BAB ENAM
SUNAH-SUNAH YANG DIGABUNGKAN
DENGAN FITRAH
Pasal ini mencakup dua
masalah. Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan rambut; kedua, hukum-hukum
yang berkaitan dengan bercelak dan memakai wewangian.
Di dalam persoalan ini
terdapat tujuh pembahasan:
- Memuliakan rambut.
- Mencabut uban (rambut yang sudah putih).
- Menyemir uban.
- Menyambung rambut.
- Menyisir rambut.
- Membelah rambut.
- Bercelak dan memakai wewangian.
Hukum yang Berkaitan Dengan
Rambut
1. Memuliakan Rambut
Pengertian memuliakan
rambut adalah: memperhatikan kebersihan rambut, dengan menyisir dan merawatnya.
Beberapa hadits berikut menyinggung persoalan memuliakan dan merawat rambut:
1) Dari Aisyah ra., dia berkata:
“Rambut Rasulullah
Saw. itu kurang dari jammah, dan lebih
dari wafrah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan
Ibnu Majah)
Al-Wafrah adalah rambut lebat yang memenuhi
kepala dan terurai hingga mencapai dua telinga. Jika terurai melebihi dua daun
telinga disebut limmah, dan jika
panjangnya mencapai dua bahu maka disebut jummah.
2) Dari Anas ra.:
“Bahwasanya Nabi Saw.
suka membiarkan rambutnya menjuntai hingga dua bahunya.” (HR. Bukhari, Muslim,
Ahmad dan an-Nasai)
Ahmad, Muslim dan
an-Nasai meriwayatkan juga hadits dari Anas, dia berkata:
“Rambut Nabi Saw.
mencapai pertengahan dua telinganya.”
Dan dalam suatu
riwayat disebutkan dengan lafadz:
“(Rambutnya) tidak
melewati dua telinganya.”
3) Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah
Saw. bersabda:
“Barangsiapa memiliki
rambut, maka hendaklah dia memuliakannya (merawatnya).” (HR. Abu Dawud)
Ibnu Hajar berkata:
sanad hadits ini hasan.
4) Dari Atha bin Yasar, dia berkata:
“Ketika Rasulullah
Saw. sedang berada di masjid, ada seorang laki-laki masuk dengan rambut dan
janggut yang acak-acakan dan tidak beraturan. Maka Rasulullah Saw. memberi
isyarat dengan tangannya pada laki-laki itu agar dia keluar, seakan beliau Saw.
ingin mengatakan agar ia merapikan rambut dan janggutnya terlebih dahulu. Lalu
laki-laki itu pun keluar merapikannya, dan kemudian masuk kembali. Rasulullah
Saw. bersabda: “Bukankah ini lebih baik, daripada salah seorang dari kalian
datang dengan rambut yang acak-acakan seperti setan.” (HR. Malik)
5) Dari Abdullah bin Mughaffal al-Muzanniy:
“Bahwasanya Nabi Saw.
melarang seseorang menyisir rambut kecuali secara berkala (tidak
terus-menerus). (HR. Ahmad, Abu Dawud dan anNasai)
Hadits ini
diriwayatkan dan dishahihkan oleh
Tirmidzi dan Ibnu Hibban.
6) Dari salah seorang sahabat ra., dia berkata:
“Rasulullah Saw.
melarang salah seorang dari kami menyisir terus setiap hari.” (HR. Abu Dawud,
Ahmad dan an-Nasai)
7) Dari Abu Qatadah:
“Bahwasanya ia
mempunyai rambut yang panjang nan lebat, lalu ia bertanya kepada Nabi Saw.
mengenai rambutnya, maka Nabi Saw. memerintahkan untuk merawatnya dengan baik
dan menyisirnya setiap hari.” (HR. an-Nasai)
Para perawinya adalah
perawi hadits shahih.
Dalam satu riwayat
dari Malik:
“Abu Qatadah bertanya
kepada Rasulullah Saw.: Aku memiliki rambut yang panjang, apakah aku harus
menyisirnya? Rasulullah Saw. bersabda: “Ya, dan rawatlah dengan baik.”
8) Dari Nafi, dari Ibnu Umar :
“Bahwasanya Rasulullah
Saw. melarang dari qaza’. Dia berkata:
Aku bertanya kepada Nafi: Apakah qaza'
itu? Dia berkata: Mencukur sebagian rambut anak, seraya membiarkan sebagian
yang lain.” (HR. Muslim, Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud)
Abu Dawud, Ahmad dan
an-Nasai meriwayatkan dengan sanad yang shahih
dari Ibnu Umar:
“Nabi Saw. melihat
seorang anak kecil dicukur sebagian rambutnya dan disisakan sebagian yang
lainnya. Maka beliau Saw. melarang mereka dari hal itu. Beliau Saw. bersabda:
“Cukurlah semua, atau biarkan semua.”
9) Dari Abdullah bin Ja’far:
“Kemudian beliau Saw.
menunda mendatangi keluarga Ja’far sampai tiga hari, lalu beliau Saw.
mendatangi mereka dan berkata: “Janganlah kalian menangisi saudaraku setelah
hari ini atau setelah esok hari, panggilkan kedua anak saudaraku.” Dia berkata:
Kemudian kami dibawa ke hadapan beliau Saw., seakan-akan kami anak ayam yang
kehilangan induknya. Maka beliau Saw. berkata: “Panggilkan tukang cukur padaku.
Lalu didatangkan tukang cukur, kemudian dia mencukur rambut kami.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud dan an-Nasai)
Para perawi hadits
yang ditakhrij oleh Ahmad adalah para
perawi hadits shahih.
Secara ringkas bisa
dikatakan bahwa disunahkan untuk mencuci, menyisir dan memelihara rambut dari
waktu ke waktu tanpa berlebihan.
Kita boleh
memanjangkan rambut hingga mencapai dua bahu, atau sampai pertengahan dua
telinga, atau lebih pendek dari itu, atau boleh pula mencukur seluruhnya, di
mana semua itu disebutkan dalam beberapa hadits yang telah saya tunjukkan di
atas.
Hadits pertama dan
kedua menunjukkan bolehnya memanjangkan rambut hingga mencapai dua telinga atau
dua bahu.
Hadits kedelapan
-riwayat kedua- menunjukkan bolehnya mencukur habis rambut, walaupun begitu syariat
melarang dari satu gaya mencukur rambut yakni al-qaza’,
maksudnya adalah menggunduli sebagian rambut seraya membiarkan sebagian yang
lainnya; ini merupakan perbuatan yang biasa dilakukan sebagian orang dusun
ketika mencukur rambut anak kecil dengan menyisakan satu potongan atau satu
bagian rambut di bagian teratas kepalanya, atau yang biasa dilakukan para
pemuda yang mengikuti kebiasaan orang Barat di zaman sekarang ini. Larangan ini
ditunjukkan oleh hadits kedelapan dalam dua riwayatnya. Rambut kepala itu boleh
dicukur seluruhnya, boleh dipendekkan seluruhnya, boleh dipanjangkan
seluruhnya, tetapi tidak boleh hanya pada satu bagian saja darinya.
Adapun hadits yang
diriwayatkan dari Abu Musa:
“Bahwasanya Abu Musa
jatuh pingsan, lalu isterinya menangis. Ketika dia sadar, ia berkata kepadanya:
Bukankah telah sampai kepadamu apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw.? Lalu
kami menanyakan hal itu kepada isterinya, maka dia (isterinya) berkata: Beliau
Saw. bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang meratap, mencukur, dan
merobek baju (ketika tertimpa musibah kematian).” (HR. an-Nasai, Ahmad, Muslim
dan Abu Dawud)
Hadits ini bukan
larangan dari mencukur secara mutlak, melainkan ditaqyid
dengan mencukur dalam kondisi terkena musibah kematian. Artinya, haram mencukur
rambut sebagai bentuk perkabungan ketika terkena musibah kematian.
Begitu pula haram
meratap dan merobek pakaian karena perkabungan dan kesedihan. Hadits ini tidak
menunjukkan larangan bercukur yang bersifat mutlak.
Di dalam hadits
kesembilan disebutkan bahwa Rasulullah Saw. menangguhkan mencukur rambut
anak-anak Ja'far hingga tiga hari setelah kematiannya. Beliau Saw. menunggu
hingga masa perkabungan itu lewat. Ibnu Abdil Barr berkata: Para ulama
bersepakat tentang bolehnya mencukur.
Hadits ketiga dan
keempat menunjukkan anjuran membasuh rambut, membersihkan, dan menyisirnya,
agar rambut itu tidak dibiarkan kotor dan tidak terurus.
Hadits kelima dan
keenam menunjukkan bahwa menyisir dan membersihkan rambut dilakukan dan
diperhatikan dengan tanpa berlebihan, dilakukan dengan sedang-sedang saja.
Tetapi ini tidak menafikan menyisir rambut setiap hari, jika memang hal itu
dibutuhkan misalnya bagi orang yang memiliki rambut tebal yang panjangnya
sampai dua bahu (jummah) sebagaimana
disebutkan dalam hadits ketujuh.
Tujuannya adalah
menuntut orang tersebut memperhatikan dan memelihara rambutnya dari waktu ke
waktu dengan tanpa berlebihan, seperti yang dilakukan para pemuda sekarang ini
yang senantiasa membawa sisir di saku untuk menyisir rambut mereka setiap saat,
setiap kali rambutnya tertiup angin, atau setiap melakukan gerakan yang bisa
merusak tatanan rambut mereka. Maka beberapa hal terakhir ini dan semisalnya
tercakup dalam larangan di atas.
Apa yang dilakukan
oleh kaum lelaki di masa sekarang ini dengan mencukur dan memendekkan rambut
mereka, dan mencukur habis rambut yang ada di bagian belakang bawah kepalanya
(dekat tengkuknya), maka ini boleh-boleh saja dan tidak berdosa. Begitu pula
perkara yang tidak tercakup dalam larangan ini, yaitu memanjangkan dua sisi
rambut yang terkadang dilakukan para pemuda sekarang ini, hukumnya boleh-boleh
saja. Kedua perkara ini tidak terkategorikan qaza’
yang dilarang dalam hadits.
Bukhari telah
meriwayatkan dari Ubaidillah bin Hafsh, bahwa Umar bin Nafi memberi kabar
padanya dari Nafi pelayan Abdullah, bahwasanya dia mendengar Ibnu Umar ra.
berkata:
“Aku mendengar
Rasulullah Saw. melarang dari qaza'.
Ubaidillah berkata: Aku bertanya: Apa qaza’
itu? Ubaidillah lalu memberi isyarat kepada kami sambil berkata: Jika rambut
anak kecil itu dicukur, lalu dibiarkan rambutnya sebagian sebelah sini, sebelah
sini, dan sebelah sini. Ubaidillah menunjukkan kepada kami pada ubun-ubun dan
samping (kanan dan kiri) kepalanya. Lalu ditanyakan kepada Ubaidillah: Apakah
ini diberlakukan untuk anak perempuan dan anak laki-laki? Ubaidillah berkata:
Aku tidak mengetahui yang seperti ini. Dia bertanya: Apakah khusus untuk anak
laki-laki? Ubaidillah berkata: Aku juga mengulang pertanyaan itu padanya.
Ubaidillah berkata: Tidak mengapa membiarkan rambut depan kepala dan rambut
tengkuk bagi anak-anak, tetapi maksud dari qaza
itu adalah membiarkan sebagian rambut yang ada di ubun-ubun, hingga di kepala
yang tersisa hanya itu. Begitu pula dengan memangkas rambut kepalanya yang ini
dan ini.”
Dengan demikian qaza itu adalah mencukur habis sebagian rambut
kepala, seraya meninggalkan sebagian yang lain; bukan memangkas dan memendekkan
rambut kepala seraya membiarkan rambut di atas ubun-ubunnya lebih panjang, atau
rambut pada dua sisi kepalanya lebih panjang. Kuncung (rambut di bagian depan
kepala) itu boleh-boleh saja selama rambut kepalanya (yang lain) tidak dicukur
habis atau tidak digunduli. Namun, ketika rambutnya dicukur habis sama sekali,
maka tidak boleh ada kuncung seperti itu.
Perihal hadits yang
diriwayatkan at-Thabrani, dari Umar bin Kattab ra., bahwasanya dia berkata:
“Rasulullah Saw.
melarang dari mencukur rambut di tengkuk, kecuali bila hendak dibekam.”
Status hadits ini dhaif, sehingga tidak layak digunakan sebagai
dalil.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar