BAB
II MUHAMMAD SAW. MENERIMA KEPEMIMPINAN (KENABIAN DAKWAH ISLAM) DAN DIMULAINYA
AKTIVITAS MENGUMPULKAN KEKUATAN UNTUK MENDIRIKAN NEGARA ISLAM
A.
Muhammad Menerima Kepemimpinan (Kenabian Dakwah Islam)
1. Menyiapkan Muhammad Untuk
Diserahi Kepemimpinan
Merupakan suatu
keharusan mempersiapkan Muhammad Saw. secara khusus -utamanya
kebiasaan-kebiasaan terpuji yang diciptakan oleh Allah untuknya- dalam rangka
menyempurnakan kemampuannya dengan sungguh-sungguh sebelum beliau diserahi
kepemimpinan. Persiapan ini meliputi perkara-perkara berikut ini:
a. Muhammad menggembala kambing
Ketika Rasulullah Saw.
menginjak dewasa, beliau bekerja sebagai penggembala kambing. Beliau keluar
dengan kambing-kambingnya ke tempat pengembalaan. Dengan demikian, beliau hidup
di tengah-tengah alam yang indah nan tenang yang mampu mendorong terciptanya
inspirasi. Pandangannya selalu terarah pada indahnya ciptaan Allah yang sangat
berpengaruh dalam pikiran manusia. Merenung… Berpikir... (merupakan aktivitas
rutinnya). Sehingga hasil dari merenung dan berpikir adalah terciptanya jiwa
yang jernih, transparansi ruh dan corak iman yang benar dan kokoh… Sepanjang
hari beliau hidup bersama kambing-kambing gembalaannya, mengembalikan di antara
kambing yang tersesat ke dalam kelompoknya, mengajarnya dengan lemah lembut
yang mendorong ketaatan, menjaganya dari serigala buas dan zalim... bersama
kambing-kambingnya beliau berjalan menjauhi tempat-tempat yang tandus,
selanjutnya mendatangi tempat-tempat yang baik dan subur... (Dengan demikian,
apa yang beliau lakukan) sama persis sebagaimana yang dilakukan oleh seorang
pemimpin yang baik terhadap rakyatnya.
b. Banyak melakukan perjalanan
Dengan pamannya, Abu
Thalib, Muhammad Saw. telah melakukan perjalanan ke negeri Syam. Beliau juga
mengadakan perjalanan ke negeri Syam dengan membawa barang dagangan Khadijah.
Beliau tinggal di negeri Syam tidak hanya sebentar, sehingga di negeri Syam beliau
dapat menyaksikan keadaan-keadaan rakyat dan negerinya. Di samping beliau dapat
melihat langsung tipe-tipe manusia yang berbeda dengan tipe-tipe manusia yang
beliau lihat di Hijaz.
Mengenal perkara yang
demikian itu merupakan suatu keharusan bagi Muhammad Saw. Sebab, Muhammad Saw.
merupakan calon pemimpin yang tidak hanya memimpin Hijaz saja, namun beliau
merupakan calon pemimpin yang akan memimpin seluruh umat. Untuk itu, merupakan
suatu keharusan bagi beliau mengenal tipe-tipe manusia yang akan dipimpinnya.
c. Mengalami mimpi yang nyata (ar-ru'yah
ash-shadiqah)
Ketika masa
diserahinya kepemimpinan kepada Muhammad Saw. -yakni masa diutusnya- sudah
dekat, Muhammad Saw. mulai mengalami mimpi yang nyata. Beliau tidak mengalami
mimpi, kecuali datang kepadanya seperti cahaya yang memecahkan gelapnya malam
(falaq ash-subhi).
Mimpi yang nyata itu
telah menambah kepercayaan beliau terhadap dirinya sendiri. Mengingat ketika
itu mimpi memainkan peranan yang penting dalam kehidupan manusia dan dalam
menentukan tindakan-tindakannya. Kami masih ingat betul, bahwa kakek Rasulullah
Saw. ketika bermimpi menggali Zam-Zam, maka ia segera melaksanakan apa yang
dialaminya dalam mimpi tanpa ada keraguan sedikitpun.
d. Pepohonan dan bebatuan
memberi salam kepada beliau
Ibnu Ishaq menuturkan
kepada kita, bahwa ketika masa diutusnya Rasulullah Saw. sebagai Nabi sudah
dekat, maka setiap kali beliau keluar ke tempat-tempat terbuka, jalan-jalan
setapak, atau bukit-bukit di Mekkah, maka beliau tidak melewati bebatuan dan
pepohonan, kecuali bebatuan dan pepohonan itu mengucapkan, “Assalamu 'alaikum, wahai Rasulullah.”
Mendengar itu beliau melihat sekitar, ke kanan, ke kiri, dan belakang, namun
beliau tidak melihat seorangpun.
Imam Muslim dalam Shahihnya dan at-Tirmidzi dalam Sunannya, keduanya meriwayatkan dari Jabir bin
Samurah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya di Mekkah ada batu yang memberi salam
kepadaku, tepatnya di malam ketika aku diangkat sebagai rasul, namun sekarang
aku sudah tidak mengenalnya lagi.”
e. Senang mengasingkan diri
Mengasingkan diri
sambil merenungi nikmat dan karunia Allah Swt. merupakan ibadah di antara
orang-orang Arab yang masih teguh dengan agama Ibrahim (al-Hanifiyin). Ketika
masa penyerahan kepemimpinan kepada Rasulullah Saw. sudah dekat, Rasulullah
Saw. senang mengasingkan diri. Untuk itu, Rasulullah Saw. keluar menuju gua
Hira -tempat yang berada di dataran tinggi dan jauh dari keramaian. Sehingga,
sunyinya tempat itu sangat kondusif untuk merenung, mengamati pegunungan dan
lembah-lembah.
Beliau mengasingkan
diri di gua Hira, selama satu bulan setiap tahunnya. Tujuan beliau melakukan
itu adalah untuk membersihkan dirinya dari setiap bentuk kezhaliman, iri hati,
dengki dan dendam; membawa ruhnya ke tempat yang tinggi menjauhi berhala-berhala
dan suhunya yang menyesakkan; menjauhi hiruk-pikuknya Madinah dan
persoalan-persoalan yang mewarnainya, seperti dominasi kalangan elite terhadap kalangan rakyat kecil, trick (muslihat) kalangan cendekiawan terhadap
kalangan awam, banyaknya perangkap-perangkap kemusyrikan untuk menjerat setiap
orang yang hatinya masih baik agar jatuh dalam kesesatan... Apabila masa
mengasingkan diri telah berakhir, maka beliau turun dari gua Hira, menuju
Ka’bah al-Musyarrafah. Di Ka’bah ini beliau berthawaf
sebanyak yang dikehendaki Allah, setelah itu baru beliau pulang ke rumahnya.
Mengasingkan diri ini
merupakan suatu keharusan bagi Rasulullah Saw., sebab sebentar lagi beliau akan
diserahi kepemimpinan. Di mana, kekuatan dan kekuasaan berada di tangannya,
ucapannya merupakan hukum,
keputusannya harus dijalankan, dan setiap urusan penyelesaiannya dikembalikan
kepadanya.
Dengan demikian,
membersihkan setiap bentuk iri hati, dengki dan dendam dari hati beliau
merupakan suatu keharusan, agar beliau jauh dari sifat dengki terhadap umatnya,
memperlakukan umatnya dengan bahasa kasih sayang bukan dengan bahasa kekuasaan
(kekuatan dan kekerasan), ...mendatangkan kebaikan
dan mengakhiri setiap bentuk kejahatan. Untuk itu, Allah membimbing Rasulullah
Saw. melakukan olah ruhaniyah ini sebelum kepemimpinan diserahkan kepadanya,
agar beliau mampu menunjukkan kasih sayangnya kepada manusia sejak pertama kali
kekuasaan diserahkan kepadanya. Apakah para penguasa sekarang dilatih olah
ruhaniyah seperti ini di akademi pemerintahan, atau mereka hanya diajari
bagaimana menjadi manusia berbadan domba berhati serigala?
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar