B. Shalat-Shalat Sunat Mulhaqah (Yang Disertakan Pada Sunat Rawatib
Muakkad)
Yaitu sunat-sunat yang
kadang-kadang dilaksanakan dan terkadang pula ditinggalkan oleh Rasulullah Saw.
Sunat-sunat tersebut adalah: dua rakaat yang lain sebelum dhuhur, sehingga
beliau Saw. melaksanakan shalat empat rakaat sebelum dhuhur, dan dua rakaat lain
setelah dhuhur, di mana beliau Saw. melaksanakan shalat empat rakaat setelah
dhuhur, dan dua rakaat atau empat rakaat sebelum ashar (shalat sunat sebelum
ashar yang tidak ada sunat rawatib muakkad),
(dua rakaat sunat sebelum maghrib), dan dua rakaat lainnya atau empat rakaat
setelah isya, sehingga beliau Saw. melaksanakan shalat empat atau enam rakaat
setelah isya. Jadi ada empat belas rakaat dalam sehari semalam. Untuk setiap
bagiannya terdapat nash-nash yang jelas. Dari Qabus dari ayahnya ia berkata:
“Ayahku mengutus
seorang perempuan menemui Aisyah untuk bertanya kepadanya tentang shalat apa
yang paling suka ditetapi oleh Rasulullah Saw.? Ia berkata: Beliau Saw. shalat
sebelum dhuhur sebanyak empat rakaat, di mana di dalamnya beliau Saw.
memanjangkan berdiri dan membaguskan ruku' dan sujud. Sedangkan shalat yang
tidak pernah beliau tinggalkan, baik di waktu sehat, sakit, atau ketika dalam
kondisi safar maupun dalam kondisi hadhar,
adalah dua rakaat sebelum fajar.” (HR. Ahmad, Bukhari, an-Nasai, Abu Dawud dan
al-Baihaqi)
Dari Aisyah ra. ia
berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. tidak meninggalkan empat rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat sebelum
fajar dalam keadaan apapun.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, Bukhari dan
Muslim)
Dari Ali bin Abi
Thalib ra. ia berkata:
“Adalah Nabi Saw.
seringkali shalat sebelum dhuhur sebanyak empat rakaat, dan setelahnya dua
rakaat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Inilah satu bagian
dari hadits yang panjang dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata:
“Aku bertanya kepada
Aisyah tentang shalat tathawwu'
Rasulullah Saw., ia berkata: Beliau Saw. suka shalat sebelum dhuhur sebanyak
empat rakaat di kamarku, kemudian beliau keluar lalu shalat mengimami
orang-orang. Setelah itu beliau kembali ke kamarku lalu shalat dua rakaat, dan
beliau shalat maghrib mengimami orang-orang. Kemudian beliau Saw. pulang
kembali ke kamarku lalu shalat dua rakaat. Setelah itu beliau Saw. shalat isya
mengimami orang-orang, lalu beliau Saw. masuk ke kamarku dan kemudian beliau
Saw. shalat dua rakaat. Beliau Saw. suka shalat dari sebagian malam sebanyak
sembilan rakaat dan di dalamnya termasuk witir. Dan jika terbit fajar, beliau
shalat dua rakaat, kemudian keluar dan shalat fajar mengimami orang-orang.”
(HR. Ibnu Khuzaimah, Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan an-Nasai)
Karena sikap beliau
Saw. yang sangat menjaga dua rakaat lain sebelum dhuhur ini, maka beliau Saw.
jarang sekali meninggalkan keduanya, hingga Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari
Ibrahim an-Nakhai, ia berkata:
“Mereka menganggapnya
sebagai bagian dari sunnah: (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat
setelahnya, dua rakaat setelah maghrib dan dua rakaat setelah isya, serta dua
rakaat sebelum fajar. Ibrahim berkata: Dan mereka menyukai dua rakaat sebelum
ashar, walaupun begitu, mereka tidak menganggapnya sebagai bagian dari sunnah.”
Dua rakaat ini telah
disertakan (al-mulhaqah) dalam sunat-sunat rawatib muakkad, karena dua rakaat
inilah yang bisa tercakup dalam makna ucapan: mereka menganggapnya sebagai
bagian dari sunnah.
Seperti telah kami
katakan bahwa dari beberapa sunat-sunat rawatib
muakkad, Rasulullah Saw. sangat menjaga dua rakaat fajar, maka kami
katakan pula bahwa beliau Saw. sangat menjaga dua rakaat sunat yang disertakan
(mulhaqah) pada sunat rawatib muakkad.
Seandainya tidak ada
ketetapan nash-nash yang kami sebutkan sebelumnya bahwa beliau Saw. melakukan
shalat sebelum dhuhur dua rakaat saja, niscaya kami memasukkan dua rakaat
lainnya dari kategori mulhaqah ini ke
dalam bagian sunat rawatib muakkad.
Beberapa nash telah
menyebutkan bahwa dua rakaat mulhaqah
sebelum dhuhur ini memiliki keutamaan yang besar, yang tidak bisa ditandingi
oleh shalat sunat mulhaqah lainnya. Dari
Ummu Habibah ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
shalat siang dan malam dua belas rakaat niscaya Allah akan membangun untuknya
satu rumah di Surga, (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat
setelahnya, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya dan dua rakaat
sebelum shalat subuh.” (HR. Thabrani)
Ibnu Hibban, Ibnu
Khuzaimah dan al-Hakim telah meriwayatkan dari Ummu Habibah ra. dari Rasulullah
Saw., beliau Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
shalat dua belas rakaat dalam sehari maka Allah akan membangun untuknya satu
rumah di Surga: (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelah dhuhur,
dua rakaat sebelum ashar, dua rakaat setelah maghrib dan dua rakaat sebelum subuh.”
An-Nasai telah
meriwayatkan hadits ini juga dan menyebutkan batasan (taqyid): “selain shalat yang difardhukan.”
Batasan ini secara
lebih jelas dan tegas disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban:
“Tidaklah seorang
hamba yang Muslim melaksanakan shalat karena Allah dalam setiap hari dua belas
rakaat tathawwu' selain shalat fardhu,
melainkan Allah akan membangun untuknya satu rumah di Surga atau melainkan akan
dibangun untuknya satu rumah di Surga.”
Dari Aisyah ra. ia
berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
memelihara dua belas rakaat shalat sunat akan dibangun untuknya satu rumah di
Surga: (yaitu) empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelah dhuhur, dua
rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya dan dua rakaat sebelum shalat
fajar.” (HR. Ibnu Majah, an-Nasai dan Ibnu Abi Syaibah)
Ketika kita mengetahui
bahwa jumlah shalat sunat rawatib itu
sepuluh rakaat, dan membangun rumah di Surga dapat terlaksana dengan menjaga
dua belas rakaat shalat sunat, dan Rasulullah Saw. telah menggenapkan sepuluh
rakaat shalat sunat rawatib ini dengan
dua rakaat sebelum dhuhur (yang terkategori sunat
mulhaqah) tadi tidak dengan shalat sunat
mulhaqah selainnya, maka kita bisa mengetahui betapa besarnya keutamaan
yang ada pada dua rakaat shalat sunat mulhaqah
sebelum dhuhur ini.
Adapun dua rakaat lain
setelah dhuhur, maka terdapat ucapan Ummu Habibah istri Nabi Saw.:
“Bahwa kekasihnya,
Abul Qasim Saw., telah memberitahukannya: Beliau Saw. bersabda: “Tidaklah
seorang hamba mukmin melaksanakan shalat empat rakaat setelah dhuhur, melainkan
wajahnya tidak akan disentuh Neraka selamanya, jika Allah azza wa jalla menghendakinya.” (HR. an-Nasai)
Tentang dua rakaat ini
dan dua rakaat sebelum dhuhur ada ucapan Ummu Habibah ra., ia berkata:
Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
shalat empat rakaat sebelum dluhur dan empat rakaat setelahnya, maka Allah
mengharamkan (daging) tubuhnya terkena api Neraka.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah,
an-Nasai dan Ibnu Abi Syaibah)
Dalam riwayat dari Abu
Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Khuzaimah dari jalur Ummu Habibah istri Nabi Saw.,
ada kalimat:
“Barangsiapa yang
memelihara empat rakaat sebelum dluhur dan empat rakaat setelah dhuhur, maka
Neraka diharamkan baginya.”
Sehingga jika dua nash
ini dipahami dengan baik, maka saya katakan: sesungguhnya sunat rawatib untuk shalat dhuhur itu adalah
dua rakaat sebelumnya dan dua rakaat setelahnya.
Dan ketika
hadits-hadits ini menyatakan: empat rakaat sebelum dhuhur, maka pengertiannya
adalah bahwa dua rakaat yang lain ini telah digabungkan dengan dua rakaat rawatib, sehingga jumlahnya menjadi empat
rakaat.
Begitu pula terkait
dengan sunat ba'diyah shalat dhuhur, ketika hadits-hadits tersebut menyebutkan
keutamaan empat rakaat setelahnya, maka pengertiannya itu adalah bahwa
keutamaan tersebut mencakup dua rakaat yang lain (selain rawatib), bahkan keutamaan itu tetap bisa
diperoleh seandainya dua rakaat yang lainnya itu tidak ada.
Adapun keempat rakaat qabliyah dan ba'diyah,
semua itu dilaksanakan dua-dua, yakni dua rakaat-dua rakaat. Ibnu Umar ra.
meriwayatkan dari Nabi Saw., beliau berkata:
“Shalat malam dan
siang itu dua-dua.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Abu Dawud, ad-Darimi dan Ibnu Hibban)
Bukhari telah
menunjukkan hal ini dalam kitab Shahihnya.
Nanti akan saya sebutkan hadits yang memberi pengertian bahwa keempat rakaat
yang dilaksanakan sebelum ashar dipisahkan dengan salam, maka keempat rakaat
ini seperti keempat rakaat lainnya.
Adapun sunat shalat
ashar (bukan sunat rawatib muakkad,
shalat ashar tidak ada sunat rawatib muakkad)
adalah dua rakaat atau empat rakaat. Barangsiapa yang ingin, maka dia bisa
melaksanakannya dua rakaat, dan barangsiapa yang ingin juga, maka dia bisa
melaksanakannya empat rakaat. Shalat sunat ini dilaksanakan sebelum ashar,
bukan setelahnya. Dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata:
“Aku bertanya kepada
Aisyah tentang shalat Rasulullah Saw., dia berkata: Beliau Saw. shalat empat
rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat sebelum ashar, dua
rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya, kemudian shalat pada sebagian
malam sebanyak sembilan rakaat…” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan
al-Baihaqi)
Dari Ali ra.:
“Bahwa Nabi Saw.
shalat sebelum ashar dua rakaat.” (HR. Abu Dawud)
Ibnu Umar meriwayatkan
bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Semoga Allah Swt.
merahmati seseorang yang shalat sebelum ashar sebanyak empat rakaat.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Dan dari Ali ra.:
“Bahwa Nabi Saw.
shalat sebelum ashar empat rakaat, di antara setiap dua rakaat beliau Saw.
memisahkannya dengan salam…” (HR. Ahmad dalam satu hadits yang cukup panjang)
An-Nasai dan Ibnu
Majah juga meriwayatkan hadits ini. Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dengan
redaksi:
“Adalah Nabi Saw.
shalat sebelum ashar sebanyak empat rakaat. Beliau memisahkan antara setiap dua
rakaat dengan salam pada malaikat muqarrabin,
dan berikutnya pada mereka dari kalangan Muslim dan mukmin.”
Hadits yang
menyebutkan adanya salam tersebut telah mendorong timbulnya beberapa pendapat
di kalangan fuqaha. Sebagian mereka berkata bahwa salam yang disebutkan dalam
hadits ini adalah salam yang diucapkan dalam tasyahud,
dan bukan salam tahallul dari shalat.
Sebagian yang lain berkata, salam tersebut adalah salam yang dengannya seorang mushalli bertahallul
dari shalat, dan inilah pendapat yang benar. Pendapat ini diperkuat dengan
sabda beliau Saw.: “shalat malam dan siang itu dua-dua” yang sebelumnya telah
kami sebutkan. Adapun hadits yang diriwayatkan Abu Ayub ra. dari Nabi Saw.,
beliau bersabda:
“Empat rakaat sebelum
dluhur, yang di dalamnya tidak ada salam sehingga pintu-pintu langit akan
dibukakan bagi (orang yang melaksanakan)nya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Hadits ini menunjukkan
bahwa keempat rakaat tersebut tidak dipisahkan dengan salam, maka dalam sanad
hadits ini ada nama Ubaidah. Abu Dawud berkata: “Ubaidah itu seorang yang
dhaif”, sehingga hadits ini tertolak dan tidak layak digunakan sebagai dalil.
Sebagaimana telah
dibahas dalam paparan sebelumnya, saya katakan untuk shalat ashar itu ada sunat
qabliyah, yakni dua rakaat atau empat
rakaat, dan Anda memiliki hak untuk memilih antara dua atau empat rakaat
tersebut.
Mengenai sunat shalat
maghrib adalah dua rakaat sebelum shalat wajibnya (yang sunat rawatib muakkad adalah sesudah shalat maghrib). Dari Anas
bin Malik ra. ia berkata:
“Jika muadzin
mengumandangkan adzan maka orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Saw. berdiri
dan saling berebut tiang, hingga Nabi Saw. keluar dan mereka masih seperti itu.
Mereka shalat dua rakaat sebelum maghrib, dan tidak ada sesuatu (perbuatan
apapun) antara adzan dan iqamat.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ibnu
Hibban)
Ahmad meriwayatkan
hadits ini dengan redaksi:
”...Dan antara adzan
dan iqamat tidak ada sesuatu kecuali waktu yang sangat pendek.”
Dari Mukhtar bin
Fulful, ia berkata:
“Aku bertanya kepada
Anas bin Malik tentang tathawwu' ba’da
ashar, maka ia berkata: “Umar melarang orang-orang melakukan shalat sunat
setelah ashar, dan di masa Nabi Saw., kami melaksanakan shalat dua rakaat
setelah terbenamnya matahari sebelum shalat maghrib. Maka aku bertanya
kepadanya: “Apakah Rasulullah Saw. melakukan shalat tersebut?” Dia berkata:
“Beliau Saw. melihat kami melakukan shalat tersebut, dan beliau tidak menyuruh
dan juga tidak melarang kami.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Dari Abdullah
al-Muzani dari Nabi Saw., beliau bersabda:
“Shalatlah kalian
sebelum maghrib, dan pada ketiga kalinya (dikatakan): “Bagi siapa yang mau.”
Karena beliau Saw. kurang suka kalau hal itu dianggap orang-orang sebagai suatu
sunnah.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)
Ahmad meriwayatkan
hadits ini dengan redaksi:
“Shalatlah kalian
sebelum maghrib dua rakat, kemudian beliau berkata. ”Shalatlah kalian sebelum
maghrib dua rakaat.” Lalu pada kali yang ketiga beliau berkata: “Bagi siapa
saja yang mau.” Karena beliau Saw. kurang suka orang-orang menganggapnya
sebagai suatu sunnah.”
Tidak diketahui bahwa
Rasulullah melakukan shalat sunat ini, karena itu shalat sunat ini memiliki
derajat terendah terkait shalat sunat mulhaqah.
Adapun sunat shalat
isya yang disertakan pada rawatib adalah dua rakaat, atau empat rakaat yang
ditambahkan pada dua rakaat shalat sunat
rawatib yang dilakukan setelah isya. Dari Syuraih bin Hani ia berkata:
“Aku bertanya kepada
Aisyah tentang shalat Rasulullah Saw., dia berkata: “Tidak ada shalat lain yang
diakhirkan Rasulullah Saw. jika berbicara tentang shalat isya yang terakhir,
dan beliau Saw. tidak melakukannya sama sekali, kemudian beliau masuk ke rumahku
kecuali beliau shalat setelahnya empat atau enam rakaat...” (HR. Ahmad,
an-Nasai dan Abu Dawud)
Ucapannya empat atau
enam: yakni mencakup rawatib dua rakaat
dan shalat sunat yang al-mulhaqah.
Inilah shalat-shalat
sunat mulhaqah, yang paling utama adalah
dengan menetapi dua rakaat sebelum dhuhur, sehingga seorang Muslim menjadi
melakukan empat rakaat sebelum dhuhur, sedangkan yang paling rendah adalah dua
rakaat sebelum maghrib, sehingga jumlahnya adalah empat belas rakaat dalam
sehari semalam.
Bacaan: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar