c. Keberhasilan Rasulullah Saw.
Memasuki Madinah al-Munawwarah
Telah sampai pada
kelompok-kelompok pelindung -yang sebelumnya telah dikirim oleh Rasulullah Saw.
ke Madinah- berita tentang keluarnya Rasulullah Saw. dari Makkah, maka mulailah
mereka menunggu kedatangannya. Mereka pergi ke tempat-tempat tinggi di Madinah,
ke Quba’ untuk menunggu kedatangannya. Mereka tetap berada di tempat-tempat itu
hingga menjelang dzuhur. Sehingga, ketika saat Rasulullah Saw. tiba,
orang-orang telah berada di dalam rumah mereka karena suhu di luar sangat
panas. Tiba-tiba terdengar suara seorang Yahudi menyeru: “Wahai Bani Qilab, ini
kakek kalian telah tiba!” Mereka ramai-ramai keluar menjemput Rasulullah Saw.,
namun sebagian besar mereka tidak mengenal Rasulullah Saw., sehingga mereka
tidak dapat membedakan antara Rasulullah Saw. dengan Abu Bakar. Bahkan ketika
mereka melihat Abu Bakar, Abu Bakar dipayungi agar tidak disengat panasnya
matahari. Mereka menyangka Abu Bakar itu adalah Rasulullah Saw. Rasulullah Saw.
singgah di rumah Kultsum bin Hidam, dan beliau mengadakan pertemuan dengan
orang-orang di rumah Sa’ad bin Khaitsamah, sebab Sa’ad bin Khaitsamah seorang
bujang. Sedang Abu Bakar singgah di rumah Hubaib bin Isaf.
Tidak lama kemudian,
Ali bin Abi Thalib menyusul Rasulullah Saw. di Quba’, setelah dia tinggal di
Makkah selama tiga hari sejak Rasulullah Saw. meninggalkan Makkah. Setelah tiga
hari berlalu, dia pergi ke Madinah al-Munawwarah. Dia menyusul Rasulullah di
Quba'. Dan dia singgah di rumah Kultsum bin Hidam bersama Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw.
tinggal di Quba' di daerah Bani Amru bin Auf pada hari Senin, Selasa, Rabu dan
Kamis. Di tengah-tengah beliau tinggal di Quba’ beliau membangun masjid yang
sampai saat ini dikenal dengan masjid Quba’. Dan terkait dengan masjid ini
Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya masjid yang dibangun atas dasar takwa
(masjid Quba’) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di
dalamnya…” (TQS at-Taubah [9]: 108)
Selanjutnya Rasulullah
Saw. pergi ke masjid ini setiap seminggu sekali, lalu di masjid ini beliau
shalat dua rakaat, setelah itu beliau kembali ke Madinah. Selanjutnya, pada
hari jum’at Rasulullah Saw. pergi meninggalkan Quba’ menuju Madinah
al-Munawwarah. Sedangkan kelompok pelindung dari kaum Muhajirin dan Anshar
dalam kondisi siap-siaga menghadapi setiap kemungkinan yang akan terjadi.
Rasulullah Saw.
mendapatkan perintah shalat jum'at ketika masih dalam perjalanan, tepatnya di
daerah Bani Salim bin Auf, lalu beliau menjalankan shalat jum’at di masjid yang
berada di tengah lembah Ranuna’.
Beliau memasuki
Madinah sambil mengendarai untanya. Tiap-tiap orang manawarkan diri agar
Rasulullah Saw. sudi singgah di rumahnya. Rasulullah Saw. tidak mampu menjawab
tawaran baik itu, selain mengatakan kepada mereka; “Berikan dia -yakni unta
beliau- jalan, sebab dialah yang diberi kuasa untuk menentukan.” Ketika unta
itu sampai di daerah Bani Malik bin an-Najjar, maka unta itu mendekam di pintu
masjid Rasulullah Saw. Tempat unta berdekam ketika itu masih berupa tempat
pengeringan kurma milik dua anak yatim dari Bani an-Najjar -keduanya dalam
asuhan Mu'ad bin ‘Afra’- yaitu Sahal dan Suhail, keduanya adalah putra Amru.
Ketika unta itu
mendekam Rasulullah Saw. tidak turun dan tidak melompat, lalu unta itu berjalan
lagi dengan jarak yang tidak begitu jauh, kemudian unta itu menoleh ke
belakang, padahal Rasulullah Saw. tidak memegang kendali dan tidak menariknya
agar belok, namun unta itu berbalik ke tempat pertama kali dia mendekam.
Kemudian bergerak, bersuara dan membaringkan tubuhnya. Baru ketika itu
Rasulullah Saw. turun. Barang bawaan Rasulullah Saw. dibawa oleh Abu Ayyub
Khalid bin Zaid lalu ditaruh di rumahnya.
Setelah Rasulullah
Saw. singgah, Rasulullah Saw. bertanya tentang tempat pengeringan kurma itu:
“Milik siapa tempat pengeringan kurma ini?” Mu’ad bin ‘Afra’ menjawab: “Dia itu
milik Sahal dan Suhail, wahai Rasulullah, keduanya anak yatim yang berada dalam
asuhanku, dan aku akan meminta keduanya agar rela di atas sebagian tanahnya
dibangun masjid.”
5. Membangun Masjid Di Madinah
Rasulullah Saw.
memerintahkan agar membangun sebuah masjid. Rasulullah Saw. tinggal di rumah
Abu Ayyub, hingga selesai dibangunkan masjid dan tempat tinggalnya. Rasulullah
Saw. terjun sendiri dalam proses pembangunannya, agar kaum muslimin merasa
senang dalam melakukannya.
Kaum Muhajirin dan
kaum Anshar bahu-membahu dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pembangunannya.
Sehingga, salah seorang di antara kaum muslimin berkata:
“Jika kami hanya
berpangku-tangan saja, sedang Nabi sendiri giat bekerja
Niscaya itulah amal kesesatan
yang membuat kami sengsara.”
Kaum muslimin saling
bahu-membahu dan bekerjasama dalam membangun masjid dan tempat tinggal bagi
Rasulullah Saw. Mereka berkata: “Tiada
kehidupan, kecuali kehidupan akhirat. Ya Allah, rahmatilah kaum Muhajirin dan
kaum Anshar.” Rasulullah Saw. juga berkata: “Tiada kehidupan, kecuali kehidupan akhirat. Ya Allah, rahmatilah kaum
Muhajirin dan kaum Anshar.”
Rasulullah Saw.
tinggal di rumah Abu Ayyub selama tujuh bulan, hingga selesai dibangunkannya
masjid dan tempat tinggal beliau. Kemudian beliau pindah dari rumah Abu Ayyub
al-Anshari ke tempat tinggal beliau sendiri.
Yang harus kami
perhatikan bahwa Rasulullah Saw. ketika singgah di Quba’, maka beliau membangun
masjid di sana. Begitu juga, ketika beliau sampai di Madinah, maka aktivitas
pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid. Kenapa keinginan membangun
masjid ini senantiasa bergelora dalam diri Rasulullah Saw. di manapun beliau
berada? Sebab, masjid merupakan tempat mengangkat kedua tangan ke langit guna
memohon rahmat, atau masjid merupakan tempat mendidik jiwa agar senantiasa
takwa kepada Allah dan selalu mentaati perintah-Nya, atau masjid merupakan
tempat bertemunya kaum muslimin, sehingga mereka saling kenal-mengenal dan
saling kasih-mengasihi, atau masjid merupakan tempat belajar, atau masjid
merupakan pusat kepemimpinan, atau masjid merupakan tempat titik tolaknya
masyarakat baru, dan di masjid ini pula dirancang bangunan peradaban baru. Yang
benar, karena semua inilah, maka keinginan membangun masjid senantiasa
bergelora dalam diri Rasulullah Saw. di manapun beliau berada, dan karena semua
ini pula Rasulullah Saw. turun tangan sendiri dalam membangunnya. Turun
tangannya Rasulullah Saw. dalam membangun masjid merupakan tindakan yang
efektif dalam rangka membangun masyarakat baru yang dengan sungguh-sungguh
Rasulullah Saw. berusaha mewujudkannya.
6. Mewaiibkan Seluruh Kaum
Muslimin Hijrah Ke Madinah
Setelah Rasulullah
Saw. menginjakkan kedua kakinya di Madinah al-Munawwarah, maka beliau segera
mewujudkan bangunan Negara Islam di Madinah. Untuk itu, beliau mewajibkan
setiap orang Islam di manapun berada agar segera hijrah, kecuali orang-orang
yang berhalangan. Sebab, Negara Islam butuh pada fasilitas dan bantuan
setiap orang Islam, seperti tenaga dan harta, di samping agar kaum muslimin
semuanya berada dalam satu wilayah dan dalam perlindungan Negara
Islam, sehingga mereka tidak menjadi orang-orang yang tertindas di bumi.
“Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum
berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atas kamu melindungi mereka,
sebelum mereka berhijrah.” (TQS. al-Anfaal [8]: 72)
Berdasarkan hal itu,
maka mereka berturut-turut hijrah kepada Rasulullah Saw. Sehingga Ibnu Ishak
berkata: “Tidak satupun dari mereka yang masih tinggal di Makkah, kecuali
mereka yang disiksa dan dipenjara.” Bahkan ada beberapa keluarga yang semua
keluarganya pergi kepada Rasulullah Saw., dan membiarkan rumah mereka di Makkah
kosong tiada seorangpun. Di antara mereka itu adalah Banu Mazh’un dari Bani
Jumah, Banu Jahsy bin Riab sekutu Bani Umayyah, Banu al-Bukair dari Bani Sa’ad
bin Laits sekutu Bani ‘Adi bin Ka'ab, dan lain-lainnya.”
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar