6. Kembali Pada (Upaya)
Perundingan-Perundingan Dan Hasil-Hasilnya
Kaum Quraisy telah
merasakan betul lemahnya posisi mereka setelah tampak terjadinya penggembosan
dalam barisan mereka, serta adanya sebagian pembesar mereka yang mulai simpatik
terhadap Muhammad Saw. Ini semua merupakan sinyal akan kehancurannya, sebab fenomena
yang terjadi sebagai isyarat awal kegagalan, khususnya usaha keras oleh mereka
yang simpatik terhadap Muhammad Saw. telah berhasil mewujudkan apa yang mereka
inginkan, yaitu mengakhiri pemboikotan dan merobek lembaran yang isinya
perintah pemboikotan.
Secara khusus -yang
juga merupakan sinyal kehancuran mereka adalah- adanya dua orang tokoh mereka
yang paling kuat dan keras dalam menjaga harga diri telah beriman dengan
Muhammad Saw. dan mengumumkan loyalitasnya terhadap Muhammad Saw., dua orang
tokoh itu adalah Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab. Di samping
itu juga agama
Muhammad Saw. beritanya telah tersebar di seluruh suku. Sehingga mereka tidak
mampu lagi membuat keputusan yang berisi tekanan
ataupun larangan.
Untuk itu para
pemimpin Quraisy memandang cara yang paling bijak adalah melakukan kembali
kompromi damai dengan Muhammad Saw. Dengan demikian, Muhammad Saw. tidak menyerang
mereka, sebaliknya mereka tidak menyerang Muhammad Saw., Muhammad Saw. bebas
beribadah dan mereka juga bebas menyembah patung-patung mereka, Muhammad Saw.
tidak mengejek peribadatan mereka dan mereka juga tidak mengejek peribadatan
Muhammad Saw.
Para pemimpin Quraisy
menemui Abu Thalib -ketika itu Abu Thalib sedang sakit- lalu mereka
menyampaikan apa yang telah menjadi kesepakatan mereka. Mereka berkata kepada
Abu Thalib, “Wahai Abu Thalib, sungguh kami tahu bahwa kamu masih berada pada
pihak kami, kami lihat bahwa hidupmu sudah tidak lama lagi, kami sangat
mengkhawatirkanmu. Kamu kan tahu bahwa antara kami dan keponakanmu ada masalah.
Untuk itu, panggillah dia, lalu ambillah perjanjian darinya untuk kami, begitu
juga ambillah perjanjian dari kami untuknya, agar dia tidak menyerang
[ideologi] kami dan kami tidak menyerangnya, dia membiarkan kami menjalankan
agama kami [tanpa kritik] dan kami membiarkannya menjalankan agamanya.”
Lalu Abu Thalib
mengutus orang untuk memanggil Muhammad, setelah Muhammad datang, Abu Thalib
berkata, “Wahai keponakanku, mereka ini para pembesar kaummu, mereka hendak
membuat kesepakatan denganmu.” Rasulullah Saw. berkata, “Baik, kesepakatan yang
akan kalian buat adalah kesepakatan yang mampu menguasai bangsa Arab dan
menjadikan agama kalian dianut oleh orang selain Arab.” Abu Jahal berkata,
“Baik, demi ayahmu dan demi awal kesepakatan ini.” Muhammad Saw. berkata,
“Katakanlah oleh kalian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan lalu buanglah
sesembahan kalian yang selain Allah.” Mereka mengulurkan tangannya, lalu
berkata, “Wahai Muhammad, apakah kamu hendak menjadikan tuhan-tuhan hanya satu
Tuhan saja, tidakkah agamamu ini benar-benar sesuatu yang ajaib.” Kemudian,
satu sama lain di antara mereka berkata, “Sungguh, demi Allah, orang ini tidak
memberi kalian sesuatu yang kalian ingini. Untuk itu, tinggalkanlah dan
tetaplah dengan agama nenek moyang kalian, sampai Allah membuat keputusan
antara kalian dan dia.” Lalu satu persatu mereka pergi.
Sehubungan dengan
peristiwa ini Allah menurunkan wahyu,
“Shaad, demi al-Qur'an yang mempunyai
keagungan. Sesungguhnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan
permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami
binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk
lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi
peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata:
"Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal
yang sangat mengherankan.” Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya
berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu,
sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah
mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; ini (mengesakan Allah), tidak lain
hanyalah (dusta) yang diada-adakan,” (TQS. Shaad [38]: 1-7)
(Yang dimaksud oleh
orang-orang kafir Quraisy dengan “al-millah
al-akhirah/ agama yang terakhir” adalah agama Nashrani yang penganutnya
tidak bertauhid)
Akan tetapi, tidak
lama kemudian setelah berlangsungnya pertemuan itu, Abu Thalib meninggal. Dan
beberapa hari kemudian setelah meninggalnya Abu Thalib, Khadijah ra. istri
Rasulullah Saw. juga meninggal. Rasulullah Saw. sangat terpukul dan sangat
sedih sebab meninggalnya dua orang yang beliau cintai. Dengan perginya Abu
Thalib, penolong sekaligus pelindung bagi Rasulullah Saw., maka tangan dan
mulut yang sebelumnya tidak mampu berbuat banyak, sekarang bebas berbuat apa
saja. Sekarang kaum musyrikin dapat berbuat apa saja yang tidak dapat mereka
lakukan terhadap Rasulullah Saw. ketika pamannya masih hidup.
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar