Ibadah Haji dan Umrah
1. Ihram
Perbuatan yang pertama
kali dilakukan dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah adalah ihram. Sebaiknya kita mengetahui tempat dan
waktu ihram dan segala sesuatu yang dilakukan sebelum ihram.
Kita harus mengetahui
makna ihram, macam-macam ibadah yang dilakukan ketika berihram, dzikir yang
diucapkan ketika dan sesudah ihram dan segala sesuatu yang tidak boleh
dilakukan oleh orang yang sedang ihram (muhrim).
A. Pengertian Ihram
Ihram adalah niat
untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah sesuai yang dikehendaki. Ketika
engkau niat melakukan salah satu ibadah ini (haji atau umrah), maka berarti
engkau sudah berihram, walaupun tanpa mengucapkan niat itu.
B. Tempat (Miqat) Ihram
Yaitu tempat-tempat
dan waktu-waktu yang ditentukan oleh Rasulullah s.a.w. untuk berihram bagi
orang yang akan melakukan haji atau umrah. Tempat-tempat itu ada lima:
1) Dzul Hulaifah:
Sekarang dikenal dengan nama Bir Ali. Tempat ini menjadi miqat untuk penduduk
Madinah dan mereka yang datang melalui arah Madinah.
2) Juhfah: Yaitu
lokasi yang dekat dengan Rabigh dengan melalui jalan pesisir pantai.
Orang-orang yang melaksanakan ihram saat ini banyak yang melakukannya dari
Rabigh sebagai pengganti dari Juhfah. Juhfah merupakan miqat untuk jamaah Haji
yang berasal dari Maghrib (Maroko), Syam, Mesir dan mereka yang datang melalui
jalan (arah) Juhfah.
3) Yalamlam: Sekarang
dikenal dengan Sa'diyah, yaitu miqat bagi penduduk yang berasal dari Yaman dan
mereka yang datang melalui jalan (arah) Yalamlam.
4) Qarnul Manazil:
Sekarang dikenal dengan Sail, yaitu miqat bagi penduduk Najed dan mereka yang
datang dari jalan (arah) tempat ini.
5) Dzatu Irqin: Miqat
bagi penduduk Iraq dan mereka yang datang dari jalan (arah) Iraq.
6) Adapun orang-orang
yang rumahnya tidak berada di tempat-tempat (miqat-miqat) tadi, tapi mereka
tinggal di sekitar Makkah, maka mereka berihram untuk haji atau umrah dari
rumahnya.
Dan orang yang tempat
tinggalnya di Makkah, maka dia berihram untuk umrah
dari tempat di luar Makkah (Tan'im atau Ji'ranah).
Jika dia berihram
untuk haji, maka miqatnya di rumahnya (Makkah).
Adapun orang yang
melalui miqat-miqat di atas dan tidak berkehendak untuk haji atau umrah, tetapi
dia baru berkehendak untuk haji atau umrah setelah melewati miqat-miqat tadi,
maka dia berihram di tempat di mana dia berkehendak untuk haji dan atau umrah.
Dia tidak boleh melewati tempat di mana dia berniat ihram, kecuali dalam
keadaan berihram (muhrim).
C. Waktu Pelaksanaan Ihram Untuk
Haji
Waktunya seperti yang
diisyaratkan oleh Allah dalam al-Qur'an: ”Haji itu dilakukan pada bulan-bulan
tertentu." (TQS. al-Baqarah: 197), yaitu pada bulan Syawal, Dzulqa'dah,
dan sepuluh hari pada bulan Dzulhijah. Jika ada orang yang melaksanakan ihram
untuk haji sebelum bulan-bulan ini, maka ihramnya tidak sah menurut pendapat
mayoritas ulama.
D. Hal-hal yang Harus
Dilaksanakan Orang yang Berhaji Sebelum Ihram
1) Melakukan segala
sesuatu yang perlu dilakukan: memotong kuku, memotong kumis, mencabut bulu
ketiak dan rambut kemaluan.
2) Mandi dengan
membersihkan seluruh anggota tubuh. Hukum mandi ini bukan wajib, akan tetapi
sunah, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Begitu juga bagi perempuan yang
sedang haid (menstruasi) atau nifas (darah yang keluar setelah melahirkan).
3) Bagi laki-laki
harus melepas pakaian yang berjahit kemudian memakai dua kain yang tidak
berjahit; untuk bagian bawah (seperti sarung) dan untuk bagian atas (dengan
diselendangkan). Disunahkan dua kain itu berwarna putih bersih.
Bagi perempuan harus
melepaskan kain cadar (niqab) dan sesuatu yang secara khusus dirancang untuk
menutupi wajah kaum perempuan. Mereka menggantinya dengan kerudung (khimar).
Demikian juga ketika
melaksanakan ihram, bagi perempuan diharuskan melepas sarung tangan yang
biasanya menutupi bagian telapak tangannya. Dengan demikian selain cadar dan
sarung tangan tidak dilarang untuk dipakai, yaitu sesuatu yang memang biasa
dipakai dan tidak ada hiasannya. Dalam ihram tidak ada ketentuan khusus tentang
warna pakaian yang dipakai oleh kaum perempuan.
4) Dianjurkan juga
untuk memakai wangi-wangian yang mudah didapat, setelah mandi, pada badan saja
dan tidak memakai wangi-wangian pada pakaian ihram.
Kaum perempuan tidak
diperkenankan memakai wewangian yang menyengat.
Setelah semua
dilaksanakan, maka baik laki-laki maupun perempuan -kecuali yang sedang haid
dan nifas- melaksanakan shalat fardhu jika waktunya sudah tiba. Jika waktu
shalat wajib belum tiba, maka disunahkan melakukan shalat dua rakaat, yaitu
shalat sunah karena wudhu. Ketika selesai dari shalat, dilanjutkan dengan niat
berihram. Tidak ada dua rakaat shalat sunah yang khusus karena ihram.
E. Jenis-Jenis Ibadah Haji
Ada tiga jenis ibadah
haji, yaitu Tamattu', Qiran dan Ifrad. Penjelasannya sebagai berikut:
1) Haji Tamattu'
Haji tamattu' adalah
haji yang dilakukan setelah umrah lebih dahulu. Yaitu engkau berniat ihram
untuk umrah di miqatnya pada bulan-bulan haji. Setelah engkau selesai
melaksanakan runtutan ibadah umrah, kemudian engkau tahallul (dengan memotong
rambut atau menghabisinya) dari ihrammu. Untuk haji, engkau berihram di Makkah
pada tanggal delapan Dzulhijah (orang-orang penduduk Makkah atau orang-orang
yang tinggal tidak jauh dari Makkah, mereka tidak diwajibkan hadyu (denda).
Adapun orang-orang yang tinggal jauh dari Makkah, mereka terkena denda). Jadi,
ada jarak waktu antara umrah yang dilakukan dengan haji yang dilakukan
sesudahnya. Jarak waktu itu bisa berhari-hari.
(Haji Tamattu
merupakan jenis pelaksanaan ibadah haji yang paling utama, sesuai dengan hadits
shahih: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Andaikata aku tidak terlanjur membawa hewan (untuk dam) dan masih dapat
melaksanakannya kembali, aku tidak akan membayar dam, dan menjadikannya
umrah." (HR. Muslim).
((Dalam hadits ini
Rasulullah melaksanakan haji qiran dan beliau memerintahkan para sahabat untuk
haji tamattu'. Jadi hadyu (denda) yang dibayarkan oleh Rasulullah s.a.w. adalah
denda karena haji qiran. Ini terjadi ketika Rasulullah dan para sahabat melaksanakan
umrah pada tanggal 4 Dzulhijjah.))
2) Haji Qiran
Yaitu engkau niat
melaksanakan ihram untuk umrah dan haji secara bersamaan sejak dari miqat. Atau
engkau niat ihram untuk umrah lalu memasukkan niat untuk haji sebelum memulai
thawaf umrah. Engkau tetap dalam keadaan ihram sampai engkau melempar jumrah pada
hari raya Idul Adha (10 Dzulhijah) dan kemudian mencukur rambut. Dengan haji
ini, engkau terkena denda seperti orang yang melaksanakan haji tamattu'.
3) Haji Ifrad
Yaitu engkau niat
ihram untuk haji saja sejak dari miqat dan tetap dalam keadaan ihram sampai
engkau melempar jumrah pada hari raya Idul Adha, dan engkau mencukur rambut
(tahallul). Tidak ada denda untukmu dalam pelaksanaan haji seperti ini.
Penjelasan yang lebih
terinci tentang jenis-jenis haji ini dan apa yang harus dilakukan oleh orang
yang melakukannya akan dijabarkan nanti.
F. Bacaan (Niat) Ketika dan
Sesudah Ihram
1) Bacaan bagi orang
yang melaksanakan haji tamattu':
Wahai Allah,
sesungguhnya aku hendak ihram umrah dengan tamattu' sebelum haji. Mudahkanlah
bagiku dan terimalah ibadahku.
2) Bacaan bagi orang
yang melaksanakan haji qiran:
Wahai Allah,
sesungguhnya aku hendak berihram untuk umrah dan haji.
Atau:
Aku sambut seruan-Mu,
ya Allah, untuk umrah dan haji.
3) Bacaan bagi orang
yang melaksanakan haji ifrad:
Wahai Allah,
sesungguhnya aku hendak ihram haji.
Atau mengucapkan:
Aku sambut seruan-Mu,
ya Allah, untuk berhaji.
Apabila seseorang yang
akan berihram sakit atau merasa khawatir akan adanya penghalang untuk
melaksanakan salah satu rangkaian haji, maka dia boleh mensyaratkan ketika niat
ihram. Yaitu dengan mengucapkan: ”Jika aku ditahan oleh sesuatu, maka tempatku
ihram adalah tempat di mana aku ditahan." Jika dia tidak mungkin
menyempurnakan hajinya -karena suatu halangan- maka dia bertahallul dan tidak
ada denda baginya.
Setelah selesai niat
ihram, mulailah bertalbiyah dengan kalimat berikut ini:
“Aku datang
menghadap-Mu, Wahai Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang
kepada-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku datang kepada-Mu. Sungguh semua pujian
dan kenikmatan hanya milik-Mu dan juga kerajaan. Tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Disunatkan bagi
laki-laki untuk mengeraskan suara bacaannya sedangkan kaum perempuan
merendahkan suaranya.
G. Perbuatan yang Diharamkan
Setelah Niat Ihram
1) Diharamkan bagi
laki-laki dan perempuan, setelah niat ihram, memakai wangi-wangian, baik di
tubuh maupun di pakaian. Diharamkan juga sengaja mencium sesuatu yang
mengandung wewangian, seperti makanan dan minuman wangi, minyak wangi dan sabun
yang wangi.
2) Diharamkan bagi
laki-laki dan perempuan menghilangkan rambut kepala atau rambut-rambut lainnya
dengan cara apapun, dan memotong kuku. Jika kukunya pecah dan dia merasakan
sakit karenanya, maka tidak apa-apa memotong bagian kuku yang menyebabkan rasa
sakit.
3) Diharamkan bagi
laki-laki dan perempuan membunuh hewan darat buruan atau memberikan bantuan
bagi orang lain yang membunuh hewan buruan, baik di Tanah Haram maupun di
luarnya. Adapun memotong pohonan, maka diharamkan, baik bagi orang yang sedang
berihram maupun orang yang tidak berihram, apabila pohon tersebut berada di
sekitar Tanah Haram. Apabila pohon itu berada di luar Tanah Haram, maka boleh
memotongnya. Misalnya pohon itu berada di Arafah, maka boleh memotongnya.
Demikian juga boleh memotong pepohonan yang sudah mati.
4) Diharamkan bagi
laki-laki dan perempuan melakukan persetubuhan atau hal-hal yang menyebabkan
dihalalkannya persetubuhan, seperti melaksanakan akad nikah, meminang dan
bercakap-cakap tentang masalah tersebut.
5) Diharamkan khusus
laki-laki menutupi kepalanya dengan sesuatu yang menempel, seperti sorban,
peci, topi dan lain sebagainya. Namun boleh bernaung di bawah payung atau
tenda. Diperbolehkan bagi orang yang berihram membawa sesuatu di kepalanya jika
tidak dimaksudkan sebagai penutup kepala.
6) Diharamkan juga
bagi kaum laki-laki untuk memakai pakaian yang berjahit, baik berbentuk baju
atau apapun. Tidak apa-apa memakai sabuk yang bisa menyimpan uang, memakai kaca
mata, jam tangan, sepasang sandal, sepasang sepatu.
7) Diharamkan atas
kaum perempuan memakai cadar atau sesuatu yang dirancang sebagai penutup wajah
dan memakai sarung tangan yang dijahit atau ditenun yang memang untuk dua
telapak tangan.
II. Yang Harus Dilakukan Oleh
Orang yang Berhaji Ketika Sampai Di Makkah
A. Yang Harus Dilakukan Oleh
Orang yang Melakukan Haji Tamattu'
Wahai saudaraku yang
berhaji... Apabila engkau sudah tiba di kota Makkah al-Mukaramah, sedangkan
engkau akan melaksanakan haji tamattu', maka tunaikanlah umrah. Saat engkau
sampai di Masjidil Haram, ada baiknya engkau mulai masuk dengan mendahulukan
kaki kananmu sambil berkata:
“Dengan Nama Allah.
Shalawat dan salam atas Rasulullah s.a.w. Wahai Allah, ampunilah dosa-dosaku,
bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu untukku. Aku berlindung kepada Allah yang
agung, dengan Wajah-Nya yang Mulia, dengan kekuasaan-Nya yang abadi, dari setan
yang terkutuk.”
Kemudian engkau menuju
Hajar Aswad untuk memulai thawaf. Engkau
sentuh dengan tangan kananmu dan menciumnya jika memungkinkan. Jika tidak
mungkin untuk menyentuh dan menciumnya, maka cukuplah dengan menghadapnya dan
memberi isyarat ke arahnya dengan tanganmu. Berhati-hatilah dengan situasi
orang-orang yang saling berdesak-desakan. Jangan sampai mengakibatkan mereka
cedera karenamu ketika menghadap ke arah Hajar Aswad.
Nabi s.a.w. bersabda
kepada Umar ibn Khathab: ”Engkau adalah seorang yang kuat. Janganlah engkau
mendesak, karena engkau akan mencederai mereka yang lemah. Jika engkau dapat
peluang, maka sentuhlah Hajar Aswad. Kalau tidak, maka menghadaplah ke arahnya,
bertahlil dan bertakbirlah." (HR. Ahmad [1/28] dan Baihaqi [5/80])
Kemudian do’a yang
dibaca pada saat menyentuh Hajar Aswad adalah sebagai berikut:
"Dengan Nama Allah.
Allah Maha Besar."
“Wahai Allah, aku
mencium batu ini dengan penuh keimanan kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu yang
suci, memenuhi janji kepada-Mu, dan mengikuti sunnah Nabi-Mu.”
Setiap putaran thawaf
dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di sana pula.
Adapun untuk Rukun
Yamani, maka engkau cukup menyentuhnya saja tanpa perlu menciumnya. Kalaupun
tidak memungkinkan untuk menyentuhnya, maka lewatilah tanpa harus memberi
isyarat kepadanya.
Doa yang ma'tsur (ada
dalam al-Qur'an atau hadits) dalam thawaf hanya pada waktu berada di antara
Rukun Yamani dan Hajar Aswad, yaitu:
“Wahai Tuhan kami,
anugerahkanlah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat. Peliharalah
kami dari siksa api Neraka.”
Setiap kali engkau
lewat di Hajar Aswad, bacalah takbir dan berdo’alah sesuai dengan keinginanmu.
Bisa juga engkau berdzikir kepada Allah dengan bacaan yang engkau sukai, atau
engkau membaca ayat al-Qur'an yang engkau inginkan.
Syarat untuk sahnya
thawaf adalah niat di dalam hati -tidak perlu dilafalkan-, bersuci, menutup
aurat, menyelesaikan tujuh putaran, memposisikan Baitullah di sebelah kirinya
dan melaksanakan thawaf di belakang Hijir Ismail. Jika menerobos Hijir Ismail,
maka dianggap belum menyelesaikan putaran thawafnya, karena sebagian besar
Hijir Ismail adalah bagian dari Ka'bah.
Dianjurkan dalam
pelaksanaan thawaf umrah dan thawaf qudum (thawaf kedatangan) dengan dua
amalan, yaitu:
Pertama, al-Idhthiba',
yaitu membuka bahu kanan, bagi laki-laki, sejak awal pelaksanaan thawaf hingga
selesai.
Kedua, ar-Raml, yaitu
berjalan dengan langkah yang pendek dan dilakukan pada tiga putaran pertama.
Wahai saudaraku yang
tercinta... Wahai tamu Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan
permintaan, apabila engkau telah usai melaksanakan tujuh putaran, maka
bergeraklah menuju Maqam Ibrahim. Shalat dua rakaat di belakangnya,
jika memungkinkan. Andai engkau tidak bisa melakukannya di sana, maka engkau
boleh melaksanakannya di tempat manapun di lokasi Masjidil Haram. Bacalah surah
al-Kafirun pada rakaat pertama setelah al-Fatihah, dan surah al-Ahad setelah
al-Fatihah pada rakaat kedua.
Selesai itu,
bergegaslah -dianjurkan untuk meminum air Zamzam- menuju tempat sa'i untuk
berlari-lari kecil di antara Shafa dan
Marwa tujuh kali -ini adalah sa'i umrah. Perjalanan pertama dimulai dari Shafa
dan berakhir di Marwa dan perjalanan kedua dimulai dari Marwa dan berakhir di
Shafa. Begitu seterusnya sampai tujuh kali.
Ketika sudah mendekati
Shafa, dianjurkan membaca:
”Sesungguhnya Shafa
dan Marwah adalah tanda-tanda kebesaran Allah. Barangsiapa beribadah haji dan
umrah, maka tidak ada kesulitan untuknya berthawaf untuk keduanya. Barangsiapa
beribadah sunnah, maka itu akan sangat baik sekali. Sesungguhnya Allah itu Maha
Bersyukur dan Maha Mengetahui." (QS. al-Baqarah: 158)
Kemudian naik ke bukit
Shafa sampai dapat melihat Ka'bah jika memungkinkan. Menghadaplah ke arahnya,
mengangkat kedua tangan sambil memuji Allah dan berdoa sesuai keinginan.
Di antara doa yang
dibaca oleh Nabi s.a.w. di tempat ini (bukit Shafa) adalah:
“Tidak ada Tuhan
selain Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya semua
kerajaan dan pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada Tuhan
selain Allah yang Maha Esa, Yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong
hamba-Nya dan menghancurkan musuh-musuh-Nya sendirian.”
Doa ini dibaca tiga
kali, kemudian mengutarakan permintaannya.
Wahai saudaraku yang
mulia… Wahai tamunya Yang Mahamulia, setelah itu turunilah bukit Shafa berjalan
menuju bukit Marwa. Ketika (laki-laki, tidak perempuan) sampai pada tanda
hijau, berlari agak kencang sampai di bata akhir tanda hijau. Apabila sudah sampai
di Marwa, naiklah ke atas dan lakukanlah hal yang sama seperti yang engkau
lakukan di Shafa. Bacalah doa yang sama dengan yang di Shafa.
Sesudah selesai tujuh
kali putaran, maka pendekkan semua rambut di kepala tapi jangan mencukurnya
sampai habis (botak), kecuali jika ada waktu yang cukup leluasa antara umrah
dan pelaksanaan haji, yang memungkinkan rambut tumbuh kembali. Rasulullah s.a.w.
sendiri pernah memerintahkan kepada para shahabat saat haji Wada' untuk
memendekkan rambutnya setelah selesai umrah. Beliau tidak memerintahkan untuk
mencukurnya, karena mereka datang pada pagi hari keempat bulan Dzulhijah. Untuk
perempuan dianjurkan memotong rambutnya sepanjang ujung jari.
Sampai di sini
selesailah sudah amalan-amalan umrah dan bertahallul dari ihrammu dengan
sempurna. Sejak itu, kembali dibolehkan melakukan apa saja yang pada waktu
ihram diharamkan.
Rukun-rukun umrah: Ihram, thawaf, dan sa'i.
Kewajiban-kewajiban umrah: Ihram dari miqat
yang sudah ditentukan dan memotong atau mencukur rambut.
B. Yang Harus Dilakukan Oleh
Orang yang Akan Melakukan Haji Qiran dan Ifrad
Wahai saudaraku dalam
Islam, wahai tamu Allah Raja Yang Maha Mengetahui Ketika engkau sampai di
Makkah dan saat itu engkau akan melakukan haji qiran atau ifrad, maka
dianjurkan untuk melakukan thawaf qudum dengan tujuh kali putaran. Kemudian
shalat dua raka’at selesai thawaf. Jika engkau mau, engkau boleh mendahulukan
sa'i untuk haji qiran atau melaksanakan sa'i untuk haji ifrad. Engkau
melaksanakan sa'i setelah melaksanakan thawaf qudum. Engkau boleh mengakhirkan
sa'i dengan melakukannya setelah thawaf ifadhah. Setelah selesai melakukan
thawaf qudum, engkau tetap berpakaian ihram (sejak dari miqat) sampai hari raya
Idul Adha (10 Dzulhijah).
III. Amalan-Amalan Haji
Amalan-amalan haji
dimulai pada hari kedelapan (delapan Dzulhijah), dan dinamakan dengan hari
Tarwiyah.
A. Amalan-Amalan pada hari
Tarwiyah
Pada hari ini (delapan
Dzulhijah) dianjurkan kepada orang yang berhaji tamattu' yang sudah tahallul
dari umrahnya untuk melaksanakan ihram haji di pagi hari. Sebelum ihram haji,
dia melakukan apa yang dilakukan sebelum ihram umrah, seperti mandi, memakai
wangi-wangian (di tubuhnya) dan shalat. Kemudian berihram untuk haji di tempat
di mana dia berada saat itu.
Adapun orang yang
melakukan haji qiran dan ifrad, maka masih dalam keadaan ihram (sejak dari
miqat).
Semua orang yang
berhaji berangkat menuju Mina sebelum waktu Zhuhur. Mereka melaksanakan shalat
Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya pada waktunya masing-masing dengan meringkas (qashar) shalat yang empat rakaat menjadi dua
rakaat.
Selanjutnya bermalam
di Mina pada malam kesembilan (9 Dzulhijah) dan shalat Shubuh di sana. Bermalam
di Mina pada malam tersebut disunahkan; jika tidak bermalam, maka tidak jadi
masalah.
Apabila orang yang
berhaji itu tiba di Mina sebelum hari tarwiyah (sebelum tanggal 8 Dzulhijah),
maka ia berihram pada hari tarwiyah di Mina pada pagi hari, sama seperti yang
lainnya.
1. Wuquf di Arafah dan amalan yang harus dilakukan
pada hari itu (9 Dzulhijah)
Tatkala matahari
terbit di hari Arafah, semua orang yang berhaji berangkat menuju Arafah dengan
tenang, tertib dan sambil membaca talbiyah. Kemudian singgah di Namirah sampai
lengsernya matahari, jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, maka tidak ada
masalah, karena singgah di Namirah merupakan sunnah saja hukumnya.
Ketika matahari sudah
lengser hendaklah melaksanakan shalat dengan mengumpulkan (jama' taqdim) Zhuhur
dengan Ashar dalam satu waktu (di waktu Zhuhur) dan meringkasnya (qashar)
menjadi masing-masing dua rakaat, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi s.a.w.
Setelah selesai
melaksanakan shalat, dianjurkan berdzikir, berdoa dan merengek kapada Allah.
Doa yang dibaca sesuai keinginan dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap
kiblat. Doa yang biasanya dibaca oleh Rasulullah s.a.w. pada saat wuquf adalah:
“Tidak ada Tuhan
selain Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya semua
kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Seluruh padang Arafah
merupakan tempat wuquf, sebagaimana disabdakan oleh Nabi s.a.w. Apabila orang
berhaji merasa jenuh atau lelah dan ingin bercengkerama dengan
shahabat-shahabatnya dan berbicara yang bermanfaat, hendaknya membaca buku-buku
yang bermanfaat, atau ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat selain yang
disebut di atas, untuk sekadar mengisi waktu luangnya, maka tidak
dipermasalahkan. Bahkan itu baik. Kemudian kembali lagi berdoa, berdzikir,
merengek kepada Allah dan mengambil keberkahan tempat wuquf yang agung ini.
Ketika matahari sudah
terbenam, jamaah haji bergegas menuju Muzdalifah. Barangsiapa berangkat sebelum
matahari terbenam dan berada di luar Arafah, wajib untuk kembali lagi ke Arafah
dan tinggal di sana sampai matahari terbenam. Jika tidak kembali, maka dianggap
berdosa dan wajib membayar fidyah (denda).
Seyogyanya para jamaah
haji mengutamakan ketertiban dan ketenangan sepanjang perjalanannya dari Arafah
dan menyibukkan diri dengan talbiyah dan istighfar.
2. Bermalam (mabit) di
Muzdalifah
Saudaraku seiman...
Wahai tamu Allah yang Maha Penyayang, ketika jamaah haji tiba di Muzdalifah,
mereka melaksanakan shalat Maghrib dan Isya dengan mengumpulkan (jama')
keduanya dengan sekali azan dan dua iqamah, serta meringkas (qashar) shalat
Isya menjadi dua rakaat.
Setelah bermalam di
Muzdalifah. Ketika sudah sampai waktu tengah malam, kaum wanita, anak-anak,
orang tua dan kaum laki-laki yang memiliki tanggungan atas kelompoknya,
diperbolehkan berangkat lebih dulu dari Muzdalifah menuju Mina. Sementara
laki-laki yang cukup kuat dan tidak memiliki tanggungan, sebaiknya tetap
tinggal di Muzdalifah sampai terbit fajar.
Ketika fajar sudah
mulai terbit, mereka dianjurkan untuk shalat Shubuh di awal waktu, lalu berdoa
dan berdzikir sampai mendekati matahari terbit. Jika memungkinkan sebaiknya
berhenti (wuquf) di Masy'ar al-Haram dan berdoa di sisinya. Jika tidak mungkin,
maka boleh berdoa di mana saja, seperti sabda Nabi s.a.w.: ”Aku berhenti
(wuquf) di sini dan seluruh wilayah Muzdalifah adalah tempat berhenti (wuquf).
"
Apabila fajar sudah
benar-benar menguning, jamaah haji selekasnya bertolak ke Mina sebelum
terbitnya matahari. Tidak diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah
malam. Barangsiapa yang meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam, maka
dianggap menyalahi ketentuan (berdosa) dan wajib membayar fidyah, karena
bermalam di Muzdalifah merupakan salah satu dari kewajiban Haji.
B. Manasik Haji Pada Hari Raya
Idul Adha
Manasik tersebut
meliputi: Melontar (ar-Ramyu),
menyembelih, mencukur (rambut), thawaf, dan sa'i.
1. Melontar Jumrah (Ramyu
al-Jumrah)
Ketika jamaah Haji
bertolak dari Muzdalifah menuju Mina, mereka mengumpulkan tujuh batu kerikil
untuk melakukan lontar Jumrah Aqobah. Batu kerikil itu boleh diambil di
Muzdalifah atau di jalan menuju Mina. Ukuran besarnya setiap kerikil hendaknya
sebesar ujung jari tengah atau seukuran biji kurma.
Ketika mereka sudah
sampai di Mina, mereka melakukan lontar Jumrah Akbar (Jumrah Aqabah) yang
letaknya terakhir dan lebih dekat dengan Makkah. Tujuh kerikil itu dilempar
satu persatu dengan mengangkat kedua tangan setiap kali melempar sambil
berucap: ”Allahu Akbar (Allah
besar)." Setiap kerikil yang dilemparkan harus dipastikan masuk ke sumur
Jumrah, baik kerikil itu tetap di dalam atau terpantul keluar lagi. Tidak
disyaratkan untuk membenturkan kerikil itu tepat ke tiang.
Waktu melempar Jumrah
Aqabah dimulai pada tengah malam kesepuluh (10 Dzulhijah) hingga terbenam
matahari pada hari kesepuluh (10 Dzulhijah). Bagi jamaah haji yang kuat lebih
utama melaksanakan lempar Jumrah setelah terbit matahari pada hari tersebut.
2. Menyembelih Hewan (Al-Hadyu)
Setelah rampung
melempar Jumrah Aqabah, selanjutnya adalah menyembelih hewan bagi mereka yang
berkewajiban, yaitu mereka yang melakukan haji tammattu' dan haji qiran.
Waktu pelaksanaan
menyembelih hewan dimulai setelah terbit matahari pada hari raya Idul Adha
sampai matahari terbenam pada hari ketiga belas (13 Dzulhijah). Orang yang
menyembelih disunahkan memakan sembelihannya, menghadiahkannya dan
mendermakannya.
3. Mencukur atau Memendekkan
Rambut
Seusai melaksanakan
penyembelihan, para jamaah haji melaksanakan prosesi mencukur rambut seluruhnya
atau memendekkannya. Sebaiknya rambutnya dicukur seluruhnya (botak). Untuk
perempuan, memotong rambutnya seukuran kuku jarinya. Apabila orang yang berhaji
itu sudah melakukan lempar Jumrah Aqabah pada hari raya Idul Adha dan mencukur
atau memendekkan rambutnya, maka dengan demikian dia sudah bertahallul dengan
tahallul pertama. Diperbolehkan untuknya melakukan apa saja yang dilarang
ketika ihram, kecuali bersetubuh dengan isterinya. Tahallul pertama belum
membuat orang dibolehkan menyetubuhi isterinya atau melihatnya dengan nafsu,
sampai ia selesai melakukan thawaf ifadhah (tahallul kedua).
4. Thawaf dan Sa'i
Setelah selesai
melempar jumrah, menyembelih hewan, dan mencukur atau memendekkan rambut,
selanjutnya adalah melakukan amalan keempat dari prosesi haji yang dilakukan
pada hari raya Idul Adha, yaitu pergi ke Masjidil Haram, jika memungkinkan,
untuk melakukan thawaf ifadhah pada hari
itu.
(Disunnahkan untuk
memakai wewangian ketika akan kembali ke Makkah untuk thawaf setelah melontar
dan bercukur sesuai dengan hadis riwayat Aisyah r.a. yang menceritakan:
"Suatu ketika aku memakaikan wewangian kepada Nabi s.a.w. untuk ihramnya
sebelum melaksanakan ihram, dan bertahallul sebelum thawaf di Ka'bah.")
Dilanjutkan dengan
sa'i jika hajinya adalah haji tammattu'. Begitu juga bagi haji qiran atau ifrad
yang belum melaksanakan sa'i setelah melaksanakan thawaf qudum.
Thawaf ifadhah lebih utama dilaksanakan pada
hari tersebut (10 Dzulhijah) dan boleh diakhirkan. Waktu thawaf ifadhah dimulai sejak hari kesepuluh
(10 Dzulhijah) sampai akhir bulan Dzulhijjah. Lebih utama untuk tidak
menundanya di luar hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijah).
Setelah thawaf ifadhah dan sa'i, kembali ke Mina untuk
bermalam di sana.
Beberapa catatan yang
perlu diperhatikan:
a. Rentetan
amalan-amalan pada hari raya Idul Adha adalah sebagai berikut: Lontar jumrah,
menyembelih hewan, bercukur atau memendekan rambut, thawaf ifadhah dan sa'i
setelah thawaf ifadhah. Jika satu amalan hendak didahulukan atas yang lainnya,
tak masalah.
b. Kriteria hewan yang
akan disembelih harus sama dengan kriteria hewan yang disembelih sebagai
kurban. Hewan itu harus sudah mencapai umur tertentu sesuai ketetapan syariat
dan dalam kondisi sehat.
c. Barangsiapa yang
tidak mampu untuk mengusahakan hewan sembelihan (karena tidak memiliki dana),
maka baginya berpuasa sepuluh hari. Tiga hari dilaksanakan pada saat berhaji.
Lebih utama dilaksanakan sebelum hari Arafah dan boleh dilaksanakan pada hari-hari
tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijah).
Tidak diperbolehkan
berpuasa pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijah) dan hari Arafah (9 Dzulhijah).
Sementara puasa
sisanya (tujuh hari) dilaksanakan pada saat orang yang berhaji sudah kembali ke
tanah airnya.
5. Hari-Hari Tasyriq (Ayam
at-Tasyrik) dan
Perbuatan yang Dilakukan Pada Hari Ini
Hari-hari tasyriq
terdiri dari hari kesebelas, keduabelas dan ketigabelas dari bulan Dzulhijah.
Diwajibkan atas orang yang berhaji untuk melakukan dua hal pada hari-hari
tersebut, yaitu:
a. Bermalam di Mina
beberapa malam pada hari-hari tersebut dan menetap di sana sepanjang malam,
karena bermalam di Mina merupakan bagian dari kewajiban-kewajiban dalam haji.
b. Melempar jumrah
yang tiga pada hari-hari tasyrik setelah lengsernya matahari setiap hari.
Selama berada di Mina, shalat dilakukan boleh dengan meringkas (qashar) shalat
yang empat rakaat menjadi dua rakaat.
6. Cara Pelaksanaan Melontar
Tiga Jumrah
Pada hari kesebelas
Dzulhijah, apabila matahari sudah lengser (posisi matahari sudah di sebelah
barat dari tengah langit atau sekitar jam 12:00 siang), para jamaah haji
hendaknya mulai bergerak menuju Jumrah Pertama (Jumrah ‘Ula) yang posisinya
paling dekat dengan Mina. Mareka hendaknya membawa dua puluh satu kerikil yang
didapat dari tempat di mana mereka menetap (di Mina) atau didapat di jalanan.
Sesampai di Jumrah Petama, mereka melontar dengan tujuh kerikil satu persatu.
Setiap kali melontar satu kerikil diiringi dengan ucapan takbir (Allahu Akbar). Setelah melakukan lontar,
hendaknya bergeser dari (sumur) Jumrah Pertama kemudian berdoa dengan doa apa
saja. Jika tidak bisa berdiam lama untuk berdoa, maka berdoa dengan doa pendek
saja, agar tetap melakukan apa yang menjadi kesunahan.
Kemudian jamaah haji
bergerak menuju Jumrah Kedua (Jumrah Wustha)
untuk melakukan hal yang sama seperti ketika berada di Jumrah Pertama. Ketika
sampai di hadapan Jumrah Kedua, jamaah haji melontar tujuh kerikil satu
persatu. Setiap lontaran satu kerikil diiringi dengan ucapan takbir. Selesai
melontar hendaknya bergerak ke arah kiri dan berdiri untuk berdoa dengan
mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat. Hendaknya berdoa dengan doa yang
panjang, jika mungkin. Jika tidak mungkin, maka cukup dengan doa yang pendek
saja. Berdiri untuk bedoa jangan sampai ditinggalkan, karena itu bagian dari
sunnah. Ketika sunnah ditinggalkan oleh banyak orang, maka melakukan dan
menyebarkannya menjadi sangat dianjurkan.
Selesai dari Jumrah
Kedua, jamaah haji bergerak ke Jumrah Aqabah
(Jumrah Terakhir) dan melontar tujuh kerikil satu persatu. Setiap lontaran
diiringi dengan ucapan takbir. Setelah selesai, jamaah haji bergegas
meninggalkannya dan tidak perlu berdoa.
Di hari keduabelas (12
Dzulhijah) jamaah haji melakukan hal sama dengan apa yang di lakukan di hari
kesebelas (11 Dzulhijah), setelah lengsernya matahari.
Di hari keduabelas,
setelah selesai melontar, jika ada yang hendak cepat meninggalkan Mina, maka
dia harus keluar dari Mina sebelum matahari terbenam. Ini yang deisebut dengan
Nafar Awal atau ta'jil (mempercepat).
Jika dia tetap berada
di Mina sampai matahari terbenam (malam 13 Dzulhijah), maka dia harus bermalam
pada malam itu dan melontar lagi pada hari ketigabelas Dzulhijah. Ini yang
disebut dengan Nafar Tsani atau ta'khir (mengakhirkan).
(Apabila seseorang
terpaksa (di luar kehendaknya) tetap berada di Mina pada tanggal 12 Dzulhijah
dan matahari sudah terbenam, seperti orang yang sudah berada di atas kendaraan
untuk meninggalkan Mina tapi terjadi kemacetan yang membuatnya tetap berada di
Mina ketika matahari terbenam (malam 13 Dzulhijah), maka dia tidak harus
bermalam di Mina pada malam itu. Karena itu terjadi di luar kehendaknya)
Diperbolehkan bagi
orang yang tidak mampu mewakilkan amalan lontarnya kepada orang lain. Misalnya,
orang sakit, perempuan hamil, anak kecil dan orang tua.
7. Thawaf Wada' (Thawaf Meninggalkan
Makkah)
Apabila orang yang
berhaji akan keluar dari kota Makkah untuk kembali ke negerinya masing-masing,
maka diwajibkan untuk melaksanakan thawaf wada' sesuai sabda Rasulullah s.a.w:
”Janganlah seseorang berangkat pergi (meninggalkan Makkah) hingga ia melaksanakan
thawaf perpisahan (thawaf wada') sebagai akhir dari prosesi ibadahnya."
(Muttafaqun Alaihi)
Barangsiapa yang
menunda thawaf ifadhahnya dan
menunaikannya sebelum pergi meninggalkan Makkah, maka thawaf ifadhahnya itu cukup mengantikan thawaf wada'nya (tidak
perlu melakukan thawah wada' lagi). Bagi perempuan yang sedang haid atau nifas
maka gugur kewajiban untuk melaksanakan thawaf wada'. Mereka boleh melanjutkan
perjalanannya tanpa melakukan thawaf wada'.
Catatan:
Rukun-Rukun Haji ada empat, yaitu: Ihram, wuquf
di Arafah, thawaf, dan sa'i.
Kewajiban-Kewajiban Haji ada tujuh, yaitu:
Ihram dari miqat, wuquf di Arafah hingga matahari terbenam, bermalam (mabit) di
Muzdalifah, bermalam di Mina beberapa malam pada hari-hari Tasyrik, melontar
jumrah yang tiga, mencukur atau memendekkan rambut dan thawaf wada'.
Barangsiapa yang
meninggalkan rukun haji, hajinya tidak sempurna (tidak sah). Sedangkan orang
yang meninggalkan kewajiban haji, wajib baginya untuk mengganti dengan cara
membayar fidyah, yaitu menyembelih hewan pada saat berada di Makkah dan
membagi-bagikan daging hewan sembelihan itu kepada kaum miskin di Tanah Haram.
Dia tidak diperbolehkan memakan daging tersebut sedikitpun.
Sampai di sini
selesailah amalan-amalan
dalam haji. Kami memohon kepada Allah kiranya berkenan menerima semua ibadah
orang yang berhaji dan menjadikan haji mereka sebagai haji mabrur dan segala usaha
yang mereka lakukan mendapat balasan.
IV. Kesalahan-Kesalahan Dalam
Pelaksanaan Ibadah Haji
Anggapan bahwa kaum
wanita yang hendak melaksanakan ibadah haji atau umrah, ketika melewati miqat,
harus dalam keadaan suci dari haid. Sehingga ketika seorang wanita dalam
keadaan haid dan melewati miqat, maka ia tidak perlu melaksanakan ihram.
Anggapan tersebut salah besar, karena haid itu tidak menghalangi untuk
melaksanakan ihram. Seorang wanita yang haid boleh melaksanakan ihram dan
menunaikan kewajiban-kewajiban
dalam pelaksanaan ibadah haji atau umrah, kecuali thawaf di Ka'bah. Karena
untuk thawaf disyaratkan untuk suci dan wanita yang sedang haid bisa menunda
pelaksanaan thawaf sampai ia suci.
Bagian dari kesalahan
sebagian orang-orang yang haji atau umrah adalah anggapan bahwa pakaian yang
dipakai dalam ihram tidak boleh diganti ketika kotor. Ini salah. Yang benar
adalah pakaian ihram boleh diganti. Hendaknya orang yang dalam keadaan ihram tidak
menghindari sesuatu kecuali yang sudah ditentukan untuk dihindari.
Kesalahan yang juga
berhubungan dengan kaum wanita, mereka seringkali berdesakan dengan kaum
laki-laki di sekitar Hajar Aswad.
Sebagian jamaah
melanjutkan thawaf dan sa'i agar sempurna putarannya sekalipun shalat sudah
hampir dimulai. Terkadang mereka ketinggalan satu rakaat shalat karena kondisi
yang berdesak-desakan. Hendaknya mereka itu mendahulukan shalat berjamaah,
kemudian menyempurnakan putaran thawaf atau sa'inya dari tempat di mana mereka
berhenti.
Kesalahan lain yang
sering terjadi adalah sebagian jamaah haji melontar jumrah dengan kuat dan
keras, bahkan tak jarang sambil berteriak, caci-maki dan umpatan kepada setan,
menurut dugaannya. Mereka menyangka bahwa mereka benar-benar melempar setan.
Perilaku demikian tidak dibenarkan.
Para jamaah haji juga
kerap melakukan lontaran jumrah menggunakan batu besar, sepatu (sandal) atau
kayu.
Bacaan: Dr. Nashir ibn
Musfir az-Zahrani, Indahnya Ibadah Haji,
Qisthi Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar