad agar berhenti dari menyebarkan pemikiran-pemikiran
Islam, dan menyeru manusia agar memeluknya. Karenanya, mereka semakin marah,
sebab masalah Muhammad tidak mampu mereka atasi.
Di Mekkah Islam terus
menyebar dari rumah ke rumah,
dan hari demi hari pengikut Muhammad terus bertambah. Sedangkan kaum Quraisy
tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk memburu dan menekan para
pengikut Muhammad Saw. Tekanan yang mereka lakukan tidak berpengaruh sama
sekali, sebaliknya tekanan itu justru menambah keteguhan dan kesabaran mereka.
Untuk itu, mereka
bersepakat mempertemukan Muhammad Saw. dengan para pembesar Quraisy dari
tiap-tiap suku. Mereka itu adalah Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu
Sufyan bin Harb, an-Nadhar bin al-Harits, Abu al-Bakhtari bin Hisyam, al-Aswad
bin al-Muththalib, Zam'ah bin al-Aswad, al-Walid bin al-Mughirah, Abu Jahal bin
Hisyam, Abdullah bin Abi Umayyah, al-‘Ash bin Wail, Nubaih dan Munabbih
keduanya putra al-Hajjaj, dan Umayyah bin Khalaf. Mereka semua berkumpul untuk
berunding dengan Muhammad. Mereka melakukan itu karena tidak seorangpun dari
mereka yang mampu memberikan argumentasi yang memuaskan Muhammad.
Setelah berkumpul,
mereka mengutus seseorang untuk memberitahukan rencana mereka kepada Muhammad.
Utusan itu berkata kepada Muhammad, “Sungguh, para pembesar kaummu telah
berkumpul. Mereka ingin berbicara denganmu, untuk itu temuilah mereka.”
Rasulullah Saw. pun segera mendatangi mereka. Rasulullah Saw. menduga bahwa
seruannya telah mulai direspon oleh mereka, beliau optimis mereka mau
dibimbingnya, meski sulit bagi beliau lepas dari kekangannya.
Setelah beliau berada
di hadapan mereka, mereka berkata, “Wahai Muhammad, demi Allah, kami belum
pernah tahu bahwa ada orang di antara bangsa Arab yang mengajari kaumnya
seperti yang kamu ajarkan kepada kaummu. Kamu mencaci-maki nenek moyang-nenek
moyangnya, agamanya dan Tuhannya, melecehkan mimpi-mimpinya, mencerai-beraikan
persatuannya, sehingga tidak satupun perkara buruk yang tersisa, kecuali kamu
datang menyerangnya di tengah-tengah kami. Jika kedatanganmu dengan membawa
perkara (Islam) ini hanya untuk tujuan mendapatkan harta, maka kami telah
mengumpulkan harta-harta kami untukmu, sehingga kamu akan menjadi orang terkaya
di antara kami. Jika yang kamu inginkan kemuliaan, maka kamu jadi ketua kami,
sehingga tidak satupun perkara yang diputuskan tanpa kamu. Jika kamu ingin jadi
raja, maka kami jadikan kamu raja kami. Dan jika yang datang kepadamu itu
khadam jin yang menguasai kamu, maka akan kami berikan harta-harta kami untuk
mendapatkan dokter yang dapat membebaskan kamu darinya.”
Rasulullah Saw.
berkata, “Aku tidak seperti yang kamu katakan. Aku datang dengan membawa
perkara (Islam) ini kepada kalian sedikitpun tidak untuk mencari harta,
kemuliaan dan kekuasaan (sebagaimana jahiliyah), namun Allah mengutusku menjadi
rasul untuk kalian. Dia telah menurunkan kitab kepadaku, dan memerintahkan aku
agar menjadi pemberi kabar gembira dan sekaligus pemberi peringatan kepada
kalian. Untuk itu kami sampaikan kepada kalian risalah (ajaran) Tuhanku, dan
aku nasihati kalian agar mengikutinya. Jika kalian mau menerima dariku apa
(ajaran) yang aku bawa untuk kalian, maka hal itu untuk kebaikan kalian
sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Jika kalian menolaknya, maka aku akan
tetap sabar demi menjalankan perintah Allah, sampai Allah memberi keputusan
antara aku dan kalian.”
Demikianlah sikap yang
harus dimiliki oleh para pengemban ideologi dan para juru dakwah Islam, yaitu
sikap tidak mau melakukan bargaining,
apalagi menukarnya dengan kesenangan-kesenangan
dunia.
Mengapa ketika beliau
ditawari kekuasaan dan kepemimpinan oleh kaum Quraisy beliau tidak mau
menerimanya? Di sini kami akan menjelaskan beberapa poin politis terpenting
terkait dengan tujuan penolakan Rasulullah Saw. terhadap tawaran tersebut.
1. Negara manapun tidak akan tegak di atas
dukungan sebagian kecil rakyat, tidak akan kokoh dan kuat negara yang hanya
didirikan oleh sekelompok orang. Mengingat dukungan ketika itu belum memenuhi
syarat untuk mendirikan negara yang diinginkan oleh Rasulullah Saw. maka beliau
pun menolak tawaran tersebut.
2. Negara membutuhkan pada aparat manusia yang
benar-benar percaya dan ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Ketika kekuasaan itu
ditawarkan kepada Rasulullah Saw. beliau belum menyiapkan aparat yang memadai
yang mampu memberikan kepuasan ketika ditugasi mengurusi administrasi dan
hal-hal yang terkait langsung dengan tugas-tugas negara. Sebab, tidak mungkin
suatu negara tegak dengan bantuan orang-orang yang sama sekali tidak percaya,
apalagi ikhlas dalam bertugas.
3. Negara yang tegak di tengah-tengah musuhnya
akan benar-benar menjadi negara yang tidak berdaya untuk memperluas
kekuasaannya, di samping berisiko sekali, sebab mereka akan selalu
memata-matainya. Untuk itu, selama Rasulullah Saw. masih belum mampu pada periode
ini untuk memperluas pengaruhnya di tengah-tengah kaum Quraisy, maka langkah
terbaik bagi beliau adalah menunda dulu berdirinya negara sampai beliau
benar-benar mampu.
4. Negara yang diinginkan oleh Rasulullah Saw.
adalah negara yang dibangunnya sendiri bersama generasi-generasi
Islam, bukan negara ciptaan musuh-musuh Islam. Kepemimpinan yang diinginkan
beliau adalah kepemimpinan yang diberikan kaum muslimin, yang kaum muslimin
benar-benar berkuasa dengan kepemimpinan
itu. Jadi, beliau tidak menginginkan kepemimpinan yang dengan kepemimpinan itu
beliau hanya menjadi buruh
musuh-musuh Allah, serta memusuhi ideologi yang beliau emban. Sebab, negara
yang demikian ini tidak mungkin mampu menjalankan kedaulatan syariat
Islam dengan sempurna dan menegakkan ideologinya sesuai yang diinginkan.
Maka demi semua itulah
Rasulullah Saw. menolak kekuasaan yang ditawarkan oleh kaum musyrikin kepada
beliau.
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar