Keputusan Membunuh Muhammad Saw.
Muhammad bukan orang
biasa yang mudah terpengaruh dengan tawaran-tawaran kompromi yang bisa
melemahkan jiwanya, sehingga akhirnya mengubah keputusan yang telah beliau
tetapkan, sebab Allah Swt. telah menyiapkan beliau secara khusus sehingga
beliau pantas untuk mengemban risalah yang diturunkan Allah kepadanya. Beliau
mampu menghadapi berbagai kesulitan yang dihadapinya tanpa ada pengaruh
terhadap keteguhannya terhadap ideologi Islam.
Musuh-musuh Muhammad
telah mengetahui hal itu ketika mereka duduk bersanding dengan Muhammad dan
mendebatnya. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa tidak ada cara lain untuk
menghindari dakwah Muhammad, selain dengan cara membunuhnya.
Sebagaimana perkataan
Abu Jahal terhadap para pemimpin Quraisy, “Wahai orang-arang Quraisy, sungguh
Muhammad tidak mau melakukan apa-apa, kecuali dia terus-menerus mencaci-maki
agama kami, nenek-nenek moyang kami, dan tuhan-tuhan kami, serta melecehkan mimpi-mimpi
kami seperti kalian lihat sendiri. Sungguh aku berjanji kepada Allah bahwa
besok aku akan menemui Muhammad dengan membawa batu yang aku tidak kuat
memikulnya. Sehingga, apabila dia telah bersujud dalam shalatnya, maka aku
pecahkan kepalanya dengan batu itu. Kalian serahkan saja pekerjaan itu kepadaku
atau kalian menghalangiku. Setelah itu, biarkan saja Bani Abdi Manaf berbuat
sesuatu yang menjadi tanggungjawabnya.”
Mereka berkata, “Demi
Allah, kami tidak akan menyerahkan sesuatu selamanya kepadamu, namun kami tidak
akan mencegah kamu melakukan apa yang kamu inginkan.”
Ketika pagi tiba, Abu
Jahal mengambil batu seperti yang dia sifati, lalu dia menunggu Rasulullah Saw.
datang. Rasulullah Saw. pergi pagi-pagi seperti biasanya. Beliau di Mekkah,
sedang kiblat berada di Baitul Maqdis di Syam. Sehingga, ketika beliau shalat,
maka beliau shalat di antara dua sudut, yaitu sudut bagian luar dan sudut
hitam. Beliau menjadikan Ka’bah berada antara dua sudut dan Syam. Beliau mulai
shalat. Orang-orang Quraisy juga pergi pagi-pagi, mereka duduk di tempat yang
biasa mereka berkumpul guna melihat apa yang dilakukan Abu Jahal.
Ketika Rasulullah Saw.
telah bersujud, Abu Jahal mengangkat batu itu, lalu dia pergi menuju Rasulullah
Saw. Ketika dia telah dekat dengan beliau, tiba-tiba dia kembali sambil berlari
dan menjerit ketakutan. Keringat di tangannya membasahi batu, hingga batu lepas
dari tangannya.
Orang-orang Quraisy
bangkit mendekatinya, mereka berkata, “Ada apa dengan kamu, wahai Aba
al-Hakam.” Abu Jahal berkata: “Aku mendekati Muhammad untuk melakukan apa yang
aku katakan kepada kalian semalam. Anehnya, ketika aku telah berhasil
mendekatinya, maka yang aku lihat bukan dia, tetapi unta. Tidak, demi Allah,
aku belum pernah sama sekali melihat unta yang kepala dan lehernya sangat besar
dan kuat, serta bertaring seperti yang aku lihat ini. Unta itu hendak
memakanku.”
Penyiksaan Fisik
Ketika usahanya yang
terakhir ini juga gagal, maka mereka yang berkonspirasi kembali memutuskan
penggunaan kembali cara-cara penindasan fisik, seperti pembunuhan dan
penyiksaan. Untuk itu, diintruksikan kepada tiap-tiap suku agar penyiksaan itu
diarahkan pada kaum muslimin yang status sosialnya lemah.
Maka mulailah mereka
menangkapinya dan menyiksanya dengan dipukuli dan dijemur di tengah-tengah
terik panasnya kota Mekkah yang suhu panasnya sangat tinggi. Dalam penyiksaan
itu mereka dibiarkan lapar dan haus. Mereka disiksa agar keluar dari agamanya,
sehingga di antara mereka ada yang disiksa dengan tidak manusiawi, namun Allah
menjaganya, sehingga mereka tetap tegar dalam menghadapi siksaan yang tidak
manusiawi itu.
Di antara mereka yang
disiksa secara tidak manusiawi adalah Bilal bin Rabah al-Habsyi. Bilal adalah
budak salah seorang Bani Jumah. Di siang hari yang sangat panas Umayyah bin
Khalaf al-Jumahi menarik Bilal ke jalan di Mekkah yang penuh krikil, setelah meletakkan
batu besar di atas dada Bilal dia berkata, “Demi Allah, penyiksaan ini akan
terus berlangsung sampai kamu mati, atau kamu mengingkari Muhammad dan mau lagi
menyembah Lata dan Uzza.”
Dalam menahan siksaan
yang tidak manusiawi ini Bilal terus-menerus berkata, “Ahad, ahad...”
Ketika Bilal dalam
penyiksaan Abu Bakar lewat di tempat itu, lalu Abu Bakar berkata kepada Umayyah
bin Khalaf, “Ingat! Takutlah kamu kepada Allah sebab orang miskin ini... sampai
kapan kamu akan terus menyiksanya?” Umayyah berkata, “Kamu yang membuatnya rusak,
untuk itu selamatkan dia, jika kamu mau.” Abu Bakar berkata, “Baik, aku
lakukan. Aku memiliki budak hitam yang lebih kuat darinya dan lebih percaya
terhadap agamamu. Aku berikan dia kepadamu untuk ditukar dengannya.” Umayyah
berkata, “Tawaranmu aku terima.” Abu Bakar berkata, “Dia milikmu.” Abu Bakar
mengambil Bilal dan lalu memerdekakannya.
Di antara mereka yang
mendapat siksaan yang tidak manusiawi adalah Zinnirah. Siksaan yang diterimanya
menyebabkan dia buta, sebab dia sering dipukuli kepalanya.
Di antaranya juga
adalah budak wanita Bani Muammal yang mendapat siksaan dari Umar bin Khaththab
sebelum hatinya mendapatkan jalan menuju iman.
Sehingga, apabila Umar telah merasa lelah dalam menyiksanya, maka dia berkata
sambil mengolok-oloknya, “Aku beri tahu kamu, bahwa aku tidak akan berhenti
menyiksamu hingga aku bosan.”
Di antaranya juga
adalah Ammar bin Yasir, ibunya, serta ayahnya. Mereka dijemur di tengah
panasnya suhu di Mekkah, di samping mereka juga dipanggang di atas api. Ketika
mereka dalam penyiksaan, Rasulullah Saw. melihat sendiri kekejaman kaum Quraisy
terhadap mereka. Lalu Rasulullah Saw. berkata, “Tetap bersabarlah keluarga
Yasir, sunggub telah disediakan untuk kalian Surga!” Mereka pun bersabar dan
terus tetap bersabar
hingga Sumayyah ibu Ammar meninggal dalam penyiksaan kaum musyrikin.
Menanggung siksaan
keras yang mengerikan itu tidak ubahnya memikul gunung yang kokoh, yang hanya
mampu dipikul oleh mereka yang memiliki kekuatan besar, sehingga tidak semua
orang mampu memikulnya, ketidakmampuan mereka bukan berarti iman mereka lemah,
tetapi lebih dikarenakan mereka adalah manusia, sedang manusia kemampuan
memikulnya terbatas.
Sehingga, apabila
salah seorang dari mereka sudah tidak mampu lagi memikul siksaan, maka dia
menurut saja kehendak orang yang menyiksanya, sedangkan hatinya tetap dengan
keimanannya, dengan cara demikian siksaan terhadap dirinya terkurangi, bahkan
di antara mereka ada yang dengan terpaksa mengucapkan kata-kata kufur, sedang
hatinya tetap dengan keimanannya.
Berkata Sa’id bin
Jubair, “Aku bertanya kepada Abdullah bin Abbas, “Apakah kaum musyrikin sangat
kejam dan tidak manusiawi dalam menyiksa para sahabat Rasulullah Saw. ketika
mereka menginginkan para sahabat Rasulullah Saw. murtad dari agamanya?”
Abdullah menjawab, “Ya, benar, apabila mereka menyiksa salah seorang sahabat,
mereka memukulnya dengan kejam, membiarkannya lapar dan haus, hingga dia tidak
mampu duduk, karena kerasnya siksaan yang dia terima, akhirnya dia menuruti apa
yang dia minta. Ketika orang-orang musyrikin berkata kepadanya, “Tidakkah Lata
dan Uzza itu tuhanmu selain Allah?” maka dia menjawab, “Ya.” Bahkan ketika
mereka melihat kumbang, mereka berkata kepadanya, “Tidakkah kumbang ini tuhanmu
juga selain Allah?” dia menjawab, “Ya.” Dia melakukan itu karena dia sudah
tidak mampu lagi memikul siksaan yang kejam itu.”
Ya Allah... Mereka
sabar memikul semua siksaan itu demi mempertahankan iman
yang bersarang di dalam hatinya, dan demi sampainya iman yang panas bercahaya
ini pada semua umat yang ada di seluruh penjuru dunia. Namun, ketika iman itu
sampai pada kaum muslimin
sekarang melalui aliran darah orang-orang baik, maka mereka ada yang menjualnya
kepada setan dengan harga yang sangat murah, mereka menjualnya dengan kedudukan
yang fana, dengan kata-kata yang menyesatkan, dan dengan harta
yang sedikit… Sungguh, celakalah mereka dengan transaksi penjualannya itu!
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar